ZONASULTRA.COM,WANGGUDU – Duka dan trauma mendalam masih terlintas di benak Rina (14). Korban mesin baling-baling kapal yang melilit rambutnya, menguliti seluruh kulit kepalanya hingga, menyisahkan tempurung kepala. Insiden itu menjadi tragedi yang tak terlupakan, bagi dirinya dan juga orang tuanya.
Peristiwa itu terjadi pada Minggu (9/5/2019) membuat gadis remaja asal Pulau Meong, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) ini, harus menerima kondisinya saat ini. Rambut sebagai salah mahkotanya pun habis tanpa sisa.
Saat ini, tim dokter ahli di RSUD Bahteramas Sultra di Kendari, tempatnya menjalani perawatan tengah berusaha keras melakulan operasi agar rambutnya bisa kembali tumbuh seperti dulu.
Lebih menyedihkan lagi, di balik musibah yang diderita anak pertama dari pasangan suami istri (pasutri) Asri dan Juarni ini, ternyata lahir dari keluarga miskin. Hidup dalam keterbatasan, membuat Rina bersama 5 orang saudaranya putus sekolah karena tak punya biaya.
Baca Juga : Kisah La Ore, Kakek di Muna yang Bangun Masjid untuk Warga Kampung Lama
Dalam kesehariannya, ia bersama saudaranya menghabiskan waktu membantu kedua orang tuanya mencari ikan di laut sebagai penyambung hidup.
“Saya ingin sekolah, tapi mama sama bapak tidak punya biaya. Saya bantu-bantu saja cari uang untuk makan adik-adik,”tutur Rina yang saat ini sedang terbaring di RSUD Bahteramas akibat musibah yang dialami.
Kepada awak media, Rina mengungkapkan, rela mempertaruhkan nyawa melawan derasnya ombak di tengah laut demi untuk membantu kedua orang tuanya mengais rezeki. Profesi orang tuanya, sebagai nelayan dengan penghasilan tak menentu.
Juarni, ibu Rina yang juga dikonfirmasi mengatakan, hasil yang diperoleh tiap bulannya saat melaut rata-rata Rp 600 ribu atau Rp 20 ribu perhari. Jika hasil tangkapan mujur biasa memperoleh Rp 50 ribu perhari. Itu hitungan kotor, karena harus lagi mengeluarkan biaya bahan bakar saat menjual hasil tangkapan ikan yang didapat ke Pasar Sentral Tinobu Kecamatan Lasolo.
Baca Juga : Merajut Mimpi di Tengah Keterbatasan, Kisah Inspiratif Pasangan Tunanetra Asal Kendari
“Sisa uangnya langsung dibelikan makanan pak untuk anak-anak,”ungkap wanita paruh baya ini dengan nada sedih.
Diungkapkan, rumah yang ditinggalinya di Pulau Meong adalah rumah panggung yang terbuat dari dinding papan. Saat ini sudah rapuh beratapkan rumbia berukuran kecil. Rasa takut sering kali mendera saat angin laut kencang dan ombak naik sampai ke pesisir.
“Saya ingin anak-anak saya sekolah pak, tapi saya tidak mampu, biaya tidak ada. Saya dan bapak melaut sudah sekitar 20 tahun, hanya dari situ kami bisa makan pak,”ujarnya.
Kejadian yang menimpa anaknya, membuat dirinya sangat terpukul. Terlebih kondisi ekonomi yang sangat miskin hingga membuatnya pasrah akan musibah yang dialami.
“Saya terus berdoa semoga kejadian ini ada hikmahnya. Saya sudah sempat pasrah atas kejadian yang menimpa anak saya. Alhamdulillah untuk biaya pengobatan ada dari Pemerintah Konut yang memberikan jaminan BPJS gratis,”tambahnya.
Saat ini, Juarni bersama sang suami berada di RSUD Bahteramas menanti kesembuhan anak sulungnya itu. Besar harapan adanya uluran tangan dari para dermawan sehingga dapat meringankan cobaan yang dialami. (a)