Kisah Sodli Dipenjara Karena Berita

SODLI - Seorang wartawan di Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Mohammad Sadli Saleh (33), dijebloskan ke penjara karena mengkritik pemerintah setempat melalui tulisan yang diterbitkan di media online Liputanpersada.com (Foto : istimewa)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Seorang wartawan di Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Mohammad Sadli Saleh (33), dijebloskan ke penjara karena mengkritik pemerintah setempat melalui tulisan yang diterbitkan di media online Liputanpersada.com.

Minggu (19/2/2020) terhitung 55 hari sudah Sadli meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Baubau, Sultra. Di hari ini juga masyarakat pers dan Pemerintah Provinsi Sultra khususnya Bupati Buteng Samahuddin ikut merayakan Hari Pers Nasional (HPN) ke 74 tahun di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Sadli dilaporkan Bupati Samahudin, ke Polres Baubau dengan sangkaan pelanggaran undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE). Hingga kini Sadli telah tiga kali menjalani proses sidang di Pengadilan Negeri Buton.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari Zainal A. Ishak mengecam tindakan Pemda Buteng tersebut. Menurutnya, pelaporan terhadap Sadli bertentangan dengan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Juga mengabaikan Nota Kesepahaman (MoU) antara Polri dan Dewan Pers.

(Baca Juga : Kritik Bupati Buteng Berujung Pidana Jurnalis Sodli Saleh)

Zainal menguraikan, bahwa dalam undang-undang Pers nomor 40 Tahun 1999 pada BAB V Dewan Pers Pasal 15 ayat 2 poin d, Dewan Pers melaksanakan fungsi memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengadian masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

Kisah Sodli Dipenjara Karena Berita“Dengan artian, harusnya Bupati Buton Tengah melaporkan sengketa pers ini ke Dewan Pers sebagai pihak yang menilai karya jurnalistik Sadli,” tegas Zainal dalam rilis AJI Kendari, Minggu (9/2/2020).

Ia menegaskan, ini juga dikuatkan dalam MoU antara Dewan Pers dan Mabes Polri. Pada BAB III bagian kedua tentang koordinasi di bidang perlindungan kemerdekaan pers pasal 4 poin 2. Bahwa apabila Polri menerima pengaduan dugaan perselisihan atau sengketa termasuk surat pembaca.

Atau opini/kolom, antara wartawan/media dengan masyarakat, polisi mengarahkan yang berselisih atau pengadu melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Dewan Pers maupun proses perdata.

“Dalam kasus yang menimpa Sadli, tidak melewati tahapan yang dimaksud, dimana penggunaan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke pihak polisi maupun proses perdata, tidak dilakukan oleh pihak pelapor dalam hal ini Bupati Buton Tengah Samahuddin,” katanya.

Kemudian, tutur Zainal, pelaporan terhadap Sadli oleh Bupati Buteng bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 31/PUU-XIII/2015 tahun 2015 tentang Yudisial Review pasal 319.

Kisah Sodli Dipenjara Karena BeritaBahwa, lanjutnya penghinaan terhadap pejabat negara dihapus, maka kedudukan pejabat negara setara dengan masyarakat, dimana pasal tentang penghinaan pejabat negara adalah delik aduan.

“Dengan demikian, apabila ada pejabat negara merasa dihina harus melaporkan sendiri secara pribadi atau dikuasakan kepada penasehat hukumnya, tentunya dengan biaya pribadi,” tandas Zainal.

Untuk itu, AJI Kendari mendesak penegak hukum segera menghadirkan Bupati Buteng, Samahudin, ke pengadilan. Kemudian meminta Bupati Buteng menghormati undang-undang pers dan penegak hukum.
Selain itu, juga AJI meninta sengketa jurnalistik, penegak hukum menggunakan UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Kami meminta para wakil rakyat untuk menghapus pasal karet dalam UU ITE. Selanjutnya, meminta Polda Sultra untuk mensosialisasikan MoU Dewan Pers dan Mabes Polri ke jajaran di bawahnya,” jelasnya.

Ketua Advokasi AJI Kendari Pandi Sartiman mengimbau kepada para jurnalis agar dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik, wajib mematuhi ketentutan dalam undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan taat pada Kode Etik Jurnalis.

Kritik Sadli kepada pemerintah Buteng kata Pandi, bukan hanya memenjarakan dirinya. Istri Sadli, Siti Marfuah (34), juga ikut merasakan imbasnya. Setelah tulisan yang dipersoalkan itu terbit, ia pernah dipanggil oleh Sekretaris DPRD Buton Tengah.

Marfuah, kata Jurnalis CNN Indonesia ini, diminta mengingatkan suaminya untuk berhenti memberitakan masalah simpang lima Labungkari. Sadli bergeming. Tanpa alasan yang jelas, pada September 2019, Marfuah dicoret sebagai penerima honor di Sekretariat DPRD Buton Tengah.

“Honor Rp 680 ribu berdasarkan SK Bupati Buton Tengah akhirnya disetop. Pengabdiannya sebagai tenaga honorer sejak 2015 berakhir. Istri Sadli, tidak ada kaitannya dengan tulisan Sadli sehingga tidak ada alasan untuk memecatnya sebagai tenaga honorer di sekretariat DPRD Buton Tengah,” kesal Pandi.

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor Rosnia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini