ZONASULTRA.COM, KENDARI – PT Ayuta Mitra Sentosa selaku salah satu pemilik saham di PT Panca Logam Makmur (PLM) mengadukan oknum pemilik perusahaan tambang emas di Kabupaten Bombana itu ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) terkait dugaan konspirasi penambangan ilegal di lokasi produksi perusahan itu.
PT PLM diduga telah melakukan aktivitas pertambangan yang tidak memiliki perpanjangan izin pada kurun waktu 2015-2019.
Diketahui kepemilikan PT PLM terdiri dari empat kelompok saham. Tiga saham dimiliki oleh badan hukum dan satu orang pribadi. PT Ayuta Mitra Sentosa merupakan salah satu pemilik saham PT PLM dengan kepemilikan saham sebesar 36,6 persen.
Komisaris Utama PT Ayuta Mitra Sentosa, Adi Warman mengungkapkan, selang waktu 2015 sampai 2019, PT PLM sudah tidak memiliki izin produksi, namun masih melakukan aktivitas penambangan.
Memang pada 5 Juli 2015, PT PLM mengajukan perpanjangan IUP ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sultra. Akan tetapi dalam waktu yang ditentukan undang-undang yakni, selama 14 hari, perpanjangan izin tersebut tak kunjung dikeluarkan. Sehingga permohonan perpanjangan tersebut dianggap ditolak oleh pemerintah.
Dikatakan, karena pemerintah menolak permohonan perpanjangan tersebut maka pihaknya mengirimkan surat penghentian aktivitas pertambangan pada 21 Januari 2016 lalu ke DPMPTSP Sultra, namun hal itu tidak dilakukan.
Lalu, kata Adi Warman, PT Ayuta Mitra Sentosa kembali melayangkan surat untuk penghentian aktivitas PT PLM, namun pihak DPMPTSP Sultra tak kunjung juga melakukan pemberhentian, sehingga perusahaan tersebut masih saja melakukan aktivitas penambangan, padahal masa berlaku IUP-nya sudah berakhir.
Anehnya, tiba-tiba saja ada perpanjangan IUP yang dikeluarkan pihak DPMPTSP pada 23 Oktober 2019 yang ditandatangani oleh Kepala DPMPTSP Sultra.
“Jelas kami kaget, tiba-tiba ada perpanjangan IUP di tahun 2019. Dokumen dan syarat perpanjangan yang digunakan adalah dokumen yang diserahkan pada 2015 lalu,” kata Adi Warman di Kendari, Jumat (17/7/2020).
Kata dia, setelah dipelajari ternyata ada penyimpangan norma hukum dalam surat persetujuan perpanjangan IUP operasi produksi PT PLM nomor: 672/DPMPTSP/X/2019. Sebab dalam surat tersebut dijelaskan bahwa keputusan perpanjangan itu mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Sementara pada diktum kedua dijelaskan, IUP operasi produksi itu berlaku selama 10 tahun, terhitung dimulai sejak 24 Desember 2015. Berarti perpanjangan itu berlaku surut dan sudah menyalahi regulasi yang ada.
Adi Warman menjelaskan, surat keputusan (SK) Kepala DPMPTSP tersebut bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945, Pasal 1 ayat (1) KUHP dan Pasal 58 ayat (6) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Oemerintahan.
“Karena berlaku surut, sehingga konsekuensi yuridisnya adalah SK tersebut menjadi tidak sah, batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena adanya konsekuensi yuridis tersebut maka IUP operasi produksi juga tidak sah, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, batal demi hukum dan dianggap tidak ada,” jelasnya.
Ia menduga SK perpanjangan tersebutlah yang dijadikan senjata bagi oknum yang ada di PT PLM untuk meyakinkan pihak ketiga agar masuk melakukan aktivitas pertambangan di kawasan tersebut. Begitu pula kepada pihak aparat kepolisian, oknum tersebut melakukan modus yang sama, sehingga bersedia melakukan pengamanan di lokasi pertambangan PT PLM.
“Jadi, SK tersebut dibuat seakan-akan benar, sehingga pihak-pihak terkait percaya dan bersedia melakukan kerja sama,” ujarnya.
Selain mengadukan oknum pemilik saham, kata Adi Warman, pihaknya juga mengadukan Kepala DPMPTSP Sultra di Polda Sultra karena menerbitkan izin perpanjangan tidak sesuai prosedur atau cacat hukum. Kata dia, aduan tersebut dilayangkan sejak tanggal 16 Juli 2020.
Selain mengadukan ke Polda Sultra, PT Ayuta Mitra Sentosa juga melaporkan Kepala DPMPTSP Sultra kepada Gubernur Sultra Ali Mazi terkait perpanjangan izin PT PLM yang tidak sesuai aturan.
Dengan adanya aduan ini, Adi Warman berharap pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan dan penyidikan karena izinnya tidak bersyarat lagi. Sehingga mengakibatkan kerugian negara dan merusak lingkungan.
Kepala DPMPTSP Sultra Masmuddin membenarkan izin PT PLM yang bergerak disektor pertambangan emas di Kabupaten Bombana berakhir pada 2015 lalu.
“Iya berakhir 2015 izinnya PT Panca Logam Makmur, tapi pada saat pengajuan perpanjangan izin kita tidak langsung menerbitkan izinnya karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi,” kata Masmuddin saat dikonfirmasi.
Menurut Masmuddin, DPMPTSP tidak serta merta langsung mengeluarkan perpanjangan izin, tapi harus ada rekomendasi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra.
Sementara perihal permintaan pembatalan izin PT Panca Logam Makmur, kata Masmuddin, DPMPTSP Sultra telah melayangkan surat ke Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM RI nomor: 180/648 tertanggal 6 Juli 2020 perihal permohonan pertimbangan hukum pembatalan pencabutan IUP PT Panca Logam Makmur.
“Permintaan itu karena ada somasi dari sejumlah pihak pemilik saham di PT Panca Logam Makmur. Jika kemudian ada pembatalan itu sudah domain Dirjen Minerba dan kami tinggal menunggu saja,” katanya. (A)