Tapal Batas Baubau-Busel Masih Berpolemik

Kasi Pelaksanaan Penataan Ruang Dinas PUPR Kota Baubau Muhammad Yusran Ahmad
Muhammad Yusran Ahmad

ZONASULTRA.COM,BAUBAU – Tapal batas wilayah Kota Baubau dengan kabupaten Buton Selatan (Busel) masih menjadi perdebatan publik. Dua wilayah di Sulawesi Tenggara (Sultra) ini saling klaim. Kota Baubau berdasar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Busel berdalih lewat Undang-Undang pemekarannya sebagai daerah otonomi baru.

Dua daerah itu sama-sama mengklaim kawasan hutan pinus Samparona, Kecamatan Sura Wolio di dalam kota Baubau sebagai kepunyaanya. Sementara dalam RTRW Kota Baubau menyebutkan, arah selatan sekira 2 kilo meter dari badan jalan poros Baubau-Pasarwajo merupakan kawasan pemukiman warganya. Undang-Undang nomor 16 tahun 2014 menyebut; wilayah Baubau cuma 750 meter dari bibir jalan, sisanya kepunyaan Busel.

Menurut Kasi Pelaksanaan Penataan Ruang Dinas PUPR Kota Baubau Muhammad Yusran Ahmad, kejelasan tapal batas ini sangat penting, mengingat suara masyarakat yang menginginkan pemekaran Provinsi Kepulauan Buton. Sehingga harus ada titik temu antara dua daerah itu.

“Syarat penentu pemekaran Provinsi Kepulauan Buton itu yang paling penting adalah tapal batas wilayah antara kabupaten dan kota di dalamnya,” terang dia saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (7/1/2020).

Yusran yang merupakan anggota tim penggagas tapal batas Kota Baubau mengungkapkan, pihaknya bersama dengan pemerintah Busel telah enam kali melakukan pertemuan, sejak 2015 hingga 2019, untuk membahas hal ini. Terakhir pertemuan, keduanya bersepakat mengikuti anjuran pada RTRW Kota Baubau, dengan syarat meninjau ulang kondisi lapangan untuk melakukan pengukuran.

Hanya saja, lanjut Yusran, tiba hari H peninjauan, sekira pertengahan 2019, keputusan Pemerintah Daerah (Pemda) Busel berubah lagi. Padahal keputusan itu, aku Yusran, disaksikan pihak Provinsi Sultra. Pemda Busel memutuskan untuk tidak ikut melakukan peninjauan lapangan tapal batas yang dihadiri pemerintah provisi itu.

“Tiba-tiba saja Busel tidak mau lagi saat kita akan melakukan penegasan di lapangan hasil kesepakatan. Alasannya, mereka tidak menyangka petanya sebesar itu. Istilahnya, Baubau sama Busel ini sudah deadlock walaupun awalnya ada kesepakatan bahwa yang diakui Perda RTRW Baubau,” ungkap Yusran.

Pihak Yusran sangat meyakini Samparona masuk wilayah Kota Baubau. Terlebih di sisi lain, Pemkot Baubau sudah banyak sekali memasukkan investasi di kawasan itu seperti jalan-jalan usaha tani dan bangunan spot-spot wisata.

Mesi begitu, Yusran mengakui, saat pembentukan Busel sebagai daerah otonomi baru (DOB), ada sedikit kekeliruan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau. Dimana, saat Wali Kota Baubau, AS Tamrin menandatangani berkas untuk terbentuknya Busel sebagai DOB, lalai memperhatikan tapal batas yang ditentukan.

“Waktu mendatangani berkas Busel (untuk mekar sebagai DOB) itu situasinya buru-buru, jadi tapal batas yang ditentukan dalam berkas itu tidak diperhatikan lagi,” urai Yusran.

Boleh dikata Yusran menyerah dalam penentuan tapal batas kedua wilaya tersebut. Dia cuma pasrah, menyerahkan sepenuhnya pada Pemerintah Provinsi Sultra. Tegas dia, demi terbentuknya Provinsi Kepulauan Buton, maka tapal batas harus jelas, begitupun antara Kota Baubau dan Busel.

“Setahu saya kalau deadlock (buntu) antara dua wilayah begini, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang ambil alih. Sebenarnya ini juga butuh kebijaksanaan antara dua kepala daerah,” ujarnya. (B)

 


Kontributor : Risno Mawandili
Editor: Abd Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini