Tolak Bayar Pesangon Sesuai UU Ketenagakerjaan, Hotel Athaya Digugat

Tolak Bayar Pesangon Sesuai UU Ketenagakerjaan, Hotel Athaya Digugat
Anak Samuel Sinlaeloe, Dhenny Philips Alexander Sinlaeloe

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Hotel Athaya Kendari bakal digugat di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Pengadilan Negeri (PN) Kota Kendari. Pasalnya, manejemen hotel enggan membayar pesangon salah seorang karyawannya Samuel Sinlaeloe (63) yang telah pensiun sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Anak Samuel Sinlaeloe, Dhenny Philips Alexander Sinlaeloe bercerita, ayahnya memulai pekerjaan di Hotel Athaya sejak 2005 sebagai driver. Dalam perjalanan berpindah posisi sebagai sekuriti sampai Februari 2020.

Pada pertengahan Februari 2020, ayahnya menderita sakit jantung. Selama dua pekan dirawat di rumah sakit, ayahnya pun sembuh sehingga langsung dipulangkan. Tetapi, sang ayah dan keluarga yang lain memutuskan untuk istirahat total dan tak melanjutkan pekerjaan di Athaya.

“HRD hotel meminta untuk membuat pernyataan pengunduran yang diwakili oleh saya, tapi mereka mau membayar pesangon pensiun yang mereka hitung sendiri, nilainya Rp50 juta, tapi ayah saya tidak terima dengan nilai itu,” ungkap Dhenny saat ditemui di Kantor Dinas Ketenegakerjaan (Disnaker) Kota Kendari, Kamis (5/11/2020).

Seharusnya, menurut Dhenny, pihak hotel membayar dengan mengacu pada undang-undang ketenagakerjaan. Antara lain uang pesangon diatur dalam pasal 156 ayat 2 huruf i, bahwa masa kerja buruh/pekerjaan 8 bulan atau lebih pengusaha wajib membayar 9 bulan dikali upah minimum kota (UMK).

Upah minimum Kota Kendari 2020 senilai Rp2,7 juta. Tapi Hotel Athaya menghitung upah ayah Dhenny di bawah standar UMK yaitu sekitar Rp2,4 juta. Ditambah lagi, Samuel tidak didaftarkan dalam program pensiun. Sehingga, mengacu pada pasal 167 ayat 5, Hotel Athaya harus membayar 2 kali upah dalam ketentuan pasal 156 ayat 2 tersebut.

Jika dikalkulasikan, seharusnya pihak hotel harus membayar total pesangon kepada Samuel yakni sekitar Rp49,8 juta. Namun, dalam surat pernyataan yang belum sempat ditandatangani itu, Hotel Athaya hanya mau membayar Rp21,6 juta.

“Itu yang kami tidak terima sehingga pernyataan itu kami tidak mau tanda tangani karena tidak sesuai perhitungan yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan,” tegas Dhenny.

Tak hanya pesangon, uang penghargaan masa kerja ayah Dhenny juga dihitung tak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hotel Athaya hanya mau membayar Rp12 juta, namun berdasarkan perhitungan UU Ketenagakerjaan, seharusnya membayar Samuel Sinlaeloe sekitar Rp16,6 juta.

Ditambah lagi dengan uang perumahan dan pengobatan 15 persen dari jumlah pesangon dan penghargaan masa kerja senilai Rp9,9 juta. Jika ditambah dengan uang pisah Rp19,3 juta maka total yang seharusnya dibayar kepada ayah Dhenny yang tengah sakit yakni sekitar Rp95,7 juta.

“Tapi Athaya hanya mau bayar Rp50 juta sekian itu pun mereka mau bayar cicil, sementara uang itu kami perlukan untuk biaya berobat ayah, mau pasangkan cincin di pembuluh darah ayah. Karena hotel tidak mau bayar sesuai UU itu maka saya minta dimediasi di Disnaker,” pungkas dia.

Mediasi yang dilakukan sebanyak dua kali yakni 21 Oktober dan 4 November 2020 berakhir tanpa kesepakatan kedua belah pihak. Pihak hotel yang diwakili oleh HRD bersikukuh membayar sesuai hitungannya sendiri Rp50 juta tersebut. Kuasa hukum Dhenny pun bakal membawa perselisihan ini ke meja hijau.

Pengacara Dhenny Philips, Anselmus HR Masiku mengatakan, Hotel Athaya memang tidak berniat membayar hak-hak pekerja, karena menghitung pesangon Samuel Sinlaeloe dengan mengabaikan undang-undang.

“Perusahaan juga melihat selalu dijadikan alasan karena Covid-19, menurut saya mengada-ada lah, karena apapun alasannya hak pekerja tetap dikedepankan,” terang Anselmus HR Masiku saat ditemui di tempat yang sama.

Padahal, kata Ansel, mediator dari Disnakertrans Kota Kendari sudah menjelaskan secara rinci, bahwa upah pekerja yang dibayarkan ini tidak sesuai yang dimaksud dalam undang-undang. Bahkan, dia menilai jumlah Rp90an juta tersebut masih kurang.

Ansel mengatakan, masih ada kekurangan upah yang seharusnya juga dibayarkan kepada sekuriti tersebut bahkan nilainya diakumulasikan lebih Rp100 juta.

“Dari pengakuan Samuel itu ada lima tahun kekurangan upah, jadi mungkin saja rata-rata antara Rp200 sampai 300 ribu per bulan. Yang saya hitung 2019 sampai Rp300. Jadi akan bertambah sampai Rp100 juta,” tambah dia.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari ini akan membawa perkara tersebut ke pengadilan dalam waktu dekat. Pihaknya menunggu anjuran dari Disnaker.

“Ini sudah hitungan PHI, jadi setelah itu keluar anjuran lalu keluar risalah dari mediator dan mengajukan gugatan ke pengadilan,” tukas dia.

GM Hotel Athaya Yuyun Yuliarti Arman mengaku tak mampu membayar dengan nilai yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan tersebut. Pasalnya, mereka mengacu pada aturan perusahaan sendiri, sehingga hanya mau membayar sekitar Rp50 juta tersebut.

“Di sini kan ada aturannya, pengupahan disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Kemampuan perusahaan cuma segitu (Rp50 juta) yang kami bisa, kalau pun dia memaksa tidak ada mi,” ujar Yuyun saat ditemui di Hotel Athaya, Jumat (6/11/2020).

Yuyun mengatakan, Samuel pernah resign dari Hotel Athaya dan masuk kembali lalu didaftarkan di BPJS Ketenagakerjaan 2016. Sehingga, dia hanya mengakui Samuel sebagai pekerja di hotel sejak tahun itu.

Saat ditunjukkan surat keterangan karyawan milik Samuel yang mengakui Samuel Sinlaeloe bekerja sejak 2015 sampai Februari 2020, Yuyun mengakui surat itu sah. Tapi ia tetap berkilah ayah Dhenny pernah mengundurkan diri. Mereka mempersilakan anak Samuel untuk melakukan gugatan ke pengadilan.

“Kalau mereka mau lanjutkan, lanjutkan saja, kita juga akan mengumpulkan bukti-bukti kalau dia pernah resign” pungkas dia. (A)

 


Reporter: Fadli Aksar
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini