ZONASULTRA.COM, TIRAWUTA – Pembahasan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) antara eksekutif dan legislatif di DPRD Koltim berlangsung sengit. Bahkan pembahasannya berujung pada insiden nyaris adu jotos dan aksi walkout.
Insiden nyaris adu jotos terjadi di tengah pembahasan pada Senin, 7 Juli 2020. Anggota dewan dari fraksi PAN Andi Musmal merasa keberatan dengan sikap Sekda Koltim, Eko Budiarto Santoso yang memukul meja seraya membentak salah seorang rekannya yang juga dari PAN, Risman Kadir.
Risman dibentak saat tengah menyampaikan hasil konsultasinya dengan Kasubag Biro Hukum dan Bappeda Sultra terkait Kawasan Nasional Rawa Tinondo yang diubah menjadi Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) dan dimasukkan dalam draft RTRW Koltim.
“‘Kau anak kecil apa juga kau tau kan kamu,'” Andi Musmal meniru ucapan Sekda Koltim saat itu.
Kata ‘anak kecil’ itu ternyata menjadi pemicu kegaduhan saat paripurna pembahasan RTRW. Secara spontanitas Andi Musmal langsung membalas memukul meja.
Suasana menjadi tak terkontrol, sampai-sampai nyaris terjadi adu jotos.
Pembahasan RTRW Koltim juga diwarnai dengan aksi walkout sembilan anggota DPRD Koltim dalam paripurna yang digelar Senin, 13 Juli 2020.
Kesembilan anggota dewan tersebut terdiri dari dua fraksi dan satu partai politik (dari fraksi gabungan Golkar dan Gerindra). Fraksi yang dimaksud yaitu Fraksi PAN dan PDIP. Sedangkan satu parpol yang keluar dari fraksi gabungan adalah Demokrat.
Menurut Andi Musmal, anggota dewan dari fraksi PAN, mengubah kawasan strategis nasional menjadi kawasan strategis kabupaten yang ada dalam Raperda RTRW bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 tahun 2017.
Peraturan ini merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
“Kami menolak bukan karena tidak pro pada rakyat atau memiliki kepentingan apa-apa, terlebih lagi politik. Semata-mata kami tidak mau menabrak aturan yang nantinya akan berdampak pada jalur hukum,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Risman Kadir. Anggota dewan asal PAN ini mengatakan, penetapan Perda RTRW terkesan sangat dipaksakan. Apalagi belum ada balasan jelas surat dari Kementerian ATR terkait pengalihan status Kawasan Strategis Nasional Rawa Tinondo menjadi Kawasan Strategis Kabupaten.
“Kami bukan menolak RTRW tapi jangan juga mengabaikan peraturan pemerintah yang berlaku. Seandainya ada surat dari Kementerian ATR maka kami juga setujui ditetapkannya RTRW. Ini tidak, belum ada balasan surat dari kementerian tentang status Kawasan Strategis Nasional Rawa Tinondo sudah paripurna penetapan. Pemda terlalu memaksakan diri dan terburu-buru agar RTRW segera diperdakan,” jelas Risman.
Ia melanjutkan, hal lain yang membuat mereka menolak yaitu pihak pemerintah tidak bisa merinci secara detail luas kawasan konservasi yang saat ini ada di Rawa Tinondo.
Meskipun sembilan anggota dewan ini walkout, namun Perda RTRW telah ditetapkan.
Sejak 2016 lalu, legislatif dan eksekutif sudah mulai membahas persoalan RTRW ini sesuai dengan izin substansi yang ada.
Beberapa di antara anggota dewan kala itu melihat keganjalan dalam draft dokumen RTRW yang disodorkan pemerintah daerah karena tidak sesuai dengan kondisi wilayah Koltim.
Seperti terdapat sebuah dermaga dan tempat lintasan rel kereta api di wilayah Koltim. Pemerintah juga dianggap tidak melibatkan DPRD dalam merumuskan RTRW itu sendiri.
Tarik ulurnya pembahasan RTRW ini pun berlangsung lama hingga izin substansi pembahasan kedaluwarsa. Hingga di akhir jabatan anggota dewan tahun 2019, perda RTRW tak kunjung jadi. Draft RTRW menggantung.
Tahun 2020, pembahasan RTRW kembali dilakukan. Dan ditetapkan Senin (13/7/2020). Hadir dalam paripurna itu, Kapolres Kolaka, Kajari Kolaka, dan Dandim Kolaka.
Kawasan Strategis Nasional Rawa Tinondo yang dulunya kaya dengan ekosistem dan habitat yang dilindungi nyaris tak ada lagi. Investasi PT Sari Asri Rejeki Indonesia (SARI) telah mengubah hal itu dengan lahan perkebunan kelapa sawit. (b)