ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra), melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus dugaan korupsi dana desa di Kabupaten Konawe.
Kepala Polda Sultra Brigjen Pol Iriyanto mengatakan, sudah meminta pendampingan kepada KPK dan juga Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dalam menangani kasus dugaan korupsi tiga desa fiktif yang mendapat kucuran dana desa di Kabupaten Konawe.
“Kita sudah minta pendampingan dan supervisi KPK, saya sudah menyurati KPK. Jadi, kami yang menangani kasus tersebut bersama KPK dan Bareskrim Mabes Polri,” jelas Brigjen Pol Iriyanto kepada wartawan di Polda Sultra, Rabu (14/8/2019).
Selain meminta pendampingan, Polda Sultra juga sudah meminta bantuan audit dari KPK. Iriyanto menegaskan, bahwa kasus tersebut akan terus dilanjutkan dan tak akan pernah dihentikan. Menurutnya, kemungkinan besar tersangka dalam kasus tersebut lebih dari satu orang.
“Tersangkanya lebih dari satu tapi kami masih butuh pendalaman khusus. Suatu saat, kalau semua sudah jelas, pasti saya akan sampaikan ke publik melalui rekan-rekan wartawan, mohon bersabar,” tegasnya.
Iriyanto juga meminta dukungan moril kepada masyarakat Sultra. Ia mengaku tidak akan mundur dan gentar dalam menuntaskan kasus tersebut.
(Baca Juga : Saksi Kasus Korupsi Diknas Konawe Mengaku Sudah Kembalikan Rp250 Juta)
“Saya butuh dukungan moril masyarakat Sultra, saya pastikan, saya tidak akan mundur,” tukasnya.
Di tempat yang sama, Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt menjelaskan, kasus tersebut sudah diselidiki sejak awal 2019. Proses yang dilakukan mulai dari pengumpulan alat bukti, hingga memintai keterangan pihak-pihak terkait, guna mendalami kerugian keuangan negara.
“Kami juga akan meminta audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk menelusuri dugaan kerugian keuangan negara. Jadi KPK yang mensurpervisi, BPK yang juga akan mengaudit,” jelasnya.
Terkait kasus tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Konawe Ferdinand Sapan belum menjawab telepon dari awak Zonasultra yang melakukan upaya konfirmasi. Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemkab Konawe.
Sebelumnya, ada hasil penelusuran tim Satuan Tugas (Satgas) Dana Desa bentukan Kementerian Desa (Kemendes) pada pertengahan Maret 2019 lalu. Temuannya terdapat tiga desa penerima dana desa yang ada di dua kecamatan Kabupaten Konawe diduga fiktif karena tidak memiliki wilayah, penduduk, kepala desa, serta struktur organisasi desa.
Ketiga desa tersebut yaitu Desa Ulu Meraka Kecamatan Lambuya, serta Desa Uepai dan Desa Morehe di Kecamatan Uepai.
(Baca Juga : Hadiri Sidang, Kery Bantah Terima Uang Korupsi Dana Rutin Diknas Konawe)
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan diketahui ketiga desa tersebut merupakan penerima dana desa sejak tahun 2015 lalu, berdasarkan bukti dokumen penyaluran dana desa pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Konawe.
Hasil penelusuran tersebut juga menunjukkan bahwa ketiga desa yang tidak memiliki wilayah itu telah menerima dana desa sebesar Rp5 miliar, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Setelah mencuatnya kasus ini, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Konawe melaporkan kasus itu hingga ke Komisi KPK dan Markas Besar (Mabes) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Saat ini, ketiga desa yang tidak memiliki nomor peraturan daerah (perda) tentang pembentukannya sudah tidak lagi menerima dana desa. Hal ini berdasarkan permintaan Satgas Dana Desa kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Penanganan kasus dugaan korupsi pembentukan dan penyaluran dana desa kepada tiga desa di Kabupaten Konawe yang diduga fiktif alias tidak ada terus bergulir. Saat ini kasus yang merugikan negara hingga miliaran rupiah diambil alih Polda Sultra.
Semula, kasus yang diduga melibatkan pejabat tinggi daerah yang terkenal sebagai daerah penghasil beras terbesar di Sultra itu ditangani Kepolisian Resort (Polres) Konawe, dan dikawal langsung oleh KPK.
Kapolres Konawe, AKBP Muhammad Nur Akbar menjelaskan kasus desa yang diduga fiktif itu ditangani Polres. Namun, karena padatnya kesibukan pengamanan bencana dan penanggulangan bencana banjir, kasus tersebut akhirnya diserahkan ke Polda Sultra.
“Awalnya kita yang tangani kasus ini, hanya karena padatnya kegiatan dan juga banyaknya kasus korupsi yang kita tangani sehingga kami berkoordinasi dengan Polda untuk menanganinya,” kata Nur Akbar, Sabtu (13/7/2019).
Meski tidak lagi menangani kasus tersebut, Nur Akbar mengaku jajarannya tetap terlibat dalam penyediaan dokumen pendukung serta data lain untuk mengungkap kasus dugaan desa fiktif itu.
“Penyelidikannya dan penanganannya dilakukan oleh Polda, tetapi kita tetap membantu rekan-rekan dari Polda, terkait data-data yang berkaitan dengan kasus ini,” imbuhnya.