ZONASULTRA.COM, KENDARI– Mantan Bupati Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), Syafei Kahar, mengungkapkan tidak mengetahui proses pemberian ijin pertambangan PT ANugrah Harisma Barakah (AHB) 3024 hektar yang terbentang melintasi Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana yang dikeluarkan Gubernur Nur Alam.
Sayangnya Bupati Buton dua periode itu menolak merinci perihal ijin AHB yang bisa lolos tanpa sepengetahuanya.
“Saya tidak ingin berkomentar karena ini menyangkut pihak lain,” jelasnya di Jakarta saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin malam.
Keterangan perihal proses ijin AHB menurut politisi senior Golkar Sultra, sudah dibeberkan dihadapan penyidik KPK saat pemeriksaan di Polres Bau-bau medio 2015 lalu. Penjelasan yang disampaikan menurut Syafei sudah cukup jelas.
“Saya bukan dalam posisi untuk menolak tapi saya tidak mengetahui proses perijinan tersebut,” ujarnya.
Sejauh ini juga KPK belum melayangkan surat panggilan perihal pemeriksaan terhadap dirinya. meski begitu dia mengaku siap dipanggil kembali jika lembaga anti rasuah itu memang masih membutuhkan keterangan terkait ijin AHB tahun 2008 lalu yang dikeluarkan oleh gubernur Nur Alam.
(Artikel Terkait : Gubernur Sultra Terlibat Korupsi Penerbitan Izin PT. AHB)
“Saya belum tahu apakah saat itu keterangan yang saya sampaikan dianggap sudah cukup atau belum tapi saya siap dipanggil kembali,”
Sebelumnya, mantan Bupati Bombana Atiku Rahman, mengaku jika gubernur Nur Alam adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam pemberian perijinan pencadangan hingga operasi perusahaan pertambangan PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) melalui SK Gubernur 828 tahun 2008.
Atiku menjelaskan, PT AHB melanggar aturan karena melakukan penambangan di lahan PT Inco yang saat itu belum diciutkan kawasanya. Dia pernah meminta Kepala Dinas Pertambangan Cecep Trisnajayadi agar izin PT AHB dibatalkan. Atiku juga menyurati Nur Alam pada 31 Desember 2009.
“ Saya sudah sampaikan kalau ijinya tidak bisa karena masih konsesi Inco saat itu dan belum ada pelepasan kawasan,” jelasnya usai pemeriksaan penyidik KPK pada Sabtu 27 Agustus 2016 di Polres Bau-bau.
Gubernur Sultra Nur Alam dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK pada 23 Agustus lalu . Politisi senior PAN itu dijerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nur Alam disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Dalam mengusut kasus ini KPK sebelumnya menggeledah 4 lokasi berbeda dan 17 saksi untuk membuktikan dugaan keterlibatan korupsi Nur Alam. (A)
Reporter Tahir Ose