ZONASULTRA.COM, KENDARI – Sebanyak 14 orang PNS hadir sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi dana rutin pemeliharaan gedung tahun 2016 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Konawe. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Kendari, Senin (15/7/2019) yang dipimpin oleh Hakim Ketua Andi Wahyudi.
14 PNS itu yakni Nasution, Alfius, Suhardin, Safiuddin, Saripin, Sumardin, Ganefo, Dewi Saranani, Safruddin, Latapa, Suhaji, Sukimin, Muhammad Yani, dan Muhammad Tasrif. Mereka saat 2016 (tahun terjadinya korupsi) menjabat sebagai kepala unit pelaksana teknis dinas (UPTD) lingkup dinas pendidikan untuk setiap kecamatan di Konawe.
Sementara 3 terdakwa dalam perkara itu adalah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Konawe yang juga mantan Kepala Dinas (Kadis) Dikbud Ridwan Lamaroa, mantan Bendahara Dikbud Konawe Gunawan, dan mantan Kadis Dikbud Konawe Jumrin Pagala.
Dalam perkara itu, para saksi diketahui menandatangani tanda bukti pertanggungjawaban dana pemeliharaan kantor UPTD masing-masing. Namun faktanya di lapangan para kepala UPTD itu tidak menerima uang dan tidak pernah melakukan pemeliharaan kantor.
Baca Juga : Terkait Kasus Korupsi Diknas, Bupati Konawe Diperiksa Polisi
Salah satu saksi, Nasution mengaku tidak pernah tahu bahwa ada dana rutin pemeliharaan kantor UPTD. Ia mengetahui ada dana rutin tersebut setelah ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan pada 2016 lalu. Begitu pula saksi lainnya, Dewi Saranani mengaku selama 10 tahun menjabat Kepala UPTD tidak tahu kalau ada dana rutin pemeliharaan.
“Jadi kantornya dari 10 tahun ngga berubah itu,” tanya Hakim Ketua Andi Wahyudi. “Tidak pernah, dibersihkan saja pak,” jawab Dewi Saranani.
Kendati para saksi itu tidak mengetahui soal adanya dana pemeliharaan, tetapi sebagian dari mereka telah mengaku dalam sidang itu bahwa telah menandatangani tanda bukti kas pertanggungjawaban dana rutin yang pernah disodorkan kepada mereka. Namun, hanya sebatas tanda tangan saja tanpa menerima uang, yang salah satu alasannya sebagai bentuk loyalitas kepada pimpinan.
Di sela-sela persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe, Arbin mengatakan selanjutnya masih banyak saksi yang akan dihadirkan di persidangan. Di antara saksi-saksi dalam berkas perkara ada sejumlah kepala sekolah, Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa, dan lainnya yang juga akan hadir di persidangan.
Baca Juga : Korupsi Dikbud Konawe, Mantan Bendahara: 9 Pejabat Ikut Nikmati Uang Korupsi
“Kasus ini penyidikan dari Polres Konawe, terus dilimpahkan ke kejaksaan. Saksi yang hari ini semua pernah menjabat Kepala UPTD pada 2016. Semua kalau tidak salah ada 27 Kepala UPTD, hari ini baru 14, yang lain di sidang selanjutnya,” ujar Arbin.
Kuasa hukum Ridwan Lamarao dan Gunawan, Risal Akman mengatakan para saksi yang menandatangani tanda bukti kas untuk pertanggungjawaban itu sama saja membantu kepala dinas dan bendahara melakukan tindak pidana korupsi.
“Makanya mereka harus dijerat juga karena bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Karena mereka mau bertanda tangan tanda bukti kas, berarti mereka menyetujui seolah-olah itu sudah dipertanggungjawabkan padahal tidak. Akhirnya merugikan negara,” ujar Risal.
Kata Risal, khusus anggaran yang untuk dana rutin pemeliharaan kantor UPTD itu yakni Rp17,5 juta per UPTD pada tahun 2016 lalu. Secara keseluruhan, taksiran kerugian negara dalam perkara itu adalah Rp4,8 Miliar.
Mengenai terdakwa yang dibelanya, Risal mengaku kedua kliennya itu telah mengakui keterlibatannya. Untuk membuka siapa-siapa saja yang terlibat dalam kasus itu maka akan diungkap melalui persidangan-persidangan selanjutnya.
KPK tlg berantas terus korupsi dikab. Konawe sampai ke tingkat DESA