ZONASULTRA.COM, KENDARI – Berdasarkan penjelasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Konawe belum ada solusi yang cepat sehingga masyarakat sekitar bisa terbebas dari bau busuk limbah sawit PT Utama Agrindo Mas (UAM). Berhadapan dengan bau busuk itu jadi semacam konsekuensi bagi warga Desa Wowalahumbuti yang tinggal di dekat pabrik sawit.
Kepala Seksi Pencemaran DLH Konawe, Yose Rizal mengatakan terkait bau tak sedap itu, pihaknya sudah turun memantau pada maret 2021 lalu. Dari pantauan mereka, pihak perusahaan telah melakukan langkah-langkah untuk menstabilkan pH (derajat keasaman) air limbah dengan penambahan bakteri, bahkan bakteri harus diambil dari perusahaan lain sehingga proses pembusukan bisa lebih cepat.
DLH juga menyarankan PT UAM agar menanam pohon yang bisa tumbuh tinggi sehingga ketika angin berhembus, bau busuk dapat terhalang oleh pepohonan. Yose menjelaskan bahwa memang anginlah yang membawa bau tak sedap ke rumah-rumah warga.
“Kalau warga secara langsung datang ke kantor itu tidak ada (soal bau busuk). Kami biasanya dapat berita di media sosial. Saya juga sudah turun tanya-tanya warga, mereka memang dilema karena anak-anak mereka kerja di pabrik. Yang ada laporan itu justru dari desa yang jauh dari pabrik,” ujar Yose saat dihubungi, 27 Mei 2021.
Untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan, PT UAM telah mengajukan permohonan izin pengkajian pemanfaatan limbah cair pada April 2021 di DLH Konawe. Proses pengkajian itu butuh waktu satu tahun untuk dapat diketahui layak atau tidaknya limbah cair itu dimanfaatkan, bila layak maka akan dikeluarkan izin pemanfaatan air limbah.
Rancangannya adalah limbah cair itu menjadi pupuk cair yang akan dialirkan ke tanaman-tanaman sawit sehingga dalam prosesnya tidak ada limbah cair yang ke sungai. Cara ini kata Yose, lebih baik dan berkelanjutan, tapi belum dapat dipastikan bakal berhasil sebab masih tahap pengkajian.
Yose juga memastikan PT UAM telah mengantongi izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sehingga bisa beroperasi sampai sekarang ini. Izin Amdal itu menjadi dasar untuk mengurus izin-izin lainnya seperti izin pengkajian pemanfaatan air limbah.
Dampak Bau Busuk Terhadap Kesehatan
Proses pengenalan bau dalam tubuh manusia dimulai dari molekul zat kimia masuk ke hidung. Di hidung ada epitel-epitel yang mempunyai sel reseptor penciuman yang bertugas mengunci molekul bau. Molekul bau kemudian terbawa pada saraf pembau yang ada di atas hidung lalu diteruskan ke otak yang menafsirkan apakah bau harum, busuk, dan segala macamnya. Hanya saja kemampuan penciuman setiap orang berbeda-beda, misalnya di tempat padat atau di kendaraan ada orang yang sensitif terhadap bau orang di sebelahnya dan ada juga yang tidak.
Dokter Spesialis Paru, Mariani menjelaskan dampak bau yang dihirup terhadap kesehatan ada 4 faktor yang mempengaruhi yakni bau yang dihirup mengandung bahan kimia atau tidak, atau jenis bahan kimia yang dihirup; seberapa pekat bahan kimia penyebab bau; berapa lama paparan bau; dan tergantung sensitivitas penciuman seseorang. Jadi, bila faktor itu ada maka itulah yang akan memberi efek pada seseorang, misalnya efeknya akan berbeda-beda tergantung sensitivitas penciuman masing-masing.
Mengenai limbah, kata dia, ada berbagai macam misalnya limbah pabrik dan limbah organik rumah tangga yang dapat mencemari udara, air, dan tanah. Kalau limbah cair seperti dari pengolahan kelapa sawit biasanya terakumulasi jadi limbah aerob (dengan oksigen) dan anaerob (tanpa oksigen) yang mencemari udara dan menyebabkan bau busuk di lingkungan sekitar.
Mariani menyebut secara umum bau busuk dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, migren, batuk, dan sesak di saluran nafas, bahkan mual hingga muntah. Dalam jangka panjang bila sering terpapar bau busuk pencemaran udara bisa membahayakan janin bagi wanita hamil, mempengaruhi perkembangan otak janin, gangguan paru-paru, serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan bisa juga menyebabkan kanker.
“Dampak bau terhadap seseorang itu banyak. Kalau baunya itu sudah masuk ke otak ditanggap sebagai bau yang tidak nyaman maka itu akan menimbulkan kecemasan berlebihan, menyebabkan muntah, sakit kepala, dan yang lain,” ujar Mariani melalui telepon, 31 Mei 2021.
Efek bau terhadap kesehatan tubuh manusia berbeda-beda tergantung jenis bau, misalnya bau basuk dari limbah pabrik sawit, berbeda dengan dampak bau zat kimia dari pabrik kimia obat. Namun Mariani memastikan bau apapun selama menimbulkan ketidaknyamanan saat direspon oleh otak akan berdampak tidak baik, yang jangka panjangnya dapat menyebabkan kanker.
Upaya untuk mencegah bau busuk terhirup sangat susah meskipun dengan menggunakan masker karena hanya menyaring partikel-partikel tertentu. Bau memiliki partikel yang sangat halus dan menyatu dengan udara sehingga meski memakai masker bau tetap dapat menembus hidung.
“Masker juga tidak mungkin dipakai sepanjang waktu apalagi kalau bau busuk itu tidak ditahu kapan datangnya. Intinya limbah itu (berbau busuk) berdampak buruk bagi kesehatan, apalagi kalau sudah masuk ke udara, dapat mempengaruhi kualitas hidup,” ucap Mariani yang merupakan alumni Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga Surabaya.
Mariani menyebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga pola hidup sehat. Misalnya dengan membersihkan sampah-sampah di sekitar lingkungan, dan tidak menambah buruk kualitas udara.
Pengelolaan Limbah Cair Ramah Lingkungan
Limbah dari proses ekstraksi minyak sawit mentah (CPO) berbentuk gas, padat dan cair. Limbah gas relatif tidak menjadi masalah serius, dan limbah padat (tandan buah kosong, serat perasan buah, bungkil inti sawit, cangkang, dan limbah padat lain) telah banyak dimanfaatkan, tapi limbah cair yang dialirkan ke dalam sistem kolam terbuka dapat menjadi masalah lingkungan.
Berdasarkan hal itu maka dalam penelitian Suprihatin dkk. yang diterbitkan dalam “Buku Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2012” menawarkan solusi pengelolaan limbah cair kelapa sawit yang ramah lingkungan dan menyoroti pengelolaan limbah sawit dengan sistem kolam terbuka yang berdampak buruk bagi lingkungan. Dalam pengelolaan limbah cair sawit kolam terbuka sebagian besar bahan organik terdekomposisi secara anaerobik (tanpa oksigen) menyebabkan bau busuk serta emisi gas rumah kaca (metana) dan berkontribusi terhadap pemanasan global.
Penelitian yang mengambil kasus 13 unit pabrik kelapa sawit di Provinsi Lampung itu menyimpulkan bahwa limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi seperti minyak/lemak, karbohidrat, serat dan padatan tersuspensi dapat menghasilkan energi alternatif biogas (bahan bakar terbarukan). Biogas merupakan gas campuran dengan kandungan utama metana (50-70 persen), karbon dioksida (30-40 persen), serta sejumlah kecil gas kelumit seperti hidrogen, hidrogen sulfida, uap air, dan nitrogen.
Pada sistem kolam terbuka untuk pengolahan limbah cair organik, produksi biogas secara teknis sulit dikumpulkan dan dimanfaatkan. Oleh karena itu dalam penelitian itu, bahan organik dalam limbah cair pabrik kelapa sawit diolah dengan menggunakan bioreaktor anaerobik atau dengan kolam stabilisasi tertutup (covered pond system) yang dirancang secara khusus sehingga memungkinkan untuk menampung dan memanfaatkan produksi biogas sebagai bahan bakar. Menurut penelitian itu, metode ini tergolong ramah lingkungan dan lebih berkesinambungan (sustainable).
Peneliti dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut memperkirakan pabrik kelapa sawit di Provinsi Lampung dengan laju pengolahan total 1,7 juta tandan buah segar (TBS) per tahun menghasilkan limbah cair dengan kandungan bahan organik yang dapat dikonversi menjadi 25 juta meter kubik biogas per tahun.
Hasil analisis penelitian yang dilakukan tahun 2012 itu juga menunjukkan adanya berbagai keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan pendekatan pengelolaan limbah cair, antara lain mengurangi biaya produksi melalui pemanfaatan biogas sebagai substitusi bahan bakar minyak/fosil, mengurangi masalah lingkungan (bau busuk), dan mengurangi emisi gas rumah kaca. (**)
Artikel Sebelumnya : “Kampung Busuk” di Konawe, Warganya Hidup di Tengah Polusi Udara Pabrik Sawit (Bagian-1)