ZONASULTRA.COM, aKENDARI – Hingga saat ini pemerintah pusat belum menetapkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau rumah subdisi secara nasional, akibatnya pengembang yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra) merasakan dampak dari hal tersebut.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Pengembang Indonesia (PI) Sultra Muhammad Kobar mengatakan, developer yang tergabung dalam asosiasi yang dipimpinnya sudah membangun sekitar 600 unit rumah siap huni, namun karena kuota FLPP subdisi belum ditetapkan proses akad pun belum dapat dilakukan.
Baca Juga : Harga Rumah Subsidi Naik, PI Sultra Tetap Beri DP 0 Persen
“Berkas user atau calon debitur sudah diterima perbankan dan tinggal tunggu akad, tapi karena belum ada kuota jadi belum bisa akad,” katanya melalui sambungan telepon seluler, Selasa (10/9/2019).
Kobar juga menyebutkan dalam setiap pertemuan asosiasi pengembang yang ada di Indonesia, ada pula kebijakan pemerintah menurunkan kuota rumah subsidi. Namun, kepastian dari wacana itu pun dinilai berkaitan dengan menunggu pelantikan Jokowi dan Ma’ruf Amin sebagai kepala negara lima tahun kedepan.
Salah satu langkah agar penjualan rumah tetap berjalan, pihaknya menawarkan sistem lain yakni Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), akan tetapi nyatanya ini belum dapat dilakukan di Kota Kendari.
Pasalnya hasil koordinasi DPD PI Sultra ke Dinas Penanaman Modal Daerah (DPMD) Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kota Kendari, pemerintah belum menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan sementara dalam penggodokan PTSP.
Dokumen SLF adalah salah satu syarat untuk pembiayaan rumah dengan sistem BP2BT, SLF sendiri merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan telah memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan berdasar hasil pemeriksaan dari instansi terkait.
Kendati demikian, Kobar menambahkan bahwa belum adanya kejelasan kuota rumah subdisi serta penurunan kuota memberikan dampak terhadap penjualan rumah di Sultra, pasalnya kekuatan daya beli masyarakat Sultra mampunya terhadap rumah subsidi.
Baca Juga : Harga Rumah Subsidi Resmi Naik Rp10 Juta
Ditemui di tempat berbeda, Ketua Dewan Perwakilan daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Sultra, Iwan Setiawan mengatakan, bila memang pemerintah menetapkan kuota FLPP yang tidak bisa memenuhi pasar seperti tahun sebelumnya, lebih baik FLPP dihilangkan agar pasar properti kembali normal.
“Karena sekarang orang mau beli rumah masih nunggu FLPP rumah subsidi, sementara kouta FLPP dikurangi oleh pemerintahnya dan saat ini kuota belum ditetapkan,” ungkapnya saat ditemui, Sabtu (7/9/2019) di Kopi Kita.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa sistem subsidi tidak selamanya ada dan pasti akan cenderung dihilangkan, sebab subsidi hanya menjadi stimulan bagi masyarakat yang dianggap berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu poin syarat BP2BT dinilai akan menjadi beban tersendiri bagi MBR karena beberapa hal, di antaranya harus 6 bulan menabung lebih dulu, dan suku bunganya tidak flat seperti FLPP. Bahkan lