ZONASULTRA.COM, KENDARI – Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi jenis pertalite yang dikeluarkan Pertamina mendorong sebagian masyarakat beralih menggunakan bahan bakar jenis tersebut.
Harga pertalite memang lebih tinggi (Rp7.800 per liter) daripada jenis bensin atau premium subsidi pemerintah (Rp6.550 per liter). Namun, antrian di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara selalu mengular setiap hari.
Qonita Ramadhaniah (20) misalnya. Mahasiswa Farmasi UHO ini beralih menggunakan pertalite untuk bahan bakar kendaraan motornya. Sebelum adanya pertalite, ia menggunakan premium. Menurutnya, menggunakan bahan bakar pertalite lebih hemat dibandingkan dengan premium.
“Premium kalau jalan jauh cepat habis. Orang tua saya juga menyuruh menggunakan pertalite, karena biar mesin motor bisa awet,” ujar Qonita saat ditemui di Kendari, Sabtu (31/3/2018).
Sementara salah satu karyawan swasta di Kendari, La Manaku (27) mengatakan, saat mengendarai motor milik sang kakak, ia menggunakan bahan bakar jenis premium. Namun setelah membeli motor sendiri pada 2017 lalu, ia langsung menggunakan bahan bakar berwarna hijau tersebut.
Menurutnya, ketika berkendara dengan motor yang menggunakan bahan bakar premium laju motor terasa berat. Setelah beralih memakai bahan bakar pertalite, motor terasa ringan ketika berkendara. Selain itu juga lebih irit.
Salah satu tukang ojek di kampus baru UHO Laohil Mafhus (38) juga mengatakan hal serupa. Menurutnya bahan bakar pertalite lebih irit digunakan. Meski harganya sedikit lebih tinggi, tapi untuk ketahanan mesin motornya, ia pun tak ragu beralih menggunakan pertalite.
Laohil berharap Pertamina tidak menaikkan harga pertalite. Walaupun hanya Rp200 namun sangat berpengaruh terhadap penghasilannya.
“Kan tiap hari antar penumpang ke sana sini. Tapi tidak tau ini kalau mau naik ini, bisa jadi beralih lagi ke premium yang sesuai kemampuan,” jelasnya.
Ade Andriani (30) PNS di Kota Kendari menambahkan, selama menggunakan pertalite pembakaran motor lebih optimal. Sebab, menurutnya semakin tinggi kadar oktan bahan bakar maka semakin baik untuk mesin motor.
“Meskipun ada pertamax (RON 92), tapi sedikit lebih mahal dibandingkan pertalite. Jadi saya lebih pakai pertalite untuk bahan bakar motorku,” tambahnya.
Pengalaman Ade selama ini, saat mengisi bahan bakar di SPBU belum pernah menghadapi kekosongan stok pertalite. Hanya saja antrian selalu panjang pada bagian mesin pengisian pertalite.
Dia pun berharap Pertamina dapat menjaga ketersediaan pertalite agar tidak selalu kosong di SPBU.
Mengingat kebanyakan pengendara saat ini, menggunakan bahan bakar pertalite. Khawatirnya, dengan sering habisnya pertalite di SPBU-SPBU pengendara malah kembali beralih ke premium.
Semakin tinggi kadar oktan atau research octane number (RON) sebuah jenis BBM, efeknya terhadap kinerja mesin semakin baik. Premium memiliki oktan 88 dan pertalite memiliki RON 90.
Pengguna Terus Meningkat
Pada 2017 penggunaan pertalite di Kendari meningkat sebesar 1.341 persen.
Pertamina MOR VII mencatat realisasi penggunaan pertalite di Sultra tahun 2016 sebanyak 2.328 kilo liter (kl) sedangkan di 2017 meningkat menjadi 33.535 kl. Kenaikan ini ditengarai akibat berpindahnya konsumsi masyarakat untuk BBM dari jenis premium ke pertalite.
“Bisa jadi faktornya ini pemahaman masyarakat soal kulitas BBM yang baik untuk kendaraannya, karena untuk mobil atau kendaraan keluarkan tahun 2011 ke atas memang dianjurannya menggunakan BBM yang kandungannya di atas RON 88, salah satunya ya pertalite,” papar Roby, Manager Komunikasi dan CSR Pertamina MOR VII kepada awak media di Kendari pertengahan Januari 2018 lalu. (B)