Pendaftaran Cakada Mulai September: Calon Petahana Cuti, ASN Wajib Mundur

La Ode Abdul Natsir
La Ode Abdul Natsir

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak kembali dilanjutkan pada 15 Juni 2020 kemarin. Sebelumnya tahapan sempat ditunda dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 mengenai penundaan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 akibat pandemi Covid-19.

Untuk tahapan pendaftaran pasangan calon kepala daerah (Cakada) di tujuh wilayah di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang hendak menggelar Pilkada dijadwalkan mulai awal September 2020.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra La Ode Abdul Natsir mengatakan, bagi mereka yang berniat maju tapi diwajibkan mengundurkan diri dari jabatannya saat ini oleh undang-undang, KPU telah menyiapkan ketentuan administrasi terkait hal tersebut.

“Saat pendaftaran itu ada yang namanya syarat calon. Nah, khusus TNI/POlri, ASN termasuk anggota DPR/DPD/DPRD hingga kepala daerah yang hendak mencalonkan diri ke daerah berbeda, ada beberapa ketentuan administrai yang dokumennya wajib mereka penuhi,” kata La Ode Abdul Natsir kepada zonasultra.id, Rabu (17/6/2020).

Pria yang akrab disapa Ojo ini merinci, bagi mereka yang berstatus sebagai anggota TNI/Polri, ASN dan lurah/kepala desa atau sebutan lainnya, wajib menyatakan secara tertulis pengunduran diri ketika ditetapkan sebagai calon. Kelengkapan dari pernyataan itu adalah, mengisi formulir model BB.1 KWK yang disiapkan KPU, bukti pengajuan surat pengunduran diri, tanda terima dari pejabat yang berwenang atas pengajuan surat mundur.

Termasuk pernyataan berhenti atau mundur sedang diproses oleh pejabat yang berwenang. Surat keterangan bahwa pengunduran diri sedang diproses oleh pejabat yang berwenang, yang disampaikan kepada KPU provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP kabupaten/kota paling lambat lima hari sejak ditetapkan sebagai calon.

Kata dia, pasangan calon juga menyampaikan salinan surat pernyataan kepada Bawaslu provinsi atau Bawaslu kabupaten/kota, dan menyerahkan keputusan pemberhentian dari pejabat yang berwenang kepada KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.

“Semua harus dipenuhi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara, atau sekira awal November 2020,” ujarnya.

Lanjutnya, selain TNI/Polri dan ASN, kewajiban berhenti dari jabatan juga dibebankan pada calon yang berstatus sebagai anggota DPR/DPD dan DPRD. Mundur juga wajib bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota yang mencalonkan diri di daerah lain. Selain itu, berhenti dari jabatan juga diwajibkan bagi penjabat gubernur, penjabat bupati, atau penjabat walikota, pejabat atau pegawai pada BUMN atau BUMD, dan kepala desa atau perangkat desa.

“Mereka semua harus menyampaikan surat pengajuan pemberhentiannya dari jabatan-jabatan itu ketika mendaftarkan diri, dan keputusan pemberhentian minimal 30 hari sebelum pemungutan suara,” katanya.

Khusus bagi kandidat yang menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota yang mencalonkan diri di daerah yang sama hanya diwajiban untuk cuti selama masa kampanye, yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis bersedia cuti di luar tanggungan negara.

Begitupun dengan penyelenggara Pemilu, misalnya bila hendak maju sebagai calon kepala daerah, maka mereka harus berhenti sebagai anggota KPU dari pusat sampai di daerah. Bedanya, mereka harus mundur sebelum pembentukan PPK dan PPS, pemenuhan syaratnya berupa surat pernyataan formulir model BB.1 KWK, dilengkapi keputusan pemberhentian dari pejabat berwenang bagi calon yang berstatus sebagai anggota KPU dan atau Bawaslu.

 


Kontributor: Ramadhan Hafid
Editor : Rosnia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini