ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI asal Sulawesi Tenggara (Sultra) tidak setuju dengan keputusan Presiden Joko Widodo terkait pemindahan ibukota negara Indonesia. Presiden Jokowi sempat meminta izin kepada DPR untuk memindahkan ibukota negara ke Pulau Kalimantan pada saat Rapat Tahunan MPR/DPR/DPD RI beberpa hari yang lalu.
“Memindahkan ibukota negara butuh anggaran yang sangat besar, sementara defisit kita saja sudah besar,” kata Haerul Saleh saat ditemui di Komplek Parlemen Senayan Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2019).
Anggota Komisi XI DPR RI ini mengungkapkan bahwa saat ini negara tengah menggenjot penerimaan pajak untuk menutupi defisit negara. Seperti diketahui bahwa berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit senilai US$63,5 juta pada Juli 2019.
Menurut Haerul, urgensi pindahnya ibukota negara belum terlalu mendesak. Anggaran untuk rencana perpindahan ibukota dapat digunakan untuk target pembangunan infrastruktur-infrastruktur strategis yang lain yang lebih bermanfaat.
(Baca Juga : Amirul Tamim: Rencana Pindah Ibu Kota Tak Sejalan dengan Kemajuan Teknologi)
“Kita mau pindahin ibukota ini karena apa? Karena di ibukota ini sudah sangat sumpek. Ya macet, polusi udara dan lain sebagainya,” ungkap Haerul.
Namun, lanjut Haerul, keputusan pindah ibukota bukan satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Haerul berpendapat sumpeknya ibukota tak lepas dari penuhnya orang yang berdatangan untuk mengais rezeki di ibukota. Banyaknya industri atau perusahaan masih menjadi daya tarik urbanisasi sehingga ibukota menjadi semakin padat.
Haerul mengatakan bahwa Pemerintah dapat mengambil kebijakan seperti penyebaran lokasi industri atau perusahaan keluar Pulau Jawa. Dengan hal itu, kesumpekan ibukota akan terurai dengan sendirinya.
(Baca Juga : Ibu Kota Pindah, Jakarta Bisa Jadi Hongkong-nya Indonesia)
“Pemerataan industri harusnya, di Sultra tanahnya masih luas, pusatkan industri apa disana. Harus negara yang ambil alih,” pungkasnya.
Politisi Gerindra ini menganalogikan bahwa “ada gula ada semut”. Jika gula dipindah, maka semut pun akan ikut berpindah. (b)