ZONASULTRA.COM, KENDARI – Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat secara bulanan, inflasi IHK Sultra sebesar 0,09 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 0,62 persen (mtm).
Deputi Direktur Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) Minot Purwahono mengatakan, pada Februari 2018 ini, inflasi Sultra mengalami perbaikan dibandingkan periode sebelumnya. Secara tahunan, inflasi Sultra tercatat sebesar 2,59 persen (yoy).
“Inflasi ini, masih terjaga dalam kisaran sasaran inflasi 2018 yaitu 3,5 persen ±1 persen (yoy),” sebutnya di Kendari, Kamis (1/3/2018).
Secara spasial, baik Kota Kendari maupun Kota Baubau mencatatkan inflasi yang lebih rendah dari periode sebelumnya, masing-masing sebesar 0,05 persen (mtm) dan 0,18 persen (mtm). Pencapaian inflasi Sultra tersebut lebih baik dari pencapaian inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,17 persen (mtm) dan 3,18 persen (yoy).
Menurutnya, kelompok komoditas bahan makanan bergejolak (volatile food – VF) pada Februari 2018, memberikan kontribusi besar terhadap penurunan laju inflasi Sultra yang mencatatkan deflasi sebesar 0,29 persen (mtm). Termasuk memberikan andil deflasi 0,06 persen (mtm) terhadap pergerakan harga di Sultra.
Secara umum, deflasi pada kelompok volatile food disebabkan oleh deflasi pada komoditas kacang panjang sebesar 12,51 persen (mtm), ikan layang sebesar 5,33 persen (mtm) dan terong panjang sebesar 9,21 persen (mtm).
Penurunan harga komoditas VF tersebut, secara umum disebabkan oleh perbaikan pasokan pada komoditas sayuran, beberapa jenis ikan tangkap yang didukung oleh relatif kondusifnya cuaca dan daging ayam.
Lanjutnya, penurunan harga yang lebih dalam tertahan oleh inflasi pada komoditas seperti beras yang mencatatkan inflasi sebesar 1,10 persen (mtm, Sultra), di Kota Kendari sebesar 0,78 persen (mtm) dan 2,00 persen (mtm) di Kota Baubau. Walaupun secara umum pasokan di pasar terus terjaga.
Selain itu, inflasi inti di Sultra tercatat sebesar 0,13 persen (mtm), lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 0,08 persen (mtm). Secara umum, inflasi pada semen (1,38 persen, mtm), emas perhiasan (1,37 persen, mtm) dan obat dengan resep (2,03 persen, mtm) menjadi faktor utama pendorong inflasi dari kelompok inflasi inti.
Peningkatan permintaan domestik terhadap semen, dan emas perhiasan menjadi penyebab peningkatan harga komoditas tersebut. Sedangkan penyesuaian biaya produksi obat-obatan menjadi penyebab meningkatnya harga obat dengan resep.
“Peningkatan tekanan inflasi inti tertahan oleh deflasi yang terjadi pada komoditas kemeja pendek katun,” tambahnya.
Sementara itu, kelompok komoditas administered prices juga mengalami peningkatan tekanan inflasi dari bulan sebelumnya dimana inflasi kelompok ini tercatat sebesar 0,33 persen (mtm). Meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,12 persen (mtm).
Dia menjelaskan, peningkatan tekanan inflasi kelompok administered prices didorong oleh komoditas rokok kretek filter sebesar 1,16 persen (mtm), bensin sebesar 0,60 persen (mtm), dan rokok putih tercatat sebesar 0,92 persen (mtm).
“Kenaikan harga rokok baik kretek filter dan rokok putih terjadi merata di Kota Kendari maupun Kota Baubau. Yang merupakan dampak dari peningkatan cukai pokok yang berlaku sejak 1 Januari 2018,” jelasnya.
Dia pun menuturkan, adanya tekanan kenaikan harga minyak dunia mendorong Pertamina untuk menyesuaikan harga jual bensin nonsubsidi (Pertamax) per 24 Februari 2018. Sehingga mendorong inflasi pada komoditas tersebut. Sementara itu, tiket angkutan udara yang pada bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 3,92 persen (mtm) pada bulan laporan tercatat mengalami inflasi sebesar 0,24 persen (mtm).
“Sehubungan dengan peningkatan permintaan karena libur panjang,” tutup dia. (B)
Reporter : Sitti Nurmalasari
Editor : Jumriati