ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tahun 2020 Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Sampara mendapatkan kuota sebesar 4.500 hektare untuk melakukan rehabilitasi hutan berstatus kritis di Sulawesi Tenggara (Sultra). Angka tersebut merupakan terbesar kedua se-Indonesia.
Kepala BPDASHL Sampara Azis Ahsoni mengatakan, luasan itu meningkat drastis dibanding tahun 2019 yang hanya 300 hektare. Tak hanya rehabilitasi hutan, pihaknya juga mendapatkan jatah untuk konservasi mangrove seluas 50 hektare.
Baca Juga : Hutan Di Konut Terbakar, Masyarakat Terancam Kehilangan Air bersih
Azis menyebutkan pertimbangan dari kenaikan jumlah lahan hutan yang akan direhabilitasi tersebut karena tahun 2019 ini banjir bandang telah menerjang sejumlah kabupaten, terutama di Konawe dan Konawe Utara (Konut) yang menjadi Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweeha dan Lasolo.
“Salah satunya karena banjir kemarin. Jadi kita dapat jatah lebih besar. Lokasi rehabilitasinya sekitar kawasan hutan yang menjadi hulu dari daerah aliran sungai itu,” kata Azis saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (27/12/2019).
Tapi secara umum lokasi rehabilitasi ini tersebar hampir di seluruh 17 kabupaten/kota di Sultra. Misalnya di Muna, Konawe Selatan (Konsel) dan Buton. Sementara untuk lokasi konservasi mangrove sudah ada dua kabupaten mengusulkan yakni Kolaka Utara (Kolut) dan Bombana.
Ia juga menambahkan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan ini merupakan wujud komitmen dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Baca Juga : Cerita dari Puncak Siontapina, Ritual Sakral dan Lestarinya Hutan
Tahun ini yang menjadi lokasi rehabilitasi hutan yakni di kawasan hutan lindung Mekongga hingga Kecamatan Ueesi, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) seluas 300 hektare. Sedangkan konservasi mangrove 75 hektare di Buton Utara (Butur).
Saat ini total lahan hutan dan di luar kawasan hutan yang berstatus kritis atau membutuhkan rehabilitasi di Sultra ada sekitar 400 ribu hektare. (A)
Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati