Dampak Pencucian Pasir Nambo Jadi Sorotan di Rapat DPRD Kendari

75
Dampak Pencucian Pasir Nambo Jadi Sorotan di Rapat DPRD Kendari
RDP soal industri pencucian pasir di Kecamatan Nambo yang di duga ilegal karena belum memiliki dokumen lingkungan dari Pemkot Kendari pada Senin (10/7/2023).(Ismu/Zonasultra.id)

ZONASULTRA.ID, KENDARI – Front Mahasiswa Pegiat Lingkungan Hidup (FMPLH) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoalkan dampak dari pencucian pasir Nambo terhadap sungai dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan di DPRD Kendari pada Senin (10/7/2023).

Anggota FMPLH Sultra Hairun mengatakan, bahwa terkait pencucian pasir nambo sudah memiliki dampak yang fatal dalam persoalan lingkungan sungai karena airnya telah keruh.

Menurutnya, jika hal tersebut terus dibiarkan maka dalam beberapa waktu dekat sungai tersebut akan mati.

“Muara yang mengalir ke pantai itu akan berpotensi banjir. Kita punya bukti-bukti dan sudah investigasi langsung ke lapangan kemarin,” ucapnya.

Meskipun demikian, pihaknya belum merasa puas atas RDP yang digelar tersebut karena belum mendapatkan jawaban dari instansi terkait.

Ketua Komisi I DPRD Kendari, Laode Lawama mengatakan bahwa pihaknya telah merespon dan memfasilitasi RDP tentang pasar nambo sudah yang ke-5 kalinya. Puncak RDP-nya telah dilakukan di kantor Kecamatan Nambo beberapa waktu lalu.

“Di RDP saat itu kesimpulannya adalah sebelum ada kejelasan regulasi yang ada, maka penambangan sementara dihentikan. Dan itu tegas disampaikan pak Pj Wali Kota Kendari,” ungkapnya.

Ia menyebut bahwa FMPLH Sultra menginginkan sungai yang telah dipenuhi dengan pasir untuk kembali di kerok atau dilakukan normalisasi.

Pasalnya dikhawatirkan bisa terjadi banjir karena tidak ada saluran yang membuang air langsung ke laut.

Ia menyatakan, memang sering terjadi genangan di wilayah sekitar sungai tersebut karena dari hulu sungai sudah gundul total.

Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kendari, Nismawati menambahkan bahwa untuk melakukan pengerukan atau normalisasi sungai maka perlu dilakukan reboisasi terlebih dahulu.

” Karna kalau hujan turun pasti akan terjadi lagi walaupun tidak ada pencucian pasir di dalam. Karena sudah gundul, tidak ada mi pohon-pohonnya,” ucap Nismawati.

Kata dia, tempat tersebut tergolong wilayah pertambangan bukan industri. Sehingga, sesuai regulasinya pada UU nomor 3 itu adalah kewenangan pusat. Tetapi, dengan adanya Perpres nomor 55 tahun 2022 maka boleh dilimpahkan ke Pemprov.

“Jadi itu adalah kewenangan DLH Provinsi. Dari provinsi pada bulan 5 kemarin minta didampingi turun lapangan. Jadi mereka sudah turun liat, cuma mereka masih sementara kaji. Jadi itu kewenangan provinsi meskipun adanya di Kota Kendari, ” tuturnya. (B)

 


Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Ilham Surahmin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini