ZONASULTRA.COM, KENDARI – Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat pertumbuhan ekonomi Sultra pada triwulan II 2017 sebesar 7,0 persen (yoy). Angka ini mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,1 persen (yoy).
Kepala Perwakilan BI Sultra Minot Purwahono menuturkan, walaupun mengalami perlambatan pada periode ini, tetapi pertumbuhan ekonomi Sultra lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar 5,0 persen (yoy). Dan pertumbuhan ekonomi paling tinggi, jika dibandingkan pada triwulan II 2016 sebesar 6,81 persen.
“Jika dibandingkan provinsi lain di Indonesia pertumbuhan ekonomi Sultra` tercatat merupakan yang tertinggi di Indonesia,” kata Minot melalui siaran pers di Kendari, Kamis (10/8/2017).
Perlambatan dari sisi penawaran, terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha konstruksi. Disebabkan oleh tingginya curah hujan yang mengganggu aktivitas pertambangan dan penggalian dan penyelesaian proyek terutama pada sektor konstruksi.
Minot menyebutkan faktor lainnya yakni tingginya based point effect pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian di triwulan I 2017. Setelah pada akhir 2016 salah satu perusahaan tambang terbesar mengurangi produksi karena stok yang dimiliki masih banyak.
Namun demikian membaiknya pertumbuhan lapangan usaha pertanian, seiring masuknya musim panen dan meningkatnya kinerja lapangan usaha industri pengolahan. Peningkatan produksi nikel olahan mampu menahan perlambatan pertumbuhan yang terjadi.
Sementara itu, dari sisi permintaan disebabkan oleh adanya perlambatan pada komponen konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor. Pembayaran gaji13 dan 14 kepada PNS/ASN dan TNI/Polri yang dibayarkan secara terpisah (Juni dan Juli) turut menyebabkan terjadinya perlambatan konsumsi pemerintah.
Selain itu, adanya penurunan investasi penanaman modal dalam negeri pada industri logam dasar, barang logam, mesin, dan elektronik menjadi penyebab menurunnya investasi Sultra di periode triwulan II 2017.
“Tingginya konsumsi rumah tangga selama Ramadhan dan Idul Fitri mampu menahan laju perlambatan yang terjadi,” tambahnya. (A)
Reporter: Sitti Nurmalasari
Editor: Jumriati