ZONASULTRA.COM,WANGGUDU – Masyarakat di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) diselimuti duka yang amat dalam.
Tangis kesedihan masyarakat pecah setelah harta benda dan rumah mereka porak poranda diterjang banjir bandang yang terjadi sejak Minggu 2 juni 2019 lalu.
Indahnya bulan suci Ramadahan 1440 hijriyah tahun ini, diakhiri dengan kepiluan. Hari kemenagan Idul Fitri 1 Syawal 1440 Hijriyah yang jatuh pada 6 juni lalu terpaksa dirayakan dalam tenda darurat berukuran 4 kali 6. Tanpa ranjang dan dinding pengalas.
Tak ada pakaian baru, tak ada menu lezat di hari lebaran. Tak ada kue dan minuman khas lebaran, tak ada gema takbir, tak ada saling silturahmi. Yang ada hanya pelukan tangis dan doa di tengah bencana alam.
“Kami sudah tidak tau mau berbuat apa lagi. Yang ada cuma satu, selamatkan diri dan keluarga. Sedih, sangat sedih bencana banjir yang kami alami. Habis semua tinggal pakaian di badan,” tutur Sumarton, salah satu korban banjir dengan suara tersendat menahan tangis di tenda pengungsian, Sabtu (15/6/2019).
Belum kering air mata, banjir cukup dahsyat kembali menerjang Bumi Oheo pada 7 juni 2019 dengan ketinggian air mencapai 4 meter menjadi 6 meter.
(Baca Juga : Banjir Bandang Konut, 855 Rumah Tenggelam, 56 Hanyut, 4.089 Warga Mengungsi)
Ribuan masyarakat berlarian menyelamatkan diri. Tanpa alas kaki, mereka berlari dan terus berlari dengan raut wajah ketakutan mencari tempat yang aman. Mereka mengendong anak-anaknya, membawa barang berharga yang bisa diselamatkan sambil berteriak histeris dan mengucap Asma Allah.
“Allahuakbar…Tolongggggg….Banjirrrr”.
“Masyarakat bertumpuk di bawah tenda darurat bersama keluarga dan warga lainnya. Tidur hanya beralaskan terpal,” terangnya.
“Makan, masak di dalam tenda itu juga. Yang kasian anak-anak, sangat rawan penyakit, apalagi tidak ada selimut dan kelambu,” ungkap Yoken, Kepala Desa Walalindu di lokasi banjir sambil menunjukkan puluhan rumah warganya yang terendam banjir hingga menyisahkan atap rumah.
Ribuan Penduduk Mengungsi
Banjir terparah tahun ini di Konawe Utara benar-benar meruntuhkan wilayah penghasil biji nikel tersebsar di Sultra itu. Sebanyak 202 unit rumah masyarakat hanyut diterjang banjir bandang tanpa sisa, 1.396 lainnya terendam banjir hingga menyisahkan atap rumah.
Sebanyak 6 kecamatan dari 13 kecamatan antara lain, Kecamatan Andowia, Asera, Oheo, Landawe, Langgikima dan Wiwirano yang dilanda banjir seketika berubah menjadi lautan dengan warna kemerahan.
1.598 Kepala Keluarga (KK), 5.703 Jiwa mengungsi di berbagai tempat. Entah kemana harus mengadu untuk mengembalikan kelestarian alam Bumi Oheo itu. Trauma yang sangat mendalam dirasakan para korban hingga tak mau lagi tinggal di wilayah tersebut.
“Sejak banjir, saya dan keluarga mengungsi di masjid. Rumahku tenggelam tinggal atap rumah saja, bahkan sudah terbongkar. Sudah 12 hari rumah saya banjir pak, saya sudah pasrah,” tutur Erna, warga Wanggudu Raya yang tinggal di pengungsian bersama tiga anaknya.
(Baca Juga : Banjir Bandang, 11 Rumah di Konut Hanyut Terbawa Arus Sungai)
“Nanti kalau ada bantuan bedah rumah dari pemerintah saya mau pindah saja di wilayah Lamondowo, saya sudah tidak mau tinggal disini saya trauma sekali,”ujarnya.
Terisolir dan Diserangan Penyakit
Banjir yang terjadi menyebabkan jembatan utama yang berada di wilayah Asera jebol hingga memutuskan akses transportasi warga. 8 titik ruas jalan lainnya, juga akses penghubung antar desa terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 4 meter.
Akibat peristiwa itu, masyarakat di Kecamatan Asera, Oheo, Landawe, Langgikima dan Wiwirano terisolir. Untuk menyelamatkan diri, para korban banjir berlindung di area pegunungan dan tempat ketinggian lainnya.
Banjir bandang yang terjadi ditahun ini pun disampaikkan merupakan yang terparah dari banjir sebelumnya. Bahkan, disebut-sebut warga lebih parah dari banjir bandang yang pernah terjadi di tahun 1977 atau 42 tahun silam.
“Sudah 20 tahun saya tinggal di Wanggudu Raya pak, dekat bantaran sungai tapi tidak pernah separah banjir ini. Sudah ini paling parah sekali, kita tidak tau mau tinggal dimana lagi,”ucap Surmiah dengan nada sedih sambil menunjukkan rumahnya yang terendam banjir.
Dampak banjir bandang ini juga membuat pengungsi terserang penyakit mulai dari diare, demam, gatal-gatal, dan infeksi saluran pernapasan.
