ZONASULTRA.COM, WANGGUDU – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), dituding kerap menerima upeti dari Perseroan Terbatas (PT) Konawe Nikel Nusantara (KNN), salah satu perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kecamatan Langgikima.
Upeti ini diduga diberikan sebagai pelicin untuk kepentingan luluasanya perusahaan yang beroperasi sejak tahun 2009 ini. Berdasarkan fakta lapangan, perusahaan ini telah banyak mencemari lingkungan sekitar, bahkan pelabuhan atau jetty perusahaan yang berstatus terminal khusus kerap mencemari laut di Desa Marombo Pantai saat musim hujan tiba.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Jaringan Mahasiswa Advokasi Tambang Konut, Husni Ibrahim. Dia menjelaskan, pada saat musim hujan tiba, masyarakat yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan tidak bisa melaut di sekitar desa mereka, sebab warna air yang kemerahan hingga jarak dua kilometer dari bibir pantai menjadikan ikan-ikan menjauh.
Perubahan warna air laut ini disebabkan pencemaran lingkungan dari areal jetty PT KNN, sebab setiap harinya pelabuhan khusus ini ramai dengan aktivitas bongkar muat oleh beberapa perusahaan tambang yang juga menggunakan jetty tersebut.
“Bukan hanya PT KNN yang melakukan bongkar muat di sini pak, ada beberapa perusahaan lain yang menyewa pelabuhan ini. Kalau hujan, air laut sudah pasti berubah warna, karena jettynya hanya menggunakan timbunan biasa dan tidak ada taludnya,” kata Husni Ibrahim kepada zonasultra.id, Selasa (19/5/2020).
Ia mengaku pada 2017 lalu telah melaporkan hal ini ke DLH Konut untuk ditindaklanjuti, namun sampai saat ini laporan tersebut belum mendapatkan respon. Setelah pihaknya menelusuri lebih jauh, ditemukan beberapa fakta yang mengarah adanya dugaan suap yang dilakukan oleh manajemen PT KNN kepada DLH Konut. Sebab kata dia ada foto buku tabungan milik salah satu pegawai DLH Konut yang isinya tertera transferan uang puluhan juta rupiah dari PT KNN sebanyak 7 kali.
Dugaan Husni ini semakin kuat dengan tidak adanya sidak yang dilakukan oleh DLH terhadap aktivitas penambangan PT KNN. Ia menduga bahwa DLH Konut sudah lebih dulu diberikan suap sebelum melakukan pengawasan.
Selain itu, ia juga mendapati, PT KNN menyewakan pelabuhannya ke beberapa perusahaan tanpa perjanjian kontrak dengan besaran sewa satu dolar per ton, padahal dalam aturannya setiap pemilik jetty hanya boleh menyewakan jika ada kontrak perjanjian.
Kepala Desa (Kades) Marombo Pantai Imran Kamal menjelaskan, jetty PT KNN yang terletak di wilayahnya kerap mencemari lingkungan, tidak hanya lautnya saja, pemukiman warga pun ikut kena imbasnya.
“Bukan hanya lautnya saja yang dicemari, bahkan wilayah pemukiman warga saya juga ikut kena imbasnya. Di sini itu kalau hujan, air laut berubah warna, tapi musim kemarau debu berterbangan di mana-mana,” ujar Imran.
Meski menerima dampak pencemaran jetty PT KNN, Imran mengaku sampai saat ini belum ada upaya pihak perusahaan untuk menanggulangi hal ini, bahkan beberapa permintaan masyarakat yang dituangkan dalam berita acara perjanjian belum ada realisasi hingga saat ini.
Imran juga menyoroti kinerja DLH Konut yang disebutnya tidak melakukan pengawasan secara benar terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan oleh jetty PT KNN. Sebab hingga saat ini keluhan masyarakatnya belum mendapat respon dari dinas yang khusus menangani lingkungan.
Di lain pihak, Kepala DLH Konut, Aidin membantah tudingan adanya anggotanya yang kerap menerima suap dari PT KNN. Dia mengatakan kebanyakan masyarakat salah menafsirkan laporan mereka yang tidak mendapat respon, sebab seluruh laporan telah ditindaklanjuti sesuai dengan aturan yang ada.
“Kadang-kadang orang mengatakan terlalu sederhana. Saat kita melakukan pengawasan kemudian itu mau langsung ditindak atau mencabut izinnya, itu kita punya mekanisme, punya tahapan, mulai dari pembinaan sampai pada pemberian sanksi,” kata Aidin via telepon selulernya.
Ia menyebut, untuk kasus dugaan pencemaran yang dilakukan oleh PT KNN, pihaknya telah melakukan pemeriksaan lapangan. Namun ia belum mau memberikan keterangan sebab masih akan dilakukan rapat sebelum akhirnya mengeluarkan kesimpulan.
Aidin mengakui, berdasarkan aturan yang ada, setiap perusahaan pemilik jetty tidak boleh disewakan tanpa perjanjian kontrak kerja. Saat ditanya terkait dengan sewa menyewa di jetty PT KNN, Aidin menyebut belum melihat hasil pengawasan bawahannya, sehingga ia belum mengetahui apakah aktivitas sewa tanpa kontrak itu benar adanya.
“Bisa saja itu ada kontrak kerja, itu memang harus ada antara pemilik dan penyewa. Kalau pun ada masalah maka kita lakukan pembinaan, yaitu teguran secara bertahap dulu. Kalau sanksi terberatnya adalah pencabutan izin lingkungan jettynya,” ujarnya.
Ia menjelaskan dalam melakukan pengawasan di lapangan, seluruh pegawai DLH Konut telah diminta untuk melaksanakan tugas sesuai aturan yang ada, sehingga tudingan suap itu tidak benar adanya. Jika pun ada, Aidin mengatakan itu perbuatan oknum.
Sementara itu, Komisaris Utama PT KNN, Syamsul belum memberikan keterangan terkait dugaan suap perusahaan ke DLH. Saat awak media ini mencoba menghubunginya, nomor kontak Syamsul tidak bisa dihubungi, upaya konfirmasi juga dilakukan via aplikasi WhatsApp dan via SMS, namun Syamsul belum merespon. (B)
Kontributor : Restu Tebara
Editor : Muhamad Taslim Dalma