ZONASULTRA.COM, KENDARI – Komisi IV DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) menyarankan kepada pihak Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari untuk mencabut putusan pemberhentian secara tidak hormat atau drop out (DO) terhadap mahasiswanya, Hikma Sanggala.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Sultra, Yaudu Salam Ajo, saat memimpin rapat dengar pendapat (RDP) bersama civitas akademika IAIN Kendari, Hikma Sanggala, serta aliansi Mahasiswa Muslim Sultra (MMS) di gedung DPRD Sultra, Rabu (11/9/2019).
Menurut Yaudu, saran pencabutan DO terhadap Hikma Sanggala merupakan jalan tengah yang ditawarkan DPRD Sultra. Apalagi, diketahui bahwa Hikma Sanggala saat ini sudah memasuki semester akhir dan sedang menyusun skripsi.
“DPRD menyarankan supaya menempuh jalan kompromi, artinya tawarannya itu pihak mahasiswa yang di-DO bisa diaktifkan kembali dengan syarat bisa menaati ketentuan yang ada di institusi IAIN. Tapi apakah itu bisa dilaksanakan, itu kembali kepada institusi IAIN,” kata Yaudu.
Menanggapi saran yang diberikan DPRD Sultra, pihak IAIN Kendari tegas tak akan mencabut keputusannya. Dekan Fakultas Usluhuddin Adab dan Dakwah, IAIN Kendari, Nurdin mengatakan, bahwa keputusan rektor bersifat final dan mengikat.
(Baca Juga : Soal Larangan Bercadar, Begini Penjelasan IAIN Kendari)
Dikatakannya, pihak IAIN tetap teguh dan komitmen terhadap apa yang menjadi keputusan rektor. Bahkan Nurdin mempersilakan kepada Hikma Sanggala jika berinisiatif menempuh jalur hukum.
“Saya katakan, jika mahasiswa yang di-DO menempuh jalur hukum, karena tidak terima dengan keputusan rektor, silakan. Siapkan dokumennya, dan kami juga akan menyiapkan dokumennya,” ujar Nurdin.
Diketahui, kejadian ini berawal pada 27 Agustus 2019 lalu saat Hikma menerima 2 surat sekaligus yaitu surat dari Dewan Kehormatan Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa Nomor : 003/DK/VIII/2019 tentang usulan penjatuhan terhadap pelanggaran kode etik dan tata tertib mahasiswa IAIN Kendari serta surat Keputusan Rektor IAIN Kendari Nomor 0653 Tahun 2019 tentang pemberhentian dengan tidak hormat sebagai mahasiswa IAIN Kendari.
Akhirnya, pada 9 September 2019, IAIN Kendari mengeluarkan pers rilis tentang pemberhentian Hikma Sanggala sebagai mahasiswa IAIN Kendari, yang ditandatangani langsung oleh Rektor Faizah Binti Awad.
(Baca Juga : Ini Penjelasan Rektor IAIN tentang Pemberhentian Hikma Sanggala)
Rektor IAIN Kendari, Faizah Binti Awad mengatakan, IAIN memberhentikan Hikma Sanggala sebagai mahasiswa karena mahasiswa tersebut dianggap melakukan penyebaran paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan kepada mahasiswa di lingkungan IAIN Kendari dan di media sosial.
Sebelum di-DO, Hikma Sanggala, sudah diberikan sanksi akademik pada 2017 lalu dengan skorsing selama satu semester karena telah melakukan pelanggaran kode etik bab V pasal 14 tentang melakukan provokasi dan tindakan mencemarkan nama baik IAIN Kendari.
Menurut Faizah, Hikma Sanggala sudah dinasihati dan diberi pembinaan untuk tidak mengulangi dan menyebarkan paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan. Namun kenyataannya, Hikma Sanggala tetap melakukan penyebaran paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan kepada mahasiswa di lingkungan IAIN Kendari dan di media sosial.
Hikma Sanggala diketahui aktif menyebarkan konten dan berita di media sosial yang merusak citra dan menghina pimpinan IAIN Kendari. Adapun informasi media sosial yang mengatakan bahwa Hikma Sanggala sebagai mahasiswa berprestasi tidak sepenuhnya benar.
Akibat keputusan ini, Kamis (5/9/2019) lalu, Hikma Sanggala, bersama ratusan mahasiswa yang mengatasnamakan aliansi MMS mendatangi gedung DPRD Sultra untuk menuntut keadilan terhadap kebijakan Rektor IAIN Kendari.
Perwakilan Tim Kuasa Hukum LBH Pelita Umat Hikma Sanggala, Risman menganggap dasar atas dikeluarkannya Hikma Sanggala yakni yang bersangkutan berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikalisme yang bertentangan dengan ajaran Islam dan nilai-nilai kebangsaan, dan terbukti sebagai anggota atau pengurus organisasi terlarang oleh pemerintah. Semua tuduhan itu kata dia adalah fitnah karena tanpa bukti yang jelas.
“Keputusan ini dikeluarkan sepihak bahkan tanpa adanya klarifikasi dari yang bersangkutan. Kalau saja klien kami diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi dan pembelaan diri atas semua ini, maka tidak perlu kami ke DPRD,” katanya. (A)