ZONASULTRA.COM, RAHA – Sudah enam bulan ini, Waode Intata (56) bersama anak bungsunya Jakril (23) dihantui rasa takut saat mendiami rumahnya yang nyaris amblas akibat proyek pembangunan jalan di desa Wapunto, kecamatan Duruka, kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kondisinya nyaris roboh, menggantung bak rumah di atas awan, karena tanah yang berada pada salah satu sisi jalan dikeruk untuk pelebaran akses jalan yang menghubungkan kecamatan Duruka dan kecamatan Lohia itu.
Pengerukan itu mengakibatkan dua unit rumah yang kini berada di sisi tebing jalan menampilkan pemandangan mengerikan akibat berada pada ketinggian hingga 8 meter dengan kemiringan sekitar 70 derajat.
Waode Intata pun mengaku kesal dengan sikap kontraktor pembangunan pelebaran jalan di wilayah tersebut karena sudah setahun ini belum juga merampungkan pekerjaannya.
“Sudah satu tahun mi, belum juga selesai dibangunkan tanggul. Padahal kondisi kami sangat terancam jika berada di dalam rumah karena rawan roboh,” keluh Waode Intata, saat ditemui zonasultra.id, Kamis (31/1/2019).
Apalagi saat ini, memasuki musim penghujan ditambah lagi kini hampir setiap hari angin kencang melanda bagian Muna, termasuk di wilyah tempatnya tinggal.
“Kalau hujan datang malam hari, ya kita pasrah saja, pindah di ruangan sebelah takutnya nanti roboh. Tapi yang ngeri kalau kencang angin seperti rumah ini mau diterbangkan angin,” keluhnya.
Wanita paruh baya yang berprofesi sebagai kuli cuci di rumah rumah warga ini, pernah mengeluhkan derita yang dialaminya kepada pemerintah setempat.
“Pernah pergi mengadu sama bupati tiga bulan lalu, tapi tidak sempat ketemu. Lalu saya ketemu sama ketua DPRD Muna. Dia katakan sabar dulu, La From yang punya proyek belum di tau keberadaannya,” keluhnya lagi.
Memang rasa takut itu, sudah menghantuinya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Rumah berdindingkan papan yang dipoles dengan cat warna hijau sekarang kondisinya sangat rawan, karena di bagian sisi jalan, tiang penyangga rumah sudah miring dan hanya ditopang dinding dan palang rumah.
Baca Juga : Getir Hidup La Ode Pomusu, Sang Juara Internasional Layang-Layang Tradisional
Bahkan lantai dari polesan campuran semen dan pasir itu, sudah amblas sekira satu meter mendahului dinding rumah. Kelihatannya tak akan bertahan lama. Jika hujan mengguyur wilayah itu lagi, tanah berkapur itu bakal segera amblas. Ironisnya, tanah penopang rumahnya itu, sudah dua kali longsor selama musim hujan yang melanda wilayah Muna beberapa pekan terakhir ini.
Sempat Mau Dirobohkan
Kata Intata, saat bertemu La From kontraktor jalan itu, dia meminta untuk segera membongkar rumah miliknya dan mencari lahan lain untuk dibangunkan rumah karena tempat yang ditinggalinya saat ini sangat beresiko.
“Lebih baik bongkar saja itu rumah, mengulang pernyataan La From,” tuturnya.
“Tapi kalau dibongkar saya mau tinggal dimana,” ucapnya dengan nada sedih.
Tak ingin diusir dari tanahnya, wanita yang dimadu oleh suaminya itu, awal tahun 2018 lalu pernah dimintai sementara waktu untuk tinggal di tempat lain hingga pembangunan tanggul disekitar rumahnya tuntas.
“Kalau begitu nanti kontrak saja dulu. Dia (kontraktor) kasih saya Rp 450 ribu untuk sewa rumah. Lalu dia janji lagi mau kasi Rp 3 juta, janjinya sampai bulan Januari 2019 ini tanggul sudah selesai dibangun. Tapi kenyataannya belum juga,” jelasnya.
