ZONASULTRA.ID, WANGI-WANGI– Masyarakat Desa Lamanggau, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengadu ke Bupati Haliana terkait maraknya pengeboman ikan di perairan karang Tomia.
Salah seorang warga setempat La Amu mengatakan aktivitas pengeboman itu telah menghancurkan karang di tempat biasa mereka mencari kehidupan oleh oknum nelayan sejak enam bulan terakhir.
“Kita tidak tahu orang dari mana, tapi bahasanya kita tahu dari mana. Kita sering melarang untuk tidak melakukan pengeboman di laut. Kita larang yang satu, yang lain yang berbuat. Apalagi mereka banyak. Tolong pikirkan kami bagaimana caranya untuk mengatasi itu. Tolong pak Bupati sampaikan kepada pihak terkait untuk menjaga karang tempat biasa kami mencari ikan,” pintanya kepada Bupati belum lama ini di Lamanggau.
Ia mengatakan, hal yang tidak konservatif itu tidak hanya terjadi di karang Tomia namun di semua wilayah perairan Wakatobi. Hal ini dipastikan sangat berdampak pada hasil tangkapan nelayan lokal.
“Bunyi 5-10 liter itu bunyinya bukan main kalau meledak, dan saya benci dengan hal-hal seperti itu, kita jijik dengan kelakuannya. Salahnya kami tidak bertanya asalnya dari mana, karena kita tahu mereka sebarannya banyak dan luas karena di mana pun mereka satu bahasanya. Sementara kehidupan kami bersumber dari laut,” ungkapnya.
Menurutnya, yang ditakuti para nelayan pengebom itu hanya kapal pelagian dari Wakatobi Dive Resort (WDR), hanya saja mereka juga lihai menghindari. Kalau pelagian beraktivitas di karang bawah, para nelayan perusak sebaliknya pindah beraktivitas di karang atas, begitu juga kalau menghindari patroli.
Salah seorang tokoh masyarakat setempat La Adimuha juga mengungkapkan,
nelayan di Desa Lamanggau rata-rata keluhannya hanya bom. Desa Lamanggau sebagai sentra perikanan di Pulau Tomia, kata dia, adalah yang menjamin kebutuhan Tomia. Sehingga kendala kegiatan usaha nelayan apabila melaut hasilnya berkurang. Masalah utamanya adalah bom ikan yang dilakukan oknum-oknum nelayan dari luar daerah.
“Ini menjadi salah satu item yang harus menjadi perhatian daerah agar perairan Wakatobi dan potensi perikanan ini bisa tumbuh dan berkembang. Kami juga dari pengurus nelayan menyampaikan kepada nelayan untuk menangkap ikan dengan mata jaring sesuai dengan amanat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP),” jelasnya.
Menanggapi keluhan itu, Bupati Wakatobi Haliana menjelaskan bahwa kewenangan di laut terutama pengawasan, memang Wakatobi atau Pemda tingkat II tidak memiliki kewenangan. Namun, Taman Nasional juga mengupayakan semaksimal mungkin.
Haliana melanjutkan, ia selalu berkoordinasi dengan pihak terkait yang memiliki kewenangan yaitu Angkatan Laut, Polair, Taman Nasional, begitu pula juga kelompok masyarakat pengawas perikanan. Kata dia, bukan berarti Pemda tidak bisa berbuat apa-apa tetapi komunikasi dan koordinasi dengan pihak terkait dilakukan.
“Keseriusan kita menangani itu sudah saya sampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia (RI). Bahwa saat ini masyarakat mengeluh bukan ke siapa-siapa, tetapi kepada Bupati. Karena nelayan setengah mati kerja menjaga karang, penghasilan nelayan kami terancam. Setelah mereka merusak, mereka kembali ke kampung mereka, tinggal kita yang merasakan dampaknya,” terangnya.
Dikonfirmasi mengenai keresahan masyarakat tersebut, Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW) Darman menyebutkan, berbagai upaya dilakukan oleh BTNW. Termasuk, upaya persuasif melalui penyuluhan, sosialisasi, pendekatan kepada masyarakat melalui pelibatan masyarakat dalam upaya pencegahan.
“Upaya represif patroli pengamanan, dan operasi yustisi. Tim BTNW, ada kabar tidak ada kabar bom, selalu melakukan patroli. Kalau tertangkap kita proses sesuai ketentuan,” katanya melalui pesan aplikasi WhatsApp, Sabtu (4/9/2022).
Kasat Polair Wakatobi La Ode Kayfulani mengatakan, saat ini cuaca masih kurang bersahabat untuk melakukan patroli, dan beberapa kendala teknis lain yang dihadapi.
“Untuk itu mungkin warga Tomia bisa melaporkan ke Polsek ketika ada kejadian karena mereka saat ini yang terdekat,” ujarnya. (A)
Kontributor : Nova Ely Surya
Editor: Muhamad Taslim Dalma