Jaringan Perempuan Pesisir Sultra Minta Pemerintah Tuntaskan Tiga Persoalan Ini

Jaringan Perempuan Pesisir Sultra Minta Pemerintah Tuntaskan Tiga Persoalan Ini
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Jaringan Perempuan Pesisir Sulawesi Tenggara (Sultra) meminta pemerintah untuk segera menuntaskan persoalan kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng, jaminan hari tua (JHT), dan intimidasi terhadap prempuan di Sultra.

Koordinator Jaringan Perempuan Pesisir Sultra Mutmainna mengatakan, hal tersebut untuk meningkatkan perekonomian Sultra. Menurutnya, terlepas dari berbagai kekerasan ekonomi di atas, perempuan juga bisa meningkatkan perekonomian negara.

“Jika itu diperhatikan maka perempuan akan percaya diri dan melepas ketergantungan dan lebih produktif, sehingga mampu menyumbang untuk perbaikan ekonomi bangsa di tengah ancaman krisis karena pandemi Covid-19,” kata Mutmainna pada zonasultra.id, Minggu (6/3/2022).

Lanjutnya, kebijakan yang tercipta seharusnya dapat memulihkan ekonomi perempuan, namun yang terjadi belakangan ini malah sebaliknya. Untuk itu, Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2022 menjadi momentum untuk melihat permasalahan yang dialami perempuan pada masa pandemi Covid-19 di Sultra.

Mutmainna mengatakan, sejak Februari 2022, minyak goreng mulai langka dan di wilayah pesisir melonjak jadi Rp30.000 hingga Rp50.000 per liter. Hal itu berdampak terhadap kehidupan perempuan sebagai ibu rumah tangga dan yang bekerja di sektor informal seperti pedagang gorengan, ayam geprek, sari laut dan usaha UMKM lainnya yang menggunakan minyak goreng.

Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT. Dalam aturan itu termuat JHT bisa dicairkan saat pekerja masuk usia 56 tahun.

Buruh perempuan jumlahnya mencapai puluhan ribu yang bekerja di perusahaan perikanan, bahan bangunan, toko elektronik dan sektor lainnya di Kota Kendari. Kata Mutmainna, kebijakan Kemenaker tentu melukai buruh perempuan.

Mutmainna menuturkan, berdasarkan pengamatan di lapangan, buruh perempuan kerap di-PHK sepihak oleh perusahaan dan mengakibatkan pengangguran. Dengan dibatasinya pencairan JHT tentu menghambat buruh untuk menciptakan usaha mandiri setelah PHK. Jadi tidak ada alasan untuk menghambat hak-hak buruh apalagi pada masa pandemi Covid-19 .

Kasus yang lebih memprihatinkan lainnya adalah kasus petani perempuan asal Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep). Para perempuan berjuang menghentikan penggusuran paksa lahan pada 3 Maret 2022. Perjuangan itu terjadi karena lahan itu digunakan untuk bercocok tanam demi menghidupi anak-anak agar bisa sekolah, serta menjadikan tempat itu sebagai sumber air bersih.

Kejadian yang dialami perempuan Pulau Wawonii bukan kali pertama terjadi. Kasus ini tejadi sejak 2019 dan berlangsung sampai sekarang. Ketenangan terus diusik oleh oknum perusahaan tambang dan berpotensi menciptakan konflik horizontal antara warga yang pro dan kontra tambang.

Di masa pandemi Covid-19 seharusnya kebijakan-kebijakan yang berpotensi menimbulkan konflik horisontal dan menciptakan pemiskinan terhadap rakyat, terutama kaum perempuan tidak terjadi. Untuk itu, di hari perempuan internasional, Jaringan Perempuan Pesisir Sultra menuntut beberapa hal.

Tuntutan tersebut yaitu kepada Kementerian Perdagangan untuk segera stabilkan harga minyak goreng dan penuhi stok kebutuhan rakyat, serta menindak tegas oknum yang bermain dibalik minyak goreng mahal dan langka.

Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera membatalkan Permenaker nomor 02 tahun 2022 tentang Jaminan Hari Tua (JHT). Serta Kementerian ESDM untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Gema Kreasi
Perdana (GKP). (b)


Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini