ZONASULTRA.COM, KENDARI – Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulawesi Tenggara Hidayatullah meminta Presiden segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 ditunda menyusul pandemi virus Corona atau Covid-19 yang terus meluas di beberapa daerah di Indonesia.
“KPU RI telah menunda tiga tahapan Pilkada 2020 sampai batas waktu yang tidak ditentukan seperti tertuang dalam Keputusan Nomor: 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 dan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 yakni pelantikan panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi bakal calon perseorangan dan rekrutmen petugas pemuktahiran data pemilih (PPDP), dan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Tetapi dengan melihat perkembangan wabah Corona yang dapat melampaui hari pemungutan suara 23 September 2020, padahal waktu September 2020 ditentukan dalam UU 10/2016, maka bentuk hukumnya selain revisi UU Pilkada melalui DPR atau dalam kegentingan memaksa Presiden diminta segera dapat mengeluarkan Perppu Pilkada 2020,” kata Dayat sapaan akrab Hidayatullah melalui pers rilisnya kepada zonasultra.id, Minggu (29/3/2020).
Kata Dayat skala prioritas saat ini adalah penanganan Covid-19, sehingga kebijakan tunda total tahapan Pilkada 2020 adalah suatu keharusan. Olehnya itu hindari perdebatan politis karena setiap orang saat ini sedang berjuang untuk kemanusiaan. Termasuk siapapun yang memegang kekuasaan harus menyadari bahwa kekuasaan itu untuk kemanusiaan. Tak ada pelanggaran hukum atas tindakan ini, sebab hukum tertinggi adalah untuk melindungi manusia.
“Maka atas nama kemanusiaan Pilkada 2020 harus ditunda. Agar fokus kebijakan pemerintah maupun pemda termasuk anggaran digunakan untuk kepentingan penanganan cegah Covid-19. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri mencatat, total anggaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 yang berlangsung di 270 daerah, ditaksir mencapai Rp15 triliun sudah termasuk anggaran keamanan,” ujarnya.
Khusus di Sultra kata dia, ada 7 kabupaten yang menyelenggarakan Pilkada dan anggarannya mencapai Rp300 Miliar lebih. Itu belum termasuk anggaran keamanan. Dikatakan, anggaran ini dapat dialihkan untuk penanganan COVID-19 masing-masing di daerah.
(Baca Juga : KPU RI Tunda Tahapan Pilkada karena Corona)
Hal ini untuk mengatasi kekurangan anggaran belanja alat-alat medis, alat pelindung diri (APD), biaya para petugas di lapangan, dan yang terpenting untuk belanja kebutuhan pasokan logistik untuk disalurkan kepada masyarakat miskin yang saat ini patuh dengan anjuran pemerintah berada di rumah dan mereka sudah tidak maksimal bekerja. Bahkan pula dapat membantu stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha yang tutup akibat dampak kebijakan cegah COVID-19.
Dayat mengatakan, selain anggaran, pertimbangan lain Pilkada 2020 mendesak ditunda karena implikasinya serius. Pastinya yang lumrah terjadi adalah yang kalah tidak akan mengakui kalah. Yang lebih krusial adalah pertaruhan kualitas dan legitimasi hasil Pilkada 2020. Lagi pula sekarang KPU dan Bawaslu kerja di kantor sudah pakai shif. Bekerja full time saja tak maksimal apalagi bekerja shif, lalu pemilih tak boleh berkumpul dan bersosialisasi.
Sosialisasi melalui media daring memiliki akses terbatas hanya untuk pemilih yang melek teknologi. Dan berdasarkan sikap BNPB yang menetapkan status keadaan darurat wabah penyakit akibat COVID-19 selama 90 hari terhitung dari Februari sampai Mei, belum recorvery, dan pemulihan sana-sini. Lalu bagaimana kalau meleset ternyata di atas 90 hari dari prediksi BNPB. Untuk itu dibutuhkan kecekatan, kecermatan dan naluri kemanusiaan KPU dan Bawaslu sesuai asas kepentingan umum agar segera mengajukan usul kepada Presiden dan DPR untuk penundaan Pilkada total seluruh tahapan yang tersisa.
Hal ini disebabkan karena telah didahului beberapa tahapan krusial telah ditunda dan tahapan ini berimplikasi timbulnya problematika-problematika dan akan mempenagruhi secara otomatis beberapa tahapan krusial lainnya. Tahapan krusial itu antara lain tahapan pemutahiran data pemilih, pencalonan, kampanye, serta pemungutan dan penghitungan suara. Dampak lain ketika timbul persoalan-persoalan tersebut bukan saja berimbas pada persoalan hukum semata. Tapi juga membawa implikasi kepada etika penyelenggara pemilu.
“Maka menunda total Pilkada 2020 juga bagian dari empati dan etika kemanusiaan dalam situasi keprihatinan dunia maupun darurat nasional. Termaksud juga untuk keselamatan penyelenggara pemilu itu sendiri,” tuturnya.
Dayat menuturkan penundaan Pilkada 2020 akan sangat bermanfaat dan akan membantu pemerintahan daerah di Sultra khususnya di tujuh kabupaten yang menyelenggarakan Pilkada. Di mana terdapat anggaran Pilkada di tujuh kabupaten tersebut sebesar Rp314,1 miliar, baik untuk KPU maupun Bawaslu. Belum termasuk anggaran di kepolisian sebagai pengamanan pilkada.
Anggaran Pilkada tersebut dapat dialihkan karena Presiden telah menerbitkan Inpres 4 tahun 2020 tentang refocussing kegiatan, realokasi anggaran, serta PBJ dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 diterbitkan pada tanggal 20 Maret 2020 dan mulai berlaku sejak diterbitkan. Instruksi Presiden ini untuk melawan semakin meluasnya penyebaran virus Corona. (b)
Untuk diketahui, berikut rincian dana Pilkada yang telah ditandatangani NPHD oleh tujuh KPU dan Bawaslu kabupaten se-Sultra.
1. KPU Buton Utara Rp25,3 miliar.
2. KPU Konawe Kepulauan Rp23,6 miliar.
3. KPU Konawe Selatan Rp45,8 miliar.
4. KPU Kolaka Timur Rp31,1 miliar.
5. KPU Konawe Utara Rp36,8 miliar.
6. KPU Muna Rp37,2 miliar, dan
7. KPU Wakatobi Rp28 miliar.
Sedangkan anggaran Bawaslu untuk Pilkada 7 (tujuh) daerah disetujui Rp86,3 miliar dengan rincian;
1. Bawaslu Kolaka Timur Rp11,5 miliar.
2. Bawaslu Muna Rp14,8 miliar.
3. Bawaslu Konawe Selatan Rp17,9 miliar.
4. Bawaslu Buton Utara Rp10,3 miliar.
5. Bawaslu Konawe Kepulauan Rp7,6 miliar.
6. Bawaslu Wakatobi Rp10,5 miliar, dan
7. Bawaslu Konawe Utara Rp13,4 miliar.