Ia pun menempati kontrakan yang berada tak jauh dari rumahnya selama empat bulan, dengan biaya Rp 500 ribu tiap bulan. Namun setelah empat bulan, La From tidak lagi memberikan uang kontrak dan keberadaannya hingga kini tak jelas bak ditelan bumi.
Pernah disarankan tinggal dirumah tetangga yang kosong. Namun rumah itu, berhantu karena setiap malam keluarganya sering diganggu. Anaknya tidak mau dan hanya bertahan beberapa malam.
Intata, mengaku sudah lama ditinggal kawin suaminya, Abdul Kadir (60) . Suaminya kini tinggal bersama istri keduanya di desa Ghonebalano, dan jarang ke rumahnya karena lagi selisih paham. Namun hingga kini mereka masih tetap rukun, jika ada uang kadang suaminya datang menjenguk dan membelikan kebutuhan mereka.
Kesehariannya, Waode Intata kerja serabutan jadi kuli cuci di rumah rumah warga. Penghasilannya pun sehari tak menentu kadang hanya cukup untuk makan sehari. Anaknya yang bungsu Jakril Jaya juga jadi tulang punggung keluarga.
“Kadang kerja di tempat pembuatan pot, kadang juga jadi buruh di Pelabuhan Raha,” ungkapnya.
Kini dirinya berharap kepada pemerintah untuk segera menuntaskan pembangunan tanggul di sekitar rumahnya, agar dia bisa tinggal nyaman bersama keluarganya. “Katanya bulan Januari ini mau dibuang bahan namun sekarang sudah masuk lagi bulan dua, tapi tak kunjung diperbaiki,” katanya.
Beberapa kerabatnya pun mengaku prihatin dengan nasib ibu dua anak itu. Irwan, yang tinggal tak jauh dari rumahnya tiap hari harus menyaksikan wanita yang sudah memasuki usia senja itu harus bolak balik menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu bahkan kondisinya kini sudah lapuk.
“Kasihan orang setua itu, tiap hari harus naik turun tangga setinggi 8 meter padahal dia sudah tidak kuat lagi. Pemerintah jangan tinggal diam jangan tunggu ada korban baru mau berbuat,” bebernya.
Dia juga mendesak pemerintah setempat, tak menutup mata dengan kejadian ini karena hal itu merupakan tanggungjawab Pemda Muna untuk merampungkan proyek pelebaran jalan tanpa ada keluhan dari warga setempat.
“Kalau sudah begini siapa yang mau bertanggungjawab jawab, kontraktornya sudah lari, sementara pekerjaannya belum selesai. Disini kadang kita tidak mendapat keadilan,” cetusnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Muna, Edi Uga saat dikonfirmasi hal ini mengatakan, pihaknya akan berkordinasi dengan Dinas Perumahan dan Pemukiman Kabupaten Muna, untuk mencari solusi persoalan tersebut.
“Kita akan cari solusi masalah itu. Kita akan masukkan pada program bedah rumah tahun 2019. Kebetulan kegiatan bedah rumah ini ada pada Dinas Pemukiman dan Perumahan,” ungkap Edi.
Pihaknya bakal melakukan kordinasi dengan Dinas Perumahan, agar persoalan tanggul disekitar rumah WaOde Ntata itu, segera dibangun,” cetusnya.
Ketua Komisi III DPRD Muna, Awaluddin mengaku persoalan pembangunan tanggul pada proyek pelebaran jalan di Desa Wapunto kecamatan Durukan sudah diporsikan dalam APBD 2019. Namun kata Awal, nominalnya belum bisa dirinci karena harus disesuaikan volume pekerjaan.
“DPRD sudah porsikan di APBD, namun anggarannya belum ditau karena masih gelondongan dan mesti dihitung dulu volumenya. Saya lihat itu agak tinggi,” ungkap Awaluddin.
Selain itu, untuk pembangunan rumah Waode Intata akan dialihkan ke dinas Perumahan yang masuk dalam bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
“Kita akan koordinasi juga dengan dinas Perumahan karena rumahnya itu sebagian dinding dan lantainya sudah roboh akibat pelebaran,” imbuhnya. (a)