ZONASULTRA.COM, WANGGUDU– Bupati Konawe Utara (Konut), Ruksamin menegaskan tak ada satupun wilayah di Pulau Labengki, Kecamatan Lasolo, yang dimpimpinnya dijual ke investor. Ia memastikan gugusan pulau-pulau yang ada di Labengki tidak diperjual belikan oleh siapa pun kepada investor.
Ruksamin“Jangan sampai sudah terekspose dimedia kalau pulau Labengki sudah dikuasai orang dan dijual. Dan itu tidak benar. Saya tegaskan lagi tidak ada satupun wilayah di Konut yang dikuasai oleh investor maupun dijual. Gak benar itu, bupati Konut yang bilang,” kata Ruksamin, Rabu sore (25/5/2016).
Mantan Ketua DPRD Konut itu menambahkan, meski pulau Labengki masuk dalam suatu kawasan dimana fungsi koordinasi berada dalam Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) provinsi, namun secara kewilayahan Labengki berada dalam pemerintahannya.
Selaku pimpinan kepala daerah, dirinya telah memerintahkan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Yade Rianto, untuk segera melakukan pemanggilan pada pihak investor dan BKSDA agar keberadaan Labengki dapat didudukan secara bersama untuk mencari solusi terbaik.
(Artikel Terkait : 3 Gugusan Pulau di Labengki Telah Dijual ke Investor Wisata)
“Jadi begini, Labengki itu adalah wilayah Kabupaten Konut. Artinya tak satu pun di wilayah Konut yang tidak diatur oleh Pemda,” terangnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Labengki, Baharuddin mengungkapkan, jika 3 pulau-pulau kecil yang berada disekitar wisata Labengki telah dibeli oleh investor. Ketiga pulau itu diantaranya dibeli oleh Habib sebagai pimpinan pengelolah dibawah kendali PT Labengki Nirwana Resort, dan 1 pulau dibeli CV Wisata Pulau Labengki dibawah pimpinan Malik.
“Diantaranya, dekat pulau pasir panjang, pulau Dolipo, pulau Mahuang dan pulau Luko Bangkau. Ini masih masuk desa Labengki, berurutan memanjang,” ungkap Baharudin.
Awalnya, lanjut Baharudin, pihak Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) provinsi mendatangi warga yang mendiami keempat pulau tersebut dan memaksa agar menjual lahan yang didalamnya sebagian ditanami pohon kelapa yang selama ini menjadi tempat tinggal mereka.
(Artikel Terkait : BKSDA Sultra : Tidak Ada Jual Menjual Pulau Labengki Kepada Investor)
Namun pernyataan Baharuddin ini dibantah oleh Kepala SKW II BKSDA Sultra, Darman. Ia menegaskan, pihaknya tidak pernah menjual pulau Labengki kepada investor atau pihak manapun melainkan melakukan kerja sama dengan sejumlah investor untuk mengembangkan kawasan Pulau Labengki sebagai kawasan wisata alam.
“Dan itu sah-sah saja karena ada undang-undang yang mengatur, karena tanpa berlandaskan hukum kami tidak mungkin melakukan kerja sama dengan pihak investor, asalkan kegiatan yang investor lakukan bukan untuk mengambil hasil dan isi dalam hutan ataupun melakukan kegiatan jika ada potensi tambang yang dapat merusak,” kata Darman, Rabu (25/5/2016).
Dikatakannya, sebenarnya secara tekhnis pengembangan wisata pulau Labengki di bawah BKSDA, terkait masalah administrasi seperti perizinan usaha merupakan gawean dari pemda Konut. Sehingga persoalan hak dan kewajiban pihak ketiga dalam hal ini investor kepada Pemda Konut dan BKSDA masing-masing punya mekanisme.
Ia mengungkapkan, ada hal yang perlu diketahui bersama, balai konservasi tidak semata-mata melakukan tugas sebagai instansi yang melindungi keberlangusungan daerah Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) termasuk Taman Wisata Alam (TWAL).
(Artikel Terkait : Kadis Pariwisata : Investor Wisata di Labengki Dapat Izin Dari BKSDA, Pemda Konut Tidak)
“Ya, semua itu tercantum dalam UU No.5 tahun 1990 tekait dengan kawasan pelestarian alam yang terdiri dari taman nasional, taman hutan dan taman wisata alam,” ungkap Darman, Rabu (25/5/2016).
Darman menjelaskan bahwa kawasan konservasi terlarang sangat dilarang untuk kegiatan non konservasi dan non kehutanan. Akan tetapi, sebuah kawasan konservasi dapat dimanfaatkan pada potensi jasa lingkungannya berupa wisata, energi, air dan sebaginya.
Dimana TWAL dapat dimungkinkan adanya pemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan wisata yang mengacu pada pada peraturan perundang-undagan yang berlaku UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) kemudian PP No. 28 tahun 2011 tentang pengelolaan Kawasan Suaka Alam (SKA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) serta Permen terkait dengan pemanfaatan potensi kawasan konservasi. (A)
Penulis : Murtaidin
Editor : Rustam