ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wali Kota (Walkot) Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) dan calon gubernur (cagub) Sulawesi Tenggara (Sultra) Asrun sontak menggegerkan bumi Anoa. Masyarakat Sultra pasti bertanya-tanya perkara apa yang menyeret walkot dan mantan walkot Kendari dua periode ini.
Komisioner KPK Basaria Pandjaitan menerangkan bahwa setelah mendapatkan informasi dari masyarakat dan melakukan serangkaian penyelidikan, KPK melakukan OTT pada Selasa hingga Rabu, 27-28 Februari di beberapa lokasi di Kendari.
(Baca Juga : OTT Kendari, KPK Tetapkan Empat Tersangka)
“KPK mengamankan 12 orang di Kendari yaitu ADP Walkot Kendari periode 2017-2022, ASR cagub Sultra, FF mantan Ka BPKAD, HAS Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, W swasta, H dan R staff PT SBN, dan lima orang PNS lainnya di lingkup Pemkot Kendari,” ujar Basaria dalam keterangan pers di kantornya di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2018).
Kronologis OTT
Senin siang, 26 Februari tim mengetahui telah terjadi penarikan uang Rp 1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari.
“Adanya permintaan dari ADP untuk biaya politik,” sambung Basaria.
Kemudian terindikasi komunikasi peruntukan dan pengantaran uang pada pihak yang terkait dengan walkot.
Selasa, 27 Februari, pukul 20.00 Wita KPK membawa H dan R di kediaman masing-masing. KPK menemukan buku tabungan yang mencatat penarikan Rp 1,5 miliar. Kemudian tim membawa Hasmun Hamzah selaku dirut PT. SBN di rumahnya.
Rabu, 28 Februari pukul 01.00 Wita tim membawa ADP di rujab walkot. Sekitar pukul
04.00 Wita tim bergerak menuju kediaman pribadi Asrun dan membawanya. Sekitar pukul 05.45 Wita tim membawa Fatimah Faqih dari rumahnya.
Keenam orang tersebut kemudian dibawa ke Polda Sultra untuk dimintai keterangan dan klarifikasi. Selanjutnya Wahyu Ade Pratama Imran yang merupakan kakak ipar ADP mendatangi Polda sekira pukul 11.30 Wita, tim KPK pun meminta keterangannya.
(Baca Juga : Terjaring OTT, Asrun dan ADP Diangkut ke Gedung Merah Putih KPK)
Sekitar lima orang PNS lingkup Pemkot Kendari juga dimintai keterangan di Polda Sultra.
Dari 12 orang yang diamankan, lima orang diterbangkan ke Jakarta pada Rabu malam (28/1/2018) untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di gedung KPK.
Setelah melakukan pemeriksaan KPK meningkatkan kasus ke penyidikan dan menetapkan empat tersangka. Keempat tersangka tersebut yaitu ADP (Adriatma Dwi Putra) walkot Kendari, ASR (Asrun) calon gubernur Sultra, bekas Kepala BPKAD Kota Kendari FF (Fatmawati Faqih) selaku penerima suap dan Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, HAS (Hasmun Hamzah).
“Diduga Wali Kota Kendari bersama-sama beberapa pihak menerima hadiah dari swasta/pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari tahun 2017-2018,” kata Basaria.
Diketahui PT SBN sering mendapat proyek dari Pemkot Kendari, bahkan sejak Asrun menjabat sebagai Walkot Kendari. Januari 2018 ini PT SBN memenangkan lelang proyek jalan Bungkutoko – Kendari New Port dengan nilai proyek sebesar Rp.60 miliar.
Adapun Fatmawati diduga menjadi penghubung suap, sebab terindikasi sering merekomendasikan PT SBN mendapatkan hampir semua proyek dari Pemerintah Kendari.
Atas Perbuatannya KPK menjerat Hasmun selaku pemberi, disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan ADP, Asrun dan Fatmawati, dijerat Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor Jakarta Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (A)
Reporter : Rizki Arifiani
Editor : Rustam
Melihat kronologis kejadian yang dilakukan oleh ADP dengan menerima suap dari proses Pengadaan Barang dan Jasa di lingkup Pemerintahan Kota Kendari yang bersumber pada anggaran APBD, maka kegiatan APBD tahun 2018 yang telah dilaksanakan sejak bulan Januari 2018, ada indikasi persekongkolan dengan para Penyedia Jasa yang memenangkan Proyek proyek tersebut, hal ini dapat dilihat pada LPSE Kota Kendari. Hal ini dapat merugikan Pemerintah Kota Kendari dan menguntungkan diri sendiri dan Pihak Lain, oleh sebab itu sebaiknya proses pengadaan barang dan jasa yang telah dilaksanakan sebaiknya dilakukan pembatalan dan dilakukan proses pelelangan kembali, dan semua Staf ULP dan staf Kelompok Kerja (Pokja) milik Pemerintah Kota Kendari sebaiknya diganti, termasuk PLT Kepala Dinas PU Kota Kendari yang tidak mungkin bagian dari kroni ADP pada proses pengadaan Barang dan Jasa yang telah ditemukan oleh pihak KPK……