ZONASULTRA.COM, KENDARI – Sidang pemeriksaan saksi dalam perkara penembakan mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Randi dengan mengajukan empat orang saksi. Namun, hanya tiga orang saksi yang hadir di aula Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari yakni A, IM dan ZH, Kamis (18/7/2020).
Sidang digelar secara virtual langsung dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Para mejalis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) dan pengacara terdakwa berada di ruang sidang. Sementara terdakwa Brigadir Abdul Malik di Mabes Polri.
Dari keterangan saksi, pengakuan saksi ZH cukup mengejutkan, pasalnya ia sendiri ikut dalam aksi demonstrasi berdarah 26 September 2019 lalu. Ia mengaku diperiksa sebagai saksi sebanyak dua kali. Pemeriksaan pertama dilakukan di Kepolisian Daerah (Polda) Sultra.
Namun, pada pengambilan berita acara pemeriksaan (BAP) kedua dilakukan di rumah jabatan (Rujab) salah satu pejabat Polda Sultra. ZH mengaku berada di bawah tekanan dan dipaksa untuk menunjuk seorang oknum polisi.
“Benar yang mulia (dipaksa). Saya lupa (yang paksa). Tapi orang di BAP pertama, ada saat BAP kedua di rumah jabatan pak Hartoyo,” ujar saksi saat menjawab pertanyaan Kuasa Hukum Brigadir AM Nasrudin.
Dalam BAP kedua yang dimaksud oleh saksi, terpampang 13 foto polisi berpakaian sipil dan diduga datang membawa senjata api di lokasi demonstrasi. Foto-foto tersebut diberi nomor urut 1 sampai 13. ZH dalam BAP itu menunjuk polisi yang memegang senjata api nomor 9 yakni Brigadir AM.
Ia juga bilang, tak pernah melihat apalagi mengenali polisi aktif dari Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Kendari itu sebelum kejadian.
Ia bercerita, saat bentrokan terjadi, korban yang paling jelas bukannya Randi, tetapi Muhammad Yusuf Kardawi. Saat polisi memukul mundur ribuan mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sultra, massa mengarah ke jalan Abdullah Silondae.
Sejumlah polisi, baik yang mengenakan seragam maupun berpakaian sipil datang dari gedung DPRD ke kantor Dinas Ketenegakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra. Saat itulah, ia mendengar bunyi suara tembakan gas air mata dan tembakan senjata api yang cukup banyak.
Saksi ZH pertama kali melihat Yusuf Kardawi terjatuh. Ia hendak menolong, namun di dekat mahasiswa jurusan D3 Vokasi Teknik Sipil, Program Fakultas Pendidikan Vokasi Universitas Halu Oleo ada dua orang polisi. Seorang polisi memakai seragam namun tidak memegang senjata.
“Seorang polisi berpakaian preman memegang senjata warna silver di tangan kiri, dan sudah mengarah ke udara. Saya mendekat tapi justru pistol itu mengarah ke saya, langsung pelan-pelan mundur kemudian berlari zig-zag,” jelas ZH.
ZH tak ingat lagi ciri-ciri polisi pemilik senjata silver itu. Senjata yang disebut oleh saksi membuat seorang JPU mencocokan barang bukti senjata api. Namun senjata yang diperlihatkan kepada saksi berbeda warna yakni hitam.
Lanjut ZH, setelah berlari menjauhi Yusuf Kardawi, dirinya mengarah ke kantor Ombudsman RI Sultra. Setibanya di tempat itu, ia mendengar bunyi tembakan dan melihat ada orang terjatuh. Namun dirinya tak tahu siapa yang tergeletak.
“Saya menoleh lihat orang tersungkur, (Randi) dan lalu diangkat naik ke mobil open cup (bak terbuka),” katanya.
ZH menegaskan, keterangan yang disampaikan di persidangan seperti dalam BAP yang pertama berbeda dengan BAP yang kedua.
Saksi lain, IM menerangkan peristiwa yang tak jauh dari kesaksian ZH. Yang berbeda adalah, sebelum Randi tertembak dirinya sempat bertemu korban sebanyak dua kali, sesaat sebelum demonstrasi dan saat bentrok pecah.
IM sempat dilempari almamater UHO oleh Randi. Saat bentrokan, ia dan Randi berjauhan, pasalnya ketika polisi membubarkan massa, mereka berlarian.
Ia mengaku melihat banyak polisi berpakaian seragam dan berpakaian sipil. Dirinya juga melihat polisi mengacungkan senjata api berwarna silver ke udara.
Saksi ketiga berinisial A mengaku melihat ada lubang tembakan di dada kanan dan ketiak sebelah kiri Randi sebelum akhirnya diautopsi saat di larikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bahteramas Provinsi Sultra.
“Saya lihat lubang di dada. Sebelum diautopsi saya sempat foto. Izin yang mulia saya boleh perlihatkan fotonya,” ujar saksi tersebut.
Dalam perkara ini, Brigadir AM didakwa dengan pasal berlapis atas tewasnya Randi dan tertembaknya warga Putri saat insiden berdarah 26 September 2019 lalu. AM diduga melakukan tindak pidana yang melanggar pasal 338, subsidair 351 ayat 3 , atau kedua pertama 359 dan 360 ayat 2 KUHP. Polisi aktif ini diancam pidana penjara 15 dan 12 tahun. (a)