ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf mengaku tidak kaget dengan ditetapkannya Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam sebagai tersangka kasus korupsi terkait dengan penerbitan Surat Keputusan (SK) dan izin dalam sektor pengelolaan sumber daya alam. PPATK sudah mencium transaksi mencurigakan Nur Alam sejak tahun 2013.
“Saya ceritakan, awalnya tahun 2013 memang awal kita mengirimkan kepada kejaksaan tentang adanya transaksi mencurigakan atas nama sejumlah kepala daerah, bupati/wali kota. Oleh kejaksaan didalami, kejaksaan minta bahan ke kita. Konon katanya kejaksaan sudah sampai keluar negeri (untuk menelusuri transaksi mencurigakan Nur Alam). Hingga akhirnya tahun 2015 kasusnya dihentikan,” kata M Yusuf di Kompleks Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016), seperti dikutip dari Detik.com
Yusuf menyebut, transaksi mencurigakan di rekening Nur Alam sangat masif selama beberapa tahun. Bahkan nilai transaksi mencapai puluhan miliar.
Namun, karena pihak kejaksaan menghentikan penyelidikan, PPATK akhirnya menyetor informasi dan data ke KPK. Setelah diproses KPK selama beberapa waktu, ditemukanlah alat bukti kuat untuk menjerat Nur Alam dengan sangkaan korupsi.
(Artikel Terkait : VIDEO : Hasil Penggeledahan KPK di Kantor ESDM Sultra, Terkait Korupsi Gubernur Sultra)
“Kami juga karena memandang ini sebagai kasusnya penyelenggara negara, Nur Alam, dan dia juga berafiliasi dengan parpol yaitu PAN, itu kan relatif lebih mudah kalau KPK yang menangani. Yang kedua KPK punya fungsi supervisi, yaitu kasus-kasus oleh karena itu kami kirim juga informasi ke KPK, akhirnya dibantu deh untuk monitoring. Nah pada saat kejaksaan menghentikan, KPK sudah membangun case building. Mereka minta juga pada kita, dan kita kirim ada berapa fase. Dan nilai uangnya tidak etis lah kalau saya sampaikan, puluhan M (miliar rupiah-),” jelas Yusuf yang juga masih jaksa aktif ini.
Nur Alam disangkakan menerima imbalan dari para pengusaha agar bisa memuluskan proses penerbitan Surat Keputusan (SK) dan izin dalam sektor pengelolaan sumber daya alam. Menurut Yusuf, modus Nur Alam juga telah terdeteksi sejak lama. Yusuf menegaskan, bahwa data yang dipunyai PPATK adalah data yang valid.
“Jadi gini, biasanya praktik-praktik pelanggaran korupsi itu berkaitan dengan satu, penyalahgunaan perizinan, kewenangan, dan anggaran. Kami sudah petanya. Jadi dari pihak KPK, PPATK sudah punya identifikasi, bisa penyalahgunaan perizinan, kewenangan, atau anggaran, dan keempat gratifikasi,” ungkapnya.
“Saya hormati dua lembaga itu. kami itu kan PPATK ada jaksa, polisi, akuntan, sehingga informasi dari kami juga akurat,” tegas Yusuf.
(Artikel Terkait : Gubernur Sultra Terlibat Korupsi Penerbitan Izin PT. AHB)
Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra.
Nur Alam telah menjadi Gubernur Sultra sejak 2008 dan kembali terpilih pada periode yang saat ini masih berlangsung. Sementara, KPK menduga korupsi yang disangkakan pada Nur Alam dilakukan sejak 2009 hingga 2014.
Nur Alam pun disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)
Sumber : detik.com