ZONASULTRA.COM,KENDARI– Provinsi Aceh memperkenalkan gula dari batang kelapa sawit dalam acara Pameran Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-39 di kawasan Tugu Religi, Kota Kendari.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan Provinsi Aceh Azanuddin Kurnia, selama ini batang kelapa sawit hanya dianggap sebagai limbah dan tidak digunakan oleh masyarakat.
Pihaknya mulai melakukan peremajaan dan pengelolaan batang kelapa sawit menjadi gula merah sejak tahun 2018 lalu. Hasilnya sangat menguntungkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani kelapa sawit.
“Siapa sangka kalau batang kelapa sawit bisa menjadi rupiah dan kita sudah buktikan,” katanya saat ditemui, Sabtu (2/11/2019).
Ia menyebutkan dari sisi permintaan gula merah kelapa sawit sudah cukup banyak dengan keuntungan bisa mencapai Rp60 juta hingga Rp200 juta per hektarenya.
(Baca Juga : Pameran Hari Pangan Sedunia di Kendari Mulai Dipadati Pengunjung)
Gula merah kelapa sawit saat ini banyak dinikmati untuk pemanis menyeduh kopi arabika. Kopi arabika sendiri merupakan komoditas unggulan dari Aceh yang sudah dikenal hingga ke mancanegara.
“Pengujung pameran yang ke sini juga sudah banyak yang beli dan merasakan kopi arabika pakai gula kepala sawit,” ungkapnya.
Dirinya berharap melalui kegiatan pameran HPS tersebut banyak daerah di Indonesia yang mengikuti cara mereka mengolah batang kelapa sawit menjadi gula merah. Sebab, untuk rasanya juga tidak jauh berbeda dengan gula aren pada umumnya.
*Proses Pembuatan Gula Kelapa Sawit
Proses pembuatan gula sawit sendiri tidak jauh berbeda dengan gula aren, hanya saja saat proses penyadapannya batang kelapa sawit harus ditebang terlebih dahulu.
Batang kelapa sawit yang digunakan, umurnya sekitar 25 tahun ke atas, semakin tua semakin bagus hasilnya. Setelah ditebang, pelepah dari kelapa sawit dibersihkan kemudian atasnya/pucuk dipotong dan diiris hingga lapisan dalamnya terlihat.
(Baca Juga : Dirjen Holtikultura: HPS di Sultra Momentum Kebangkitan Pangan Sagu dan Kakao)
“Habis itu setelah kelihatan lapisan dalamnya tetesan air niranya akan keluar perlahan dan untuk mengumpulkan tetesannya kita biasanya pakai ember atau jerigen,” ujarnya.
Air yang dikumpulkan itu kemudian dimasak seperti proses pemasakan gula aren. Hanya saja, banyak kelompok pembuat gula sawit membuat setengah jadi terlebih dahulu yang namanya juro.
Juro dapat disimpan 4 hingga 6 bulan, setelah itu bisa dimasak kembali hingga matang dan dicetak menggunakan pencetak dari batang bambu yang dipotong untuk menjadi gula sawit.
Secara umum dari proses sadap hingga menjadi gula bisa dikerjakan dalam waktu satu hari saja.
(Baca Juga : Sagu dan Cokelat Bakal Jadi Komoditas Andalan Perayaan HPS)
Di Aceh ada sekitar 5 kabupaten yang telah mengembangkan produksi gula sawit ini, dua di antaranya yakni Aceh Utara dan Aceh Barat.
Untuk pemasarannya, sejumlah perusahaan besar di Jakarta seperti Indofood telah rutin meminta 1.000 ton per bulan. Sedangkan hasil produksi rata-rata dari kelompok tani sebesar 300-400 kg per hari.
Untuk diketahui, di Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu daerah di Indonesia yang juga membudidayakan tanaman kelapa sawit misalnya di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Konawe Selatan (Konsel), Konawe dan Kolaka Timur (Koltim).
“Ya semoga daerah lain bisa mengetahui ini dan menerapkan hal yang sama karena tujuan dari HPS ini adalah untuk saling bertukar informasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ia menegaskan. (A)