ZONASULTRA.COM, BAUBAU – Selama satu dekade terakhir temuan kerugian negara pada Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) sudah mencapai miliaran rupiah. Temuan itu belum sepenuhnya terselesaikan alias pulih.
Temuan kerugian negara di Kota Baubau sejak 2005-2018 yakni dari inspektorat ada 195 jenis temuan yang belum ditindaklanjuti di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Sedangkan temuan BPK masih terdapat 16,5 persen dari sekitar 900 jenis temuan yang belum terselesaikan.
Hal ini diakui oleh Wakil Wali Kota Baubau La Ode Ahmad Monianse. Ia mengatakan pihaknya terus berupaya menuntaskan masalah temuan tersebut. Namun menurutnya temuan bukan soal kerugian negara saja, tapi ada juga kesalahan administratif.
“Alhamdulillah, dari kurang lebih 900 rekomendasi BPK, sekitar 800 lebih yang sudah dapat diselesaikan. Temuan itu ada yang sifatnya administrasi dan pengembalian uang,” kata Monianse dikonfirmasi di Kantor Wali Kota Baubau, Jumat (27/12/2019).
Tahun ini, ungkap dia, ada Rp1 miliar lebih kerugian keuangan yang sudah dikembalikan ke kas daerah. Pengembalian itu ditindaklanjuti oleh Inspektorat Kota Baubau.
Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Baubau ini juga meminta inspektorat agar berfungsi sebagai pendamping yang proaktif melakukan pemeriksaan rutin di OPD. Agar deteksi dini potensi penyimpangan dapat diminimalisir.
“Kalau ada hal-hal yang misalnya tidak sesuai prosedur, bisa diingatkan lebih awal. Untuk menangkal potensi penyimpangan ini, kami juga meminta OPD agar rutin memberi laporan pencapaian kinerja triwulan” tambahnya.
Kepala Inspektorat Baubau, La Ode Abdul Hambali menguraikan, temuan kerugian yang ada di Kota Baubau meliputi pengadaan aset dan kelalaian pihak ketiga dalam menuntaskan pekerjaan proyek di pemerintahan.
Namun Abdul Hambali tidak begitu ingat jumlah pihak ketiga atau kontraktor pelaksana proyek yang direkomendasikan mengembalikan uang ke kas daerah. Begitu pun nilai uang yang belum dikembalikan mencapai miliaran rupiah.
“Kalau akumulasi dari 2005 sampai dengan hari ini ada puluhan kontraktor yang bermasalah. Kesalahannya itu antara lain dulu ada kelebihan pembayaran atau kekurangan volume pekerjaan,” ujarnya.
Ia mengakui, bedasarkan peraturan, pengembalian uang itu ditindaklanjuti paling lambat 60 hari sejak direkomendasikan.
Sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), pihaknya berencana menyurati perusahaan-perusahaan penyedia jasa itu untuk menyelesaikan pengembalian uang. Namun surat tersebut baru sebatas kepada kontraktor-kontraktor yang masih diketahui alamatnya.
“Karena ada perusahaan-perusahaan itu yang sudah kita tidak tahu lagi domisilinya. Malah ada satu perusahaan itu dulu domisilinya di Kendari, kita sudah tidak tahu alamatnya,” terangnya.
Pihaknya berharap kontraktor yang masih memiliki tunggakan itu untuk kooperatif mengembalikan kerugian daerah. “Karena kalau tidak bisa lagi, bisa jadi persoalan ini akan dibawa ke ranah hukum,” ujarnya. (b)
Kontributor: Risno Mawandili
Editor: Jumriati