ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Koalisi masyarakat sipil yang terdiri atas Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FRSBW), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Forest Watch Indonesia (FWI) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Anti Kekerasan (KontraS) menyebut Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi telah berbohong dan melanggar komitmen soal aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep).
Hal itu diutarakan menyusul beroperasinya perusahaan tambang yang diduga adalah PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Desa Roko-roko Raya, Wawonii, Konkep yang ditandai dengan upaya penyerobotan lahan warga di sana, pada Rabu (9/7/2019) lalu.
Warga yang didominasi kelompok ibu-ibu melakukan penghadangan alat berat yang akan mulai menggusur lahan milik warga. Seorang ibu tersebut menolak keras aktivitas masuknya alat berat pertambangan nikel yang diduga milik perusahaan PT GKP. Alat berat itu menerobos paksa dengan dikawal aparat kepolisian di lahan warga.
Di sisi lain, PT GKP merupakan salah satu perusahaan yang dibekukan izin usaha pertambangannya (IUP) oleh Pemerintah Provinsi Sultra atas pertimbangan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWPPPK).
Baca juga : 9 IUP di Wawonii Resmi Dicabut, SK Sudah Diteken Ali Mazi
“Kami menganggap Gubernur Sultra telah berbohong dan menyalahi komitmen yang telah disampaikannya kepada publik pada 14 Maret 2019 lalu yang di antaranya memuat poin tentang mencabut dan menghentikan seluruh IUP yang berada pada Pulau Wawonii,” tulis Ketua Jatam Melky Nahar, dalam rilis tertulisnya, Jumat (12/7/2019).
Nyatanya, kata Melky, gubernur hanya mencabut 9 dari 16 izin tambang di Wawonii, itu pun hanya izin-izin tambang yang sudah habis masa berlakunya. Sedangkan 6 izin lainnya yang dibekukan sementara, tanpa mengikuti format penghentian sementara yang sah sebagaimana diatur undang-undang.
Kini 6 izin yang telah dibekukan akan beroperasi lagi dan sudah mulai kembali masuk ke Wawonii, mendatangkan karyawan dan alat berat. Perusahaan tambang tersebut diduga di-backing pemerintah provinsi dan kepolisian.
“Hingga saat ini alat berat sudah mulai sudah masuk ke lahan-lahan warga, merampas tanah warga dengan melanggar mekanisme penyelesaian hak atas tanah warga karena warga menolak kehadiran tambang,” kata Melky.
Baca Juga : Mahasiswa Tagih Janji Pencabutan IUP di Wawonii
Adapun 9 IUP yang dicabut permanen, adalah milik PT Hasta Karya Megacipta, PT Pasir Berjaya Mining, PT Derawan Berjawa Mining (dua izin), PT Cipta Puri Sejahtera, PT Natanya Mitra Energi (dua izin), PT Investa Pratama Intikarya, dan PT Kharisma Kreasi Abadi.
Sementara, 6 izin tambang yang dibekukan, yakni milik PT Alatoma Karya, PT Bumi Konawe Mining, PT GKP (dua izin), PT Kimco Citra Mandiri, dan PT Konawe Bakti Pratama. Kemudian 1 izin dikembalikan pada Kementerian ESDM yaitu PT Derawan Berjaya Mining.
FRSBW, JATAM, FWI dan KontraS menyatakan bahwa semua operasi pertambangan di atas pulau kecil adalah pelanggaran hukum atas Pasal 23 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWPPPK yang tidak menempatkan pertambangan sebagai pilihan pembangunan di wilayah dengan daya dukung dan ekosistem yang khas seperti di pulau kecil.
Juga berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 30, 31, 32, 33, 34, 35 dan 36 di undang-undang tersebut, bahwa dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, masyarakat merupakan pemangku utama dalam menentukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Selanjutnya dalam pasal 60 menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang jika ditemukan perencanaan dan aktivitas yang merugikan warga.
“Karena itu aspirasi warga mesti diakui apalagi setelah rentetan konflik berdarah akibat dari diabaikannya aspirasi warga sebagai pemangku utama wilayah pulau kecil dan pesisir melalui puluhan kali demonstrasi yang dilakukan oleh warga di Pulau Wawonii bersama mahasiswa hingga mencapai puncaknya pada Maret-April 2019 lalu,” tukas Melky.
Sebelumnya, sebanyak 9 IUP di Pulau Wawonii resmi dicabut. Surat Keputusan (SK) Pencabutan IUP sudah ditandatangani Gubernur Sultra Ali Mazi. Pencabutan 9 IUP itu berdasarkan SK nomor 207 tahun 2019 tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan di Kabupaten Konkep.
Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Sultra Effendi Kalimuddin mengatakan 9 IUP sudah dicabut, kemudian 1 IUP akan diusulkan ke pusat karena statusnya penanaman modal asing (PMA) serta 6 IUP masuk dalam evaluasi teknis selanjutnya.
“Sangat cepat. Setelah aksi unjuk rasa kedua, biro hukum segera mempersiapkan skema penyelesaian,” kata mantan Plt Bupati Buton itu kepada zonasultra melalui sambungan WhatsApp Mesengger, Jumat (12/4/2019). (A)