ZONASULTRA.COM, KENDARI – Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat pada triwulan III 2017 ekonomi Sultra kembali mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 6,54 persen (yoy). Pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja perekonomian nasional yang hanya tumbuh sebesar 5,06 persen (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sultra Minot Purwahono (BI) menyatakan masih tingginya pertumbuhan ekonomi Sultra tersebut didukung oleh peningkatan kinerja sektor pertambangan, ekspor luar negeri, investasi, dan konsumsi pemerintah.
Peningkatan kinerja sektor pertambangan tersebut merupakan dampak dari adanya relaksasi ekspor nikel mentah kadar rendah (di bawah 1,7 persen) pada triwulan II 2017 yang lalu. Sampai saat ini, kuota untuk ekspor nikel mentah kadar rendah tersebut mencapai 5 juta ton.
Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan kinerja perekonomian Sultra pada triwulan I dan II tahun ini, kinerja pada triwulan III tersebut menunjukkan adanya perlambatan. Pada triwulan I 2017, perekonomian Sultra tumbuh sebesar 7,98 persen (yoy) dan triwulan II dapat tumbuh 7,02 persen (yoy).
Jelas dia, dari sisi penawaran, perlambatan tersebut dipengaruhi oleh melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian, konstruksi dan industri pengolahan. Curah hujan yang tinggi pada awal triwulan III dan pola musiman produksi ikan tangkap yang baru mulai meningkat pada akhir triwulan III menyebabkan produksi pertanian mengalami penurunan.
“Kondisi cuaca juga mempengaruhi pembangunan konstruksi pada triwulan tersebut,” sebut Minot melalui siaran pers Bank Indonesia, Kamis (9/11/2017).
Baca Juga : Di Atas Nasional, Ekonomi Sultra di Triwulan II Tumbuh 7,0 Persen
Sementara itu, dari sisi permintaan perlambatan terjadi karena konsumsi rumah tangga yang relatif tumbuh terbatas, sedangkan impor luar negeri cenderung meningkat. Dia menjelaskan, perlambatan konsumsi rumah tangga terjadi karena pada periode tersebut, tingkat konsumsi masyarakat kembali normal setelah berlalunya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Selain itu, perlambatan kinerja lapangan usaha pertanian juga mempengaruhi pendapatan rumah tangga secara dominan karena sebanyak 37,07 persen penduduk Sultra bekerja pada sektor pertanian. Adapun peningkatan impor luar negeri yang menjadi pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sultra didominasi oleh peningkatan investasi peralatan atau mesin untuk perusahaan smelter pengolahan nikel.
“Memperhatikan kondisi tersebut, perlu upaya untuk menjaga sustainabilitas pertumbuhan ekonomi Sultra,” tambahnya.
Salah satu upaya yaitu dengan meningkatkan nilai tambah melalui peningkatan industri pengolahan komoditas non tambang seperti hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan. Upaya lainnya adalah dengan meningkatkan kontribusi sektor pariwisata yang ada di Sultra sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru dan dapat menjadi daya ungkit untuk peningkatan sektor lainnya.
Tentu saja dukungan dari realisasi fiskal di daerah perlu segera ditingkatkan untuk menjaga optimisme perekonomian yang sudah berjalan baik, bahkan dengan memanfaatkan dana desa untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam mendorong perekonomian di daerah.
Selain itu, upaya untuk mengefisienkan perekonomian juga perlu dilakukan, salah satunya dengan pemanfaatan non tunai dalam transaksi ekonomi, baik antara pemerintah ke masyarakat (rumah tangga atau pelaku usaha), masyarakat ke pemerintah, maupun diantara masyarakat. (B)
Reporter : Sitti Nurmalasari
Editor : Tahir Ose