Kedatangan 500 TKA: Apa yang Sedang Kita Tolak

Andi Syahrir
Andi Syahrir

Tulisan ini diawali dengan kesepakatan umum yang diterima publik. Bahwa investasi asing diterima secara terbuka di Sultra. Termasuk investasi PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), sebuah perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal Cina. Dengan total nilai investasi mencapai Rp 42 triliun. Bergandengan tangan dengan perushaan lain bernama PT. Obsidian Stainless Steel (OSS).

Sejak tenaga kerja asing (TKA)-nya berangsur berdatangan ke Sultra, tidak sedikit suara-suara penolakan dari publik yang muncul. Dengan berbagai alasan. Teranyar, adalah rencana kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal Cina yang akan bekerja di Sulawesi Tenggara (Sultra). Kita membahas yang ini.

Apa yang sedang kita tolak? Mari kita identifikasi. Pertama, kedatangannya di saat wabah Covid-19. Dikhawatirkan membawa virus karena mereka dari Cina, sumber pertama Corona. Kenyataannya, jangankan orang Cina, warga dari kabupaten tetangga pun kita sudah khawatir membawa virus itu.

Lantas, mengapa April lalu kedatangan mereka ditolak, sekarang sudah tidak lagi? Kala itu, kita sedang panik-paniknya dengan wabah itu. Suasana kebatinan kita sedang tidak siap. Kini, perasaan panik kita berangsur berkurang. Kita menjadi biasa.

Kita memasuki new normal dengan segala standar dan prosedurnya. Kita sudah menerima itu. Tidak banyak pilihan yang tersedia. Berkurung terus di rumah? Tidak mungkin. Life must go on.

Lihatlah sekarang, hampir sudah tidak ada bedanya aktifitas kita di luaran, baik sebelum maupun sesudah mewabahnya virus ini.

Yang kita lakukan adalah standar protokol kesehatan. Mau itu warga lokal ataupun asing harus diperiksa ketat. Sebab, bukan hanya kita yang takut mati karena Corona, TKA Cina itu juga. Pemerintah sudah menjamin pemeriksaan itu. Gubernur Sultra pun sudah menegaskannya bagi 500 TKA.

Kedua, mengapa pemerintah mengizinkan TKA tapi abai terhadap tenaga lokal kita yang menganggur?

Sesaat, kita menengok data. Ini rilis dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sultra.

Tenaga kerja lokal yang bekerja di bawah bendera PT. VDNI sebanyak 5.779, sedangkan TKA sebanyak 249 orang. Sedangkan tenaga kerja lokal yang berada di bawah PT. OSS sebanyak 5.448 orang, TKA sebanyak 460 orang. Jadi totalnya, tenaga kerja lokal yang ada di Morosi 11.227 dan TKA 709 orang.

Lalu, kedatangan 500 TKA ini juga akan membutuhkan pendampingan dari tenaga kerja lokal. Yang jika meminjam pernyataan gubernur dalam wawancara dengan Metro TV, semalam, setiap TKA akan didampingi lima orang tenaga kerja lokal.

Pada konteks yang lebih jauh lagi, regulasi tentang TKA itu seluruhnya diatur sejak dari undang-undang hingga peraturan menteri. Semua dari pusat.

UU Nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan, PP Nomor 20/2018 tentang penggunaan TKA, dan Permenaker Nomor 33/2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan.

Posisi Pemerintah Provinsi Sultra adalah wakil pemerintah pusat. Apa artinya? Apa yang menjadi kebijakan nasional maka provinsi ikut. Itu amanat undang-undang. Namun, ada peran gubernur selaku kepala daerah yang bertugas menjaga rakyatnya.

Nah, penolakan gubernur terkait rencana kedatangan pada April lalu itu bagian dari tugas kepala daerah mengamankan rakyatnya. Kenapa sekarang sudah setuju? Sudah dijelaskan di atas tadi.

Itulah sebabnya kenapa unsur Forkopimda lain seperti kepolisian segaris dengan gubernur. Bahwa Polda Sultra siap mengamankan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah.

Jika kemudian parlemen kita di provinsi punya sikap yang berbeda, sesungguhnya porsi besarnya bukan ditujukan pada gubernur. Tapi sebagai bentuk kritik pada pemerintah pusat agar lebih adil terhadap daerah. Jadi, agak keliru jika realitas itu kita reduksi seolah menjadi gubernur vs DPRD.

Apa yang dilakukan legislator di parlemen kita adalah sesuatu yang lebih mendasar. Bukan semata perihal menolak atau tidak menolak kedatangan 500 TKA itu.

Ketiga, bagaimana memastikan bahwa visa TKA itu benar-benar visa kerja (visa 312) bukan kunjungan (visa 211)? Kita kutip pernyataan pihak PT. VDNI lewat External Affair Manager-nya, Indrayanto.

“Mereka (TKA China) adalah tenaga ahli yang sudah mendapatkan RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) dari Kemenaker, persetujuan telex visa dari Dirjen Imigrasi, dan menggunakan visa 312 (kerja) bukan 211 (kunjungan) seperti yang dituduhkan,” ujar Indrayanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/6), seperti dilansir fajar.co.id di tanggal yang sama.

Seperti ditulis media itu, bahwa 500 TKA Cina yang akan didatangkan secara bertahap adalah tenaga kerja kontraktor yang bertugas untuk memasang alat untuk pengerjaan smelter nikel. Setelah itu, alat tersebut akan dioperasikan oleh tenaga kerja Indonesia yang sebelumnya sudah disekolahkan ke Cina.

“Kontraktor dari Cina ini punya skill tersendiri, mereka para ahli ini juga akan memberi petunjuk tentang bagaimana mengoperasikan dan bagaimana menghemat listrik. Putra-putri Indonesia belum ada pendidikan ke arah sana karena ini baru. Nantinya 500 TKA ini akan kembali setelah 3 bulan, paling lama 6 bulan sesudah selesai pemasangan alatnya,” jelas Indrayanto.

Nah, bagaimana memastikan bahwa itu benar-benar visa kerja bukan visa kunjungan? Yah, nanti kalau mereka sudah tiba baru kita periksa.***

 

Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan ALumni UHO & Pemerhati Sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini