ZONASULTRA.COM, KENDARI – Sebanyak 483 pekerja lokal di PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terhimpun dalam Solidaritas Wawonii untuk PT GKP menuntut kepada PT Harita Group agar Direktur Operasional PT GKP Bambang Murtiyoso dicopot dari jabatannya.
Mereka juga meminta agar Menejer Eksternal PT GKP Chandra juga diperlukan sama seperti Bambang Murtiyoso. Hal itu diungkapkan oleh Presidium Solidaritas Wawonii untuk PT GKP Irpan Rende saat ditemui di Kendari, Kamis (2/4/2020).
Menurut Irpan, tindakan PHK yang dilakukan oleh Bambang terkesan diskriminatif dan tebang pilih. Lantaran 23 pekerja nonlokal alias bukan warga Wawonii belum di-PHK. Itulah yang memicu kemarahan ratusan mantan karyawan PT GKP ini.
“Alasannya karena sudah berakhir masa kontrak, padahal kontrak tidak pernah kami tanda tangani. Jadi indikator PHK ini tidak jelas. Kami lihat ini ada diskriminasi dan membahayakan,” tegas Irpan Rende.
Desakan itu, lanjut Irpan, tak kunjung diaminkan oleh Bambang. Pada 31 Maret 2020 hanya 483 pekerja lokal yang di-PHK. Namun, 23 pekera nonlokal tetap menjadi karyawan meski perusahaan sudah tidak beroperasi. Akhirnya, mereka pun menutup kantor perwakilan PT GKP di Kota Kendari dan Site Roko-roko, Rabu (1/4/2020).
“Kantor ini kami tutup sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Ketika Bambang dan Chandra sudah diganti maka besok pun spanduk ini akan kami turunkan. Kami meminta kepada PT Harita agar tuntutan kami segera dilakukan,” ucap Irpan.
(Baca Juga : Polda Sultra Segel 22 Alat Berat Perusahaan Tambang di Konut)
Selain itu, ratusan mantan karyawan yang telah dirumahkan ini juga menuntut sisa honor dan pesangon mereka agar dibayar paling lambat pekan depan oleh pihak perusahaan. Pihaknya mengultimatum, jika PT Harita tak merespon tuntutan mereka maka akan muncul penolakan yang lebih besar kepada perusahaan untuk menambang di Wawonii.
Lebih jauh, Irpan menuturkan, bahwa eks karyawan selama ini sudah tidak nyaman bekerja di bawah kepemimpinan Bambang Murtiyoso. Sebab, komitmen kepada warga yang menuntut ganti rugi tanam tumbuh tidak juga dilakukan.
Sikap itu, menciptakan peta konflik antara pekerja dan masyarakat Wawonii. Karena, tutur dia, pekerja jadi bulan-bulanan warga yang terus menagih ganti rugi yang terus dijanjikan oleh Bambang.
“Tiga warga yang menolak diganti rugi lahannya yakni Amin, La Baa dan Wa Ana itu tidak bisa diselesaikan oleh Bambang, padahal kalau mediasinya melibatkan kami, pasti bisa diselesaikan. Tapi Bambang ini ingin bekerja sendiri. Akibatnya buntu dan perusahaan tidak bisa berproduksi sampai sekarang,” tukas dia.
Dikonfirmasi melalui WhatsApp, Kamis (2/4/2020), Bambang Murtiyoso menolak untuk berkomentar. Bahkan dirinya meminta informasi itu cukup menjadi konsumsi pribadi awak media. (b)