ZONASULTRA.COM, ANDOOLO – Bau air seni yang menyengat tercium di rumah Roshidin (43) yang terletak di Desa Wunduwatu, Kecamatan Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Begitulah aroma khas saat mengunjungi kediaman pria kelahiran Ciamis 5 Maret 1976 itu.
Di rumah sederhana, beratapkan genting khas Jawa, Roshidin menjejer rapi puluhan tandon dan jeriken di teras samping rumahnya. Dari sudut itulah sumber aroma pesing keluar saat orang mengunjungi rumah Roshidin.
Tak hanya wadah penampungan air. Di halaman depan juga terlihat berbagai macam tanaman sayuran, daunnya mekar, lebar kehijauan tumbuh subur berdampingan dengan tanaman lainya.
“Semua ini (tanaman sayuran) pakai pupuk cair yang saya kembangkan dari air kencing manusia,” kata Roshidin saat ditemui di rumahnya, Senin (23/9/2019).
Baca Juga : Inovasi MTsN 1 Koltim, Sampah Dijadikan Pupuk Organik
Pria tiga anak ini, mengaku hanya lulusan madrasah dan tak pernah merasakan bangku kuliah. Pengetahuan seputar pupuk didapatnya melalui pelatihan lalu dikembangkannya secara autodidak secara konsisten.
“Sejak kecil waktu masih pesantren, saya sering diajarkan bercocok tanam dan mengenali pupuk,” ujarnya.
Dari situ, kecintaan Roshidin tentang pupuk terus tumbuh. Berbagai pelatihan seputar pupuk ia ikuti. Ia bahkan menuntut ilmu hingga ke Sorong, Papua Barat (Pabar). Saat itu ia merantau di kota yang berjuluk kota minyak tersebut.
Delapan tahun merantau, Roshidin meninggalkan Pabar dan pindah ke Konsel pada tahun 2002. Setahun tinggal, ia mulai mencoba mengembagkan pupuk dari kencing hewan.
“Awalnya tahun 2003 pupuk saya kembangkan dari kencing kambing, nanti sekarang sudah ada delapan bulanan saya coba pakai kencing manusia,” tuturnya.
Tak jauh beda dengan air kencing/urine kambing, cara membuat pupuk dari air kencing manusia juga melalui proses fermentasi. Bahan bakunya pun sama, yakni dari bonggol pisang, sabut kelapa, air kelapa, mikroba, dan beberapa campuran yang telah diramu lebih dulu dari berbagai jenis rempah-rempah.
Cara membuatnya dengan terlebih dulu menghaluskan jahe, temulawak, kemiri, merica, daun pepaya, bawang putih, bawang merah, lombok, kunyit, serta lengkuas. Lalu dicampur jadi satu ke dalam bejana untuk difermentasi. Campuran tersebut dipercaya dapat menetralisir bau kencing manusia jika dicampurkan.
Kemudian di wadah lain juga disiapakan campuran mikroba, tetes tebu, gula merah dan gula pasir. Setelah itu di wadah berbeda, juga disiapkan air kelapa, bonggol pisang yang sudah diiris tipis, sabut kelapa, dan urine. Masing-masing bahan baku difermentasi dengan menggunakan cairan mikroba selama satu minggu ke dalam wadah yang ditutup rapat.
Baca Juga : UHO Latih Masyarakat Konawe Gunakan Pupuk Hayati Berbasis Bakteri
Setelah itu dilakukan penyaringan, untuk memisahkan ampas dari semua bahan baku yang difermentasi hingga menghasilkan berbagai macam jenis cairan. Setelah itu barulah semua cairan dicampur jadi satu lalu difermentasi lagi selama satu bulan, sambil dilakukan pengadukan tiga hari sekali. Baru setelah itu pupuk siap digunakan.
“Kenapa pakai urine manusia, karena kandungan nitrogen, fosfor dan kalium jauh lebih baik dari urine lain,” paparnya.
Untuk mendapatkan urine manusia, Roshidin membelinya ke masyarakat dengan harga Rp50 ribu per jeriken berisi Lima liter. Setiap hari warga di sekitar rumahnya mendatangi rumahnya untuk menjual cairan kencing mereka. Tak jarang para masyarakat yang datang menukarkan air seninya dengan pupuk yang telah jadi.
Pria kurus berkumis ini, mengaku telah memasarkan produknya hingga ke daerah Kolaka, Konawe dan beberapa kecamatan yang ada di Konsel. Ia pun yakin temuannya itu tak kalah bagus dengan pupuk produk buatan perusahaan. Hal itu telah ia buktikan sendiri ke berbagai tanamannya dan banyaknya permintaan yang datang. Kadang kalau permintaan sedang bagus, Roshidin bisa mendapatkan tiga hingga empat juta rupiah perbulannya.
Terkendala Izin
Roshidin mengaku khawatir, ia selalu dihantui oleh beberapa oknum yang merasa dirinya sebagai pesaing. Beberapa dari mereka sering berdalih bahwa pupuk Roshidin yang diberi nama pupuk cair organik belum memiliki izin edar. Hal ini terkadang membuatnya takut.
“Soalnya tentang izin itu saya belum paham, saya butuh bantuan dari pemerintah,” katanya.
Selain itu, ia juga terkendala fasilitas yang memadai. Pasalnya selama ini ia harus tinggal bersama dengan cairan fermentasi dan air seni yang dikumpulkan. Ia khawatir hal itu berbahaya bagi kesehatan keluarganya. Belum lagi, fasilitas pendukung lainya yang dibutuhkan untuk terus mengembangkan kualitas pupuk yang dibuatnya.
Roshidin berharap, ia dan petani lainnya bisa terbantu dengan pupuk buatannya dalam menghasilkan tanaman yang sesuai harapan.
Baca Juga : Pemuda Mubar Ini Coba Kembangkan Aneka Produk Kelor
Sementara itu, Pelaksana Jabatan (PJ) Kepala Desa Wunduwatu Irwansyah menuturkan pihakya akan mendukung penuh inovasi yang dilakukan Roshidin. Pasalnya mayoritas warganya adalah petani dari 270 kepala keluarga.
“Pak Roshidin ini di sini dia sudah jadi ahli, kalau ada masyarakat tentang tanamannya dia yang suka bantu, makanya kalau ada pelatihan, dia suka isi jadi pemateri,” ujar Irwansyah.
Irwansyah sejauh ini masih terus berupaya membantu Roshidin untuk mempromosikan keunggulan pupuk buatannya. (***)
Kontributor : Erik Ari Prabowo
Editor : Muhamad Taslim Dalma