ZONASULTR.COM, BAUBAU – Keinginan kuat dan dibarengi usaha akhirnya membuahkan hasil. Hal itu terjadi pada diri seorang kakek bernama Muhammad Sanusi (76), warga kelurahan Wameo, Kecamatan Murhum, kota Baubau.
Sanusi yang bekerja sebagai penjual gorengan di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) akhirnya dapat mewujudkan mimpinya untuk jadi Jemaah Calon Haji (JCH) tahun 2019 ini. Ia bisa naik haji setelah berhasil mengumpulkan receh demi receh dari hasil jualannya itu selama puluhan tahun.
Sedikit demi sedikit ia menabung dalam celengan tanah liat miliknya. Mulai dari Rp.10 hingga Rp.100 per hari. Tergantung larisnya kue dan gorengan yang ia dagangkan bersama istrinya di Pasar Wameo Kota Baubau.
Setelah penuh, celengannya itu dipecahkan. Uang receh itu kemudian disimpan di bank lewat rekening pribadinya. Saat itu, ia menabung bersama istrinya.
Baca Juga : Menabung di Karung Jagung, Kisah Nenek di Busel Naik Haji dari Hasil Tani
“Kita tabung sebagian dari hasil menjual kue dan gorengan itu. Lalu ketika sudah penuh celengannya kita picahkan dan bawa ke bank. Isinya dalam celengan biasanya Rp.200 ribu sampai Rp.250 ribu,” tutur Sanusi saat ditemui di rumahnya, Kamis (11/7/2019).
Uang yang ditabung bersama sang istri untuk naik haji pada 2007 sempat terkumpul Rp22 juta. Namun karena menderita asma, ia memutuskan untuk menarik tabungannya hajinya dan digunakan untuk berobat.Tahun itu ia gagal jadi haji.
Motivasi Sanusi untuk naik haji kembali lagi setelah asmanya sembuh. Tahun 2011, ia tanpa putus asa kembali menabung lagi dan berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp.25 juta. Duit inilah yang buat pria lanjut usia (lansia) tersebut naik haji tahun 2019 ini.
“Saya senang, saya gembira, akhirnya bisa naik haji. Biarpun sempat gagal tapi saya sangat bersukur,” jawab sanusi kepada awak media saat ditanyai soal perasaannya bisa menunaikan rukun islam yang terakhir tersebut.
Sanusi akan terbang dari Makassar menuju Arab Saudi 25 Juli nanti bersama 173 jemaah calon haji (JCH) Kota Baubau yang tergabung dalam kloter 25.
“Saya berharap agar dia pulang selamat. Bisa menjalani ibadah haji dengan khusuk,” ujar Siti Nibah, istri Sanusi.
Dari Nelayan jadi Penjual Gorengan
Tahun 1973 Sanusi melihat peluang kerja yang menjanjikan. Sanusi sebelumnya adalah seorang nelayan, dan beralih profesi jadi pedagang kue. Tepatnya di saat Pasar Wameo, Kota Baubau diresmikan pemerintah.
Ia bersama istrinya memutuskan buat gerobak etalase. Merasakan hasil yang lebih dari berdagang kue, mereka sepakat menabung untuk naik haji. Awalnya suami istri itu menabung, pecahan mata uang satu rupiah masih laku di pasaran.
Baca Juga : Kisah Dukun Bayi di Busel, Naik Haji Setelah 30 Tahun Menabung
Kue per satu potongnya saat itu masih Rp20. Per hari Sanusi bisa mengumpulkan Rp400-Rp500. Dan pekerjaannya sebagai penjual kue dan goreng masih ditekuninya hingga kini, meski badannya tidak selincah dulu.
Ayah Sanusi adalah seorang nelayan. Ia menjadi seorang nelayan dari kecil. Kala itu, ayahnya pernah bercita-cita untuk naik haji saat sanusi kecil. Ia sangat ingat betul gambar Ka’bah yang tertempel didinding rumahnya. Dari ayahnya sejatinya hati Sanusi ingin mendatangi Ka’bah.
Istrinya lebih awal menunaikan ibadah haji. Tahun 2006 ia menyaksikan istrinya menjadi JCH. Tahun berikutnya asmanya makin parah, padahal saat itu giliranya untuk naik haji.
“Saya rasa sakit-sakit. Makin susah saya bernafas. Akhirnya saya ambil uang (tabungan hajiku) di bank untuk berobat,” kenangnya.
Istrinya kemudian kembali memotivasi dirinya untuk berangkat haji. Hingga ahirnya setelah sembuh, tepat tahun 2011 ia mendaftarkan diri kembali sebagai calon jemaah haji.
Ia tidak banyak berharap ketika nanti di tanah suci. Dia cuma punya satu doa yang akan dipanjatkan. “Keselamatan dunia akhirat,” harapnya. (b)