Sementara, ratusan siswa pelajar di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di 28 sekolah harus diliburkan. Sebab, gedung tempat mereka bermain dan memperoleh ilmu pengetahuan tenggelam akibat banjir.
970,3 hektar landang sawah, 83,5 hektar lahan jagung, 11 hektar lahan kebun, 420 hektar tambak dan 3 unit pasar sentral tradisional, Puskesmas pembantu (Pustu), Puskesma pun juga hanyut dan rusak diterjang banjir.
Lupan Sungai dan Penambangan
Dari data Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konut, musibah banjir bandang terbesar yang terjadi di Konawe Utara disebabkan tingginya intensitas hujan yang turun, hingga membuat Sungai Walasolo, Lalindu, Lino Moio, Landawe, dan sungai diwilayah Langgikiman meluap keras.
Hanya dalam hitungan menit, air langsung menenggelamkan rumah-rumah warga dan merusak fasilitas umum lainya. Harta benda warga rata-rata hanyut terendam banjir, hingga kerugian ditaksir mencapai puluhan miliyar.
Sementara, tanggapan lain baik dari masyarakat, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat juga muncul. Jika penyebab bencana alam di Konut itu terjadi bukan hanya karena luapan sungai saja, melainkan maraknya aktivitas penambangan di kawasan tersebut yang tidak sesuai syarat prosedural hingga menyebabkan kerusakan lingkungan. Di Konut, mulai penambangan batu gunung galian c, nikel, kelapa sawit, dan perusahaan tebu beroperasi.
Seperti yang diungkapkan Wakil Gubernur Sultra, Lukman Abunawas saat diwawancarai mengenai tanggapan banjir di wilayah itu. Dikatakan, sejak Konawe Utara mekar dari Kabupaten Konawe pada 2007 silam atau 12 tahun lalu, baru kali ini banjir besar terjadi hingga merendam 6 kecamatan.
Menurutnya, kegiatan pertambangan manjadi salah satu faktor besar terjadinya banjir bandang di Konut. Lingkungan alam pun rusak dan tidak tertata akibat dari adanya kegiatan penambangan.
Hal senada juga disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, Sahabuddin. Disampaikan, banjir bandang yang melanda Konut, faktor paling besar akibat aktivitas pertambangan dan perkebunan kepala sawit yang tersebar di wilayah itu.
(Baca Juga : Gubernur Janji Program Bedah Rumah Untuk Korban Banjir Konut)
Sejak 2014, Walhi mencatat terdapat 136 izin perusahaan pertambangan, serta 19 izin perkebunan kepala sawit yang telah diterbitkan oleh Pemkab Konut. Membentang dari perbatasan Kecamatan Wiwirano dan Sulteng hingga perbatasan Kabupaten Konut dan Konawe di Kecamatan Abeli Sawa. Keberadaan tambang dan perkebunan sawit dinilai telah merubah ekosistem hutan asli di wilayah Konut, sehingga mengakitban banjir bandang.
“Saya kira kalau kita melihat 20 tahun lalu itu tidak pernah banjir, pernah banjir itu di 2016 lalu tapi tidak separah ini sampai hanyut terbawa air. Dan itu ditengarai karena banyaknya aktivitas tambang dan perkebunan sawit,” tuturnya saat dikonformasi awak media belum lama ini.
Penanganan Bencana Banjir
Persoalan banjir yang melandan Konut direspon cepat oleh Bupati dan Wakil Bupati Konut, Ruksamin-Raup. Pihaknya langsung membentuk tim terpadu yang melibatan seluruh jajarannya dan berbagai pihak turun langsung melakukan aksi tanggap darurat penanggulangan bencana banjir kepada masayarakat yang terdampak.
Sejak banjir melanda daerah itu, sebanyak 648 orang tim gabungan mulai dari BNPB RI, TNI Kodim-Korem-725 Woroagi, kepolisian, BPBD Provinsi, PMI, Basarnas, Pemerintah Kecamatan, dan seluruh jajaran OPD Konut diturunkan langsung membantu masyarakat yang dilanda banjir di 6 kecamatan.
Tak hanya itu, fasilitas tanggap darurat bencana seperti kendaraan oprasional, kapal cepat, perahu karet, mobil dapur, heli kopter sampai dengan alat peanganan medispun disiapkan untuk menolong dan menyelamatkan para korban sampain kewilayah terisolir.
Masing-masing tim yang telah ditugaskan, bertanggung jawab melakukan pendataan dan menyalurkan bantuan logistik, obat-obatan kepada para korban. Yang sakit juga langsung dievakuasi dan ditangani tim medis di 7 titik posko pelayanan yang dirikan. Pelayanan maksimal 1 kali 24 jam dilakukan.
Bantuan dari pemerintah pusat juga sudab disalurkan yakni dari Kemensos dan Kementan. Dari pihak lain, seperti Dinkes Provinsi, PT Antam, PT Sinar Jaya Sultra Utama, PLN, TNI, Polri dan pihak swasta lainya, juga turun langsung menyalurkan bantuan mulai dari bahan makanan, air mineral, obat-obatan sampaik pakaian kepada para korban banjir.
“Alhamdulillah dibantu pak Dandim dan tim terpadu lainnya, sampai hari ini kami terus salurkan logistik kepada para korban menggunakan Hekopter dan kapal. Yang sakit juga langsung dievakuasi dan ditangani oleh tim medis. Kami masih terus bekerja dan berdoa,” kata Ruksamin. (a)