Apriani Rahayu: Kemenangan Ini Saya Persembahkan Untuk Almarhum Mama

Apriani Rahayu: Kemenangan Ini Saya Persembahkan Untuk Almarhum Mama
PRESTASI - Ayah Apriani Rahayu, Ameruddin saat memperlihatkan beberapa prestasi anaknya, Gelar juara di Thailand Open 2017 ini merupakan juara pertama kalinya di turnamen kelas GPG bagi Apriani. (CR 1/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Sosok Apriani Rahayu mungkin masih terasa asing bagi penggemar bulutangkis di Indonesia, namun kini dara kelahiran 29 April 1998 silam dikenal masyarakat setelah sukses memenangkan gelar Thailand Grand Prix Gold 2017 bersama tandemnya Greysia Polii.

Mereka sukses mengalahkan pasangan tuan rumah, Chayanit Chaladchalam/Phataimas Muenwong, pada Minggu (04/06/17) dengan skor 21-12 dan 21-12. Gelar juara di Thailand Open 2017 ini merupakan juara pertama kalinya di turnamen kelas GPG bagi Apriani.

Usai memastikan kemenangan di babak final ini, Apriani terlihat terduduk dan menangis di tengah lapangan. Apriani juga sempat bersujud dan menghapus air matanya.

“Saya ingin mempersembahkan kemenangan untuk almarhum Mama,dan saya ingin membuat Mama bangga di sana dengan meraih gelar juara,” singkat Apriani via pesan pendek dari nomor ponselnya saat dihubungi Zonasultra.com, Senin (5/6/2017).

Duet Apriani Rahayu/Greysia Polii terbilang masih seumur jagung, keduanya baru dipasangkan sekitar satu bulan lalu untuk mempersiapkan kejuaraan beregu campuran Piala Sudirman 2017. Sebelumnya, Greysia berpasangan dengan Nitya Krishinda Maheswari yang cedera sejak Desember 2016 lalu.

Selama Nitya cedera, beberapa pemain sempat dipasangkan dengan Greysia seperti Rosyita Eka Putri Sari dan Rizki Amelia Pradipta. Namun Greysia berpasangan dengan dua pemain ini tidak dapat berkembang. Permainan memikat Greysia/Apriani terlihat saat di babak grup Piala Sudirman 2017 melawan pasangan Denmark,
Christinna Pedersen/Kamilla Rytther Juhl.

Apriani merupakan pemain muda berusia 19 tahun. Saat di kelas junior, Apriani meraih medali perak Kejuaraan Dunia Junior 2014 di sektor ganda putri berpasangan dengan Rosyita Eka Putri Sari. Di Kejuaraan Dunia Junior 2015, Apriani meraih medali perunggu di ganda campuran berpasangan dengan Fachriza Abimanyu.

Sedangkan di turnamen kelas senior, Apriani yang berpasangan dengan Jauza Fadila Sugiarto sempat menjuarai Singapore International Challenge 2015 dan dua gelar di Indonesia International Challenge 2016 di sektor ganda putri bersama Jauza dan di ganda campuran bersama Agripinna Prima.

Apriyani Rahayu Juara di Thailand Open, Ini Harapan PBSI SultraApriani Rahayu atau yang akrab disapa Ani, merupakan anak perempuan pasangan Ameruddin dan Alm. Sitti Jauhar. Ia dilahirkan di Kelurahan Lawulo Kecamatan Anggaberi, Konawe 29 April 1998. Kecintaan Ani terhadap olahraga bulutangkis telah muncul sejak masih berusia belia. Anak bungsu dari empat bersaudara itu pun mulai diperkenalkan dengan olahraga tersebut di umur yang menginjak 3 tahun. kala itu Ani sering ditemani mendiang ibunya dan bapaknya bermain bulutangkis di pekarangan rumah mereka.

“Saya ingat betul, Anak itu berlatih pertama kali menggunakan raket milik saya, yang saya beli di Ujung pandang (Makasar, sekarang) di tahun 1983 lalu,” kenang Amenuddin.

Kegemaran, Ani terhadap bulutangkis terus diasah, pada usia 7 tahun dirinya sering mengikuti kejuaraan bulutangkis tingkat kecamatan. Dan pada tahun 2006 lalu, Ani mengikuti Pekan Olahraga Daerah (Porda) dalam seleksi nasional usia dini. Untuk terus mengasah kemampuannya menjadi pebulutangkis yang bisa dibanggakan, pada tahun 2011 silam, Ani hijrah ke Jakarta bergabung di Klub PB DKI Jakarta, binaan Icuk Sugiarto.

“Porda Usia Dini tahun 2006 lalu, Ani pernah menangis karena hanya menjadi juara Dua, ia meresa tidak puas sehingga dari situ dia terus berlatih. Bahkan rela berlari sejauh 9 Kilometer untuk bisa menempuh sarana kegiatan bersama (SKB), jika sewaktu-waktu saya tidak bisa mengantarnya,”

Baca Juga : Apriyani Rahayu Juara di Thailand Open, Ini Harapan PBSI Sultra

Sejak saat itu, bakat yang dimiliki terus menanjak naik berbagai kejuaraan terus ia torehkan di tingkat Junior. Namun peristiwa memiluhkan terjadi saat Ani sedang mengikuti Kejuaraan Dunia Junior di Peru, November 2015 lalu, Ibu tercintanya meninggal dunia karena menderita sakit. Pihak keluarga segaja tidak mengabarkan kepada Ani, karena mereka tidak ingin mengganggu konsentrasinya di kejuaraan itu.

“Setelah kejuaraan usai, kami baru memberi kabar padanya. Ani pun langsung menangis histeris, ia lalu meminta izin kepada pelatihnya untuk pulang ke Konawe menziarah kuburan mendiang ibunya. Dia datang di Kampung itu, pas hari ketujuh Ibunya meninggal, tidak lama di kampung dia kembali ke Jakarta untuk memokuskan latihannya,” ucap pensiunan PNS itu, dengan mata berkaca-kaca.

Pria kelahiran 2 Agustus 1958 silam itu, mengaku sangat bangga dan bersyukur, anak gadisnya itu mampu mengharumkan daerah Konawe hingga ke level internasional. Perjuangan yang selama ini mereka bangun bersama mendiang istrinya tidak sia-sia, karena kala itu mendiang Ibunya rela berjualan sayur-sayuran untuk membeli raket dan cock untuk Ani, bahkan mengadaikan perhiasan dan meminjam uang kerap dilakukan untuk membiayaan Ani mengikuti berbagai kejuaraan.

“Setiap kali dia hendak bertanding, dia selalu telepon meminta Do’a. Sebagai orangtua saya baca yasin dan shalat tahajud sembari mengirimkan do’a untuknya, dan berharap yang terbaik untuknya. Dan Alhamdulillah dia akhirnya menjadi Juara, juara untuk Indonesia,” tutupnya bangga. (A*)

 

Reporter : CR 1
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini