Rajin Menabung, Penjual Kelapa Parut di Kendari Naik Haji

Darmi
Darmi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Darmi (47), seorang penjual kelapa parut di Pasar Sentral Kota Kendari akhirnya bisa mewujudkan impiannya untuk menunaikan ibadah haji tahun ini. Dibantu suaminya, Bakri (49), biaya naik haji bisa terkumpul dari hasil berjualan.

Pasangan yang menikah berkat perjodohan orang tua di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan pada tahun 1996 silam itu tinggal di Jalan Ir Soekarno, Kecamatan Kendari, Kota Kendari.

Setelah menikah, tepatnya di tahun 1997, keduanya memutuskan untuk merantau ke Kota Kendari. Sejak saat itulah, mereka mulai menjalani hari-harinya dengan berdagang. Awalnya mereka menjadi penjual pakaian bekas impor atau yang dikenal dengan sebutan RB, tetapi kini beralih berjualan kelapa parut.

Berjualan RB tak selamanya bisa diandalkan, sudah tiga tahun belakangan ini, mereka berdua tak lagi berjualan dikarenakan minimnya pemasukan dari pakaian bekas yang diimpor dari negara lain itu. Penyebabnya adanya kebijakan dari pemerintah, yang membatasi impor pakaian bekas.

“Karena sudah kurang masuk barang RB jadi saya sudah nda berjualan, sudah sekitar tiga tahun. Saat itu ya pendapatan menurun drastis. Tapi Alhamdulillah masih bisa disiasati, karena saya juga ikut arisan. Jadi kalau dapat arisan juga ditabung lagi untuk tambah-tambah tabungan. Intinya kita niat, pasti semua dimudahkan,” jelas Darmi di rumahnya, Sabtu (13/7/2019).

(Baca Juga : Menabung di Karung Jagung, Kisah Nenek di Busel Naik Haji dari Hasil Tani)

Di rumah permanen yang tidak begitu luas itu, Darmi tinggal dengan sang suami, beserta dua orang buah hati mereka yakni Laila Risaida (22) yang merupakan seorang mahasiswi Jurusan Pertanian di Universitas Halu Oleo, dan Muhammad Yusuf Risdal (13) yang masih duduk di kelas 1 SMP.

*Tabungan Naik Haji

Pada 2011 silam, Darmi mendaftarkan dirinya sebagai calon jemaah haji, dengan masa tunggu 8 tahun. Uang sebesar Rp20 juta yang didapatkannya dari hasil arisan dan ditambah hasil berjualan, merupakan modal awal untuk mendaftar. Setelah berunding dengan sang suami, keduanya memutuskan, Darmi akan berangkat haji lebih dulu.

“Alhamudlillah tahun ini istri saya. Nanti kalau ada rezeki lagi baru mendaftar,” kata Bakri.

Soal penghasilan, kata Darmi dari hasil menjual pakaian ditambah hasil berjualan kelapa parut per harinya memang tidak menentu. Berkisar Rp100 ribu sampai Rp200 ribu per harinya. Dari hasil itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah kedua anaknya. Sisanya lalu disisihkan untuk tabungan haji.

“Saya mendaftar haji waktu tahun 2011. Bermodal Rp20 ribu sampai Rp30 ribu per hari saya kumpulkan dari hasil menjual di pasar untuk melunasi sisanya. Biasanya kalau rame pembeli ya di atas itu mengumpulnya,” kata Darmi, di rumahnya.

(Baca Juga : Kisah Dukun Bayi di Busel, Naik Haji Setelah 30 Tahun Menabung)

Laila Risaida (22) yang merupakan putri sulung mereka, mengaku turut senang mendengar kabar sang ibu akan melaksanakan rukun Islam ke-5 tersebut. Selama ini, ia turut menyaksikan bagaimana kegigihan sang Ibu untuk mengumpulkan pundi-pundi penghasilannya dari berjualan.

Menurut Laila, ibunya memang termasuk berbeda dengan ibu-ibu zaman sekarang. Jika biasanya ia menemukan Ibu-ibu lain yang suka mengoleksi barang-barang, tidak dengan Darmi. Ia lebih mementingkan tabungan untuk haji daripada urusan lainnya. Bahkan, ia sempat menunda merenovasi rumahnya, demi mendahulukan niatnya untuk haji.

“Saya sebagai anak perasaannya terharu dan bangga begitu. Karena selama ini mamaku apa-apa yang dia mau pasti lebih dahulukan dulu untuk menabung naik haji daripada yang lain,” ujar Laila.

Saat ini, persiapan calon jamaah haji asal Kecamatan Kendari ini kian matang. Keluarga itu berharap niat ibadah salah satu dari mereka, bisa terlaksana dengan baik, dan bisa memperoleh predikat haji mabrur. (A/SF)

 


Kontributor: Sri Rahayu
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini