ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Madeyang (42) mengamati luar jendela mobil yang ditumpangi bersama kawan- kawan dari kampungnya, Sulawesi Tenggara (Sultra). Mobil yang dipesan lewat aplikasi online itu berusaha menembus kemacetan kota Jakarta, menuju kompleks DPR RI Senayan Jakarta Selatan.
Dalam hatinya tersimpan harapan besar terhadap pertemuan nanti. Ia akan bertemu dengan wakil rakyat, Anggota DPR RI dari Sultra, Hugua. Dan juga akan bertemu dengan dengan ketua Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih.
Madeyang adalah seorang guru Bahasa Indonesia di SMAN 1 Wundulako, Kabupaten Kolaka, dan saat ini menjabat sebagai Koordinator Wilayah (Korwil) PHK2I Sultra. Ia bersama lima rekannya Katinem (46), Laode Ali Sabara (36), Sahiruddin Anto (44), Rosmiyati (49) dan Normayunita (47) nekat ke ibukota untuk memperjuangkan nasibnya menjadi ANS. Belasan tahun mereka mengabdi kepada instansi pemerintah, namun kesejahteraan di hari tua tak kunjung jelas hingga saat ini.
Wacana revisi Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh DPR RI menjadi angin segar bagi para honorer K2. Hugua di beberapa kesempatan lewat media massa mengatakan bahwa revisi UU ASN menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Komisi II telah menumbuhkan banyak harapan para honorer K2. Bukan pertama kali bagi Madeyang memperjuangkan statusnya untuk menjadi PNS. Setiap seleksi atau persyaratan agar menjadi PNS, Madeyang beserta rekan honorer K2 selalu turut serta dan berupaya memenuhi.
Baca Juga : Tak Kunjung Diangkat PNS, Guru Honorer K2 Mengadu Ke Hugua
“Kalau tes sering, bahkan ketika saya belum mencapai umur 35 ada beberapa kali tes CPNS. Kami juga ikut tes pada tahun 2013, justru kami yang duluan mengabdi yang tidak lolos,” kata Madeyang beberapa waktu yang lalu di DPR Senayan, Jakarta Selatan.
Madeyang sendiri telah mengabdi sebagai guru Bahasa Indonesia selama 15 tahun. Honor yang ia peroleh hanya Rp 10 ribu per jam. Bahkan saat awal mengajar ia pernah menerima upah sebesar Rp2.500 sejam. Bukannya tidak bersyukur, hanya saja ia meminta keadilan kepada pemerintah yang telah berjanji menjamin kesejahteran honorer K2.
Setali tiga uang dengan Madeyang, Katinem guru SMAN 6 Kota Kendari mendapat upah Rp15ribu per jam mengajar. Rosmiyati, honorer K2 di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kabupaten Muna mendapat honor Rp325 ribu setiap bulan dibayarkan per tiga bulan, serta Normayunita honorer di Dinas Perikanan dan kelautan mendapat honor Rp300 ribu sebulan, dibayarkan setiap tiga bulan.
Barangkali Laode Ali Sabara selaku honorer di Dinas Kesehatan lebih tinggi honornya dari teman-temannya yakni sebesar Rp350ribu/bulan. Tapi sudah beberapa bulan gajinya belum dibayarkan. Sedangkan Sahirudin Anto, honorer di Kecamatan, Kabupaten Buton harus puas dengan honor Rp75 ribu per bulan.
“Di kecamatan honornya satu bulan itu Rp75ribu, tapi Alhamdulillah masih bisa hidup sampai sekarang. Artinya karena keikhlasan, jadi keikhlasan yang membuat kita hidup,” ungkap
Sahiruddin.
Keenam honorer K2 asal Sultra ini tergolong nekat datang ke Jakarta. Demi menemui Hugua untuk mendorong DPR dan Pemerintah merevisi UU ASN dan mengakomodir kepentingan honorer K2. Gadai emas dan BPKB motor menjadi jalan bagi rombongan Madeyang untuk membeli tiket pesawat ke Jakarta. Perkara rencana pulang menggunakan kapal laut, hal itu dipikir belakangan.
Madeyang menegaskan, pihaknya bersama honorer K2 se-Sultra mendukung penuh upaya Titi Purwaningsih selaku ketua PHK2I untuk memperjuangkan payung hukum honorer K2 untuk menjadi ASN.
PHK2 Menggugat
Titi Purwaningsih, seorang guru honorer dari Banjarnegara Jawa Tengah sampai di Gedung Nusantara I DPR RI ditemani oleh Nurbaety selaku bendaharanya PHK2I. Sebenarnya Titi sudah hampir putus asa memperjuangkan nasib honorer di parlemen. Bukan pertama kalinya Titi mengadu kepada wakil rakyat di gedung DPR. Namun karena desakan dan dorongan kawan-kawan senasib, Titi pun mau menghadap Hugua yang merupakan anggota Komisi II DPR RI.
Titi bersama rombongan Madenyang dari Sultra memaparkan tujuannya. Ia menuturkan bahwa PHK2I berdiri sejak 15 Mei 2014. Peraturan Presiden (PP) nomor 56 tahun 2012 tentang honorer harus melaksanakan tes. Semua honorer K2 mengikuti tes pada 3 November 2013 dan para anggota PHK2I ini dinyatakan tidak lolos.
Tes semua honerer seluruh Indonesia berjumlah lebih dari 600 ribu tenaga honorer yang notabene sudah bekerja sejak tahun 2005 dan sudah berdatabase Badan Kepegawaian Negara (BKN). Honorer K2 ini terdiri dari berbagai macam instansi seperti instansi pendidikan, kesehatan dan juga teknis lainnya.
“Kami para honorer K2 dinyatakan tidak lulus berdasarkan PP 56 tahun 2012, dan pada saat yang sama PP itu sudah habis karena disahkanya UU ASN nomor 5 tahun 2014. Inilah hasilnya kami berburu dengan waktu berburu dengan usia, terus berjuang tapi sampai detik ini belum mendapat hasil maksimal,” kata Titi saat menghadap Hugua.
Tahun 2018, pemerintah membuka seleksi CPNS 2018 untuk honorer K2. Dari sekitar 439 ribu honorer yang ada, telah diangkat PNS sebanyak kurang lebih 9 ribu orang. Tahun ini pemerintah juga kembali membuka penerimaan PNS dengan berbagai kategori termasuk K2. Namun demikian, Titi dan honorer K2 lainnya tak berharap banyak lantaran persyaratan CPNS terbentur batasan usia maksimal 35 tahun.
“Kita terkikis usia karena pengabdian, bukan kami bermain. Kenapa kami memburu ini semua sebuah payung hukum, karena kami butuh sebuah kejelasan status yang jelas dan juga kelayakan hidup,” lanjut Titi.
Tanpa sadar suaranya meninggi, Madeyang yang berada disampingnya mengelus-elus punggung Titi, mengisyaratkan untuk sabar.
Titi sendiri mengajar di salah satu SMA di Banjarnegara dengan mendapat upah Rp150 ribu per bulan yang dibayar dari sisa dana BOS. Jika dana BOS telah habis, maka Titi tidak dibayar atas pengabdiannya mengajar. Penyelesaian tenaga honorer K2 yang Titi inginkan yakni bagi honorer K2 berdatabase BKN secara otomatis menjadi PNS.
Ketua PHK2I ini juga membantah ketidakkompetenan dirinya dan rekan-rekan honorer lainnya yang dinyatakan tidak lulus. Dibenarkan oleh Nurbaety, Titi mengatakan ada kejanggalan saat tes seleksi pada tahun 2013, dimana tidak ada hasil nilai keluar melainkan hanya nama dan nomor tes. Lebih aneh lagi peserta yang diloloskan adalah peserta yang bernomor tes kelipatan 9 seperti 9,18,27 dan seterusnya.
“Yang hamil tidak ikut tes, lulus. Yang gila di Purworejo lulus, karena kelipatan 9. Ini fakta, makanya kami menggugat. Kami mengejar keadilan, kami mengejar kebijakan,” tandasnya.
Revisi UU ASN Masuk Prolegnas
Anggota DPR RI asal Sultra Hugua menerima dengan terbuka aspirasi honorer K2 baik yang lulus maupun tidak lulus. Sebelum Titi dan Madenyang, Hugua menerima keluhan honorer DKI yang telah lulus CPNS namun tak juga diangkat menjadi PNS. Seleksi CPNS tahun 2019 ini membuat tenaga honorer kembali bergeliat. Mereka sadar ini waktu yang tepat untuk memperjuangkan kembali. Sebab bisa dipastikan setelah penerimaan CPNS ini, pemerintah akan melakukan moratorium terhadap penerimaan PNS.
Hugua menuturkan bahwa revisi UU ASN telah masuk ke dalam Prolegnas yang akan dibahas pada 2020 mendatang. Ia menegaskan upaya dirinya dalam memperjuangkan nasib tenaga honorer K2 telah mendapatkan restu dari Fraksi PDIP. Olehnya itu, Hugua dipercayakan untuk berada di kelompok kerja (Pokja) kepegawaian atau ASN, yang nantinya akan melakukan revisi UU ASN.
“Revisi UU ASN ini menjadi prioritas dan sudah masuk dalam Prolegnas DPR RI melalui Komisi II. Salah satu poin yang harus direvisi adalah bagaimana UU ini bisa mengakomodir pengangkatan para honorer K2, dengan penekanan mereka ini bisa diangkat tanpa harus mengikuti proses tes lagi,” tegas Hugua.
Selain Hugua, anggota DPR RI asal Sultra lainnya yakni Imran juga menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan nasib tenaga honorer K2. Imran menuturkan bahwa rata-rata honorer K2 telah mengabdi cukup lama dengan menerima upah yang tidak sebanding dengan pengabdiannya.
“Kalau revisi UU ASN dilakukan, jangan sampai merugikan tenaga honorer K2. Kasihan mereka sudah mengabdi belasan tahun,” kata Imran saat dikonfirmasi, Jumat (6/12/2019).
Politisi Gerindra ini menyatakan pasti ada jalan keluar untuk permasalahan honorer K2 melalui revisi UU ASN. Baik Hugua maupun Imran akan berjuang untuk mengabulkan tuntutan honorer K2 ini. (A/SF)
Reporter : Rizki Arifiani
Editor : Kiki