Diwarnai Protes, KPU Coret Riki Fajar Sebagai Caleg PKS Terpilih

Diwarnai Protes, KPU Coret Riki Fajar Sebagai Caleg PKS Terpilih
RAPAT PLENO KPU - Komisi Pemilhan Umum (KPU) Kota Kendari secara resmi menetapkan 35 calon anggota legislatif (Caleg) sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terpilih dalam pemilihan umum (Pemilu) 2019. (Fadli Aksar/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Komisi Pemilhan Umum (KPU) Kota Kendari secara resmi menetapkan 35 calon anggota legislatif (Caleg) sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terpilih dalam pemilihan umum (Pemilu) 2019. Penetapan tersebut dilakukan melalui rapat pleno terbuka di Hotel Claro, Senin (22/7/2019).

Aksi protes dilontarkan perwakilan PKS atas keputusan KPU, setelah memplenokan caleg terpilih di daerah pemilihan (Dapil) Kendari 4 Kecamatan Kambu-Baruga. Di dapil tersebut terdapat satu caleg yang terpaksa dicoret yakni Riki Fajar dari PKS, dan KPU menetapkan Rostina Tarimana sebagai gantinya.

Perwakilan PKS Sabarullah mengaku, diperintah oleh partai untuk mempertanyakan soal penghapusan Riki Fajar sebagai caleg yang memperoleh suara terbanyak di partai besutan Sohibul Iman itu.

Komisioner KPU Asril yang memimpin pelaksanaan sidang saat itu, langsung menyanggah usulan tersebut. Asril menyarankan pertanyaan itu disampaikan usai pleno penetapan seluruh dapil selesai.

Baca Juga : Caleg PKS Terpilih, Sudirman dan Rostina Gantikan Sulkhani dan Riki Fajar

“Sebentar ya, saya persilahkan kalau ada tanggapan terkait perolehan suara dan angka-angka. Kalau terkait masalah lain sebentar ya, kita selesaikan dulu yang ini,” tegasnya.

Setelah penetapan 5 lima dapil selesai, Sabarullah pun mengajukan protes. Menurutnya, Riki Fajar melalui pengacaranya sudah mengirimkan surat keberatan atas penghapusan tersebut ke KPU dan Bawaslu RI tembusan KPU dan Bawaslu Kendari.

“Apakah KPU sudah menerima surat putusan dari pengadilan? terkait putusan pidana pemilu terhadap caleg kami, mengingat pasal 484 ayat 3 undang-undang pemilu yang mengisyaratkan pengadilan yang memutus perkara tersebut wajib menyampaikan putusannya kepada KPU dan partai politik atau peserta pemilu pada hari putusan tersebut dibacakan,” tanya Sabarullah.

Karena, lanjutnya, beberapa waktu yang lalu, pihaknya telah berkomunikasi dengan pengadilan, dan belum ada salinan dari sana untuk peserta pemilu. Sehingga menurut Sabarullah, hal itu penting untuk ditanyakan kemudian disampaikan ke Riki Fajar.

Asril menjawab langsung pertanyaan tersebut, bahwa setelah menerima putusan dari Pengadilan Tinggi, KPU Kota kemudian mencermati undang-undang nomor 7 tahun 2017 pasal 280 huruf F, bahwa peserta pemilu dilarang keras untuk melibatkan ASN. Dipertegas lagi pada pasal 285.

Baca Juga : Pascaputusan Sela, KPU Bisa Tetapkan Calon Terpilih Perkara yang Dismiss

Kemudian, kata Asril, turunan dari undang-undang 7 tahun 2017, peraturan KPU nomor 5 tahun 2019 pasal 39, bagi yang bersangkutan sudah ada putusan pengadilan tinggi yang menyatakan Riki Fajar bersalah.

“Untuk itu dari kami pihak KPU langsung melakukan penghapusan atau pergantian untuk nomor urut atau daftar perolehan suara calon,” tegasnya.

Asril menambahkan, tak hanya itu KPU juga mendapatkan surat edaran dari KPU RI. Setelah menerima putusan dan melihat undang-undang yang berlaku. KPU Kendari langsung menghadap ke Divisi Teknis KPU RI Ilham Saputra.

“Penegasannya sama, kemudian KPU RI mengeluarkan surat penyampaian ke KPU Sultra lalu, dilanjutkan kepada kami untuk melakukan hal tersebut. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan Riki Fajar tidak ada lagi permasalahan,” jelas Asril.

Selanjutnya, Ketua KPU Kendari Jumwal Saleh ikut menambahkan penjelasan itu. Ia mengaku, pihaknya sudah membalas surat keberatan kepada pengacara Riki Fajar dengan penegasan yang sama sesuai aturan perundang-undangan.

“Jadi, kami tidak bermaksud untuk jegal menjegal, tapi kami menjalankan perintah undang-undang. Tiga hari setelah putusan dibacakan, kami sudah menerima salinan resmi putusan dari Pengadilan Tinggi (PT) Sultra, bahwa Itu adalah terbukti secara sah melakukan tindak pidana pemilu,” tukasnya.

Mendengar penjelasan itu, Sabarullah terdiam dan tidak dapat memberikan tanggapan. KPU secara sah menetapkan perolehan kursi DPRD Kota Kendari yakni PKS 7 Kursi, Golkar 5 Kursi, PDIP 5 Kursi, PAN 5 Kursi, NasDem 4 Kursi, Gerindra 4 Kursi, Demokrat 2 Kursi, Perindo 2 Kursi, PKB 1 Kursi.

Riki Fajar yang memperoleh suara terbanyak di PKS untuk Dapil Kecamatan Kambu-Baruga juga harus merelakan kursi kepada pemilik suara terbanyak berikutnya. Dalam pemilu 2019, Riki Fajar meraup suara sebanyak 2.620.

Di dapil ini, berdasarkan perhitungan sainte league, PKS meraih dua kursi, yakni kursi pertama dan kursi keenam. Sehingga kursi pertama yang awalnya milik Riki Fajar kini menjadi milik Jabar Al Jufri sebagai peraih kursi kedua dengan perolehan sebanyak 1.994 suara.

Baca Juga : Tiga Perkara Pemilu dari Sultra Tidak Lanjut ke Pembuktian

Kursi keenam dari Dapil Kambu-Baruga berhasil direbut kembali oleh caleg incumbent yakni Rostina Tarimana, setelah memperoleh suara di bawah Jabar Al Jufri atau di posisi ketiga yaitu 1.483 suara.

Kursi keenam milik PKS, hal itu berdasarkan perhitungan sainte league yakni total suara PKS 6.730 dibagi 3 hasilnya 2.243 lebih. Untuk perebutan kursi terakhir ini, PKS berhasil menggeser Partai NasDem yang hanya meraih 2.067 suara.

Riki Fajar telah dihukum menjalani pidana kurungan dua bulan penjara dan denda Rp 5 juta oleh Pengadilan Tinggi (PT) Sultra, Rabu 15 Mei 2019 lalu. Kemudian keduanya dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Kendari oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari lima hari setelahnya.

Untuk diketahui, putusan Pengadilan Tinggi terhadap Sulkhani dan Riki Fajar atas banding yang diajukan JPU merupakan upaya hukum pertama dan terakhir. Tak ada lagi upaya hukum setelah putusan ini. Hal itu diatur dalam Pasal 482 Ayat 5 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam hal putusan pengadilan negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 hari setelah putusan dibacakan. Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 hari setelah permohonan banding diterima.

Putusan pengadilan tinggi yang memeriksa dan memutus perkara banding dalam tindak pidana pemilu merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain. (a)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini