ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) hingga 100% membebani masyarakat. Kenaikan ini dikhawatirkan membuat daya beli masyarakat menurun lantaran harus mengalokasikan lebih pendapatan guna membayar iuran BPJS Kesehatan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengungkapkan bahwa Pemerintah jauh lebih tinggi menetapkan kenaikan iurannya dibandingkan kelompok-kelompok professional yang telah menghitung biaya kenaikan BPJS Kesehatan.
“Jadi selisih yang cukup jauh ini tentu saja akan menimbulkan persoalan. Kalau saya tangkap adalah pemerintah berusaha untuk menambal defisit dengan kenaikan yang jauh lebih tinggi daripada biaya perekonomian,” terang Tauhid usai acara Literasi Politik: Mengapa Tarif Kesehatan BPJS Harus Naik?, di Cikini Jakarta Pusat, Minggu sore (17/11/2019).
Tauhid menyayangkan hal ini karena menganggap keterlambatan penyesuaian iuran selama empat tahun terakhir dibebankan paling tinggi pada kelompok mandiri golongan 1 dan golongan 2. Kedua golongan peserta BPJS mandiri ini seperti untuk menambal defisit yang diperkirakan Rp32,8 triliun pada tahun 2019.
(Baca Juga : Tak Mampu Bayar Iuran BPJS, Masyarakat Bisa Jadi PBI)
“Beban ini tentu saja menjadi tidak fair, katakanlah untuk golongan golongan 1 golongan 2 dengan kenaikan yang hampir dua kali lipat,” lanjut Tauhid.
Tauhid menuturkan bahwa kenaikan iuran BPJS dua kali lipat tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan masyarakat. Awal tahun 2020, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mengurangi kemampuan masyarakat untuk membeli kebutuhan konsumsi lainnya.
Mengingat iuran BPJS Kesehatan sifatnya wajib, masyarakat tidak punya pilihan. Apalagi bagi masyarakat yang sudah teregister bahkan dipotong dari gaji mereka.
(Baca Juga : Penyesuaian Iuran JKN-KIS Mulai Berlaku 1 Januari 2020)
“Jadi kenapa ini mengurangi daya beli jelas karena mereka harus mengalokasikan lebih tinggi dan otomatis yang tadinya untuk saving atau untuk belanja yang lain yang perlu menjadi berkurang,” imbuh Tauhid.
Bukan hanya BPJS Kesehatan, pada 2020 sebagian kelompok masyarakat dihadapkan pada kenaikan beban listrik dan proyeksi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Jadi kami khawatir tahun 2020 dengan beban masyarakat yang semakin tinggi maka daya beli semakin kurang dan justru memperlambat perekonomian kita secara nasional,” tandas Direktur Eksekutif INDEF ini.(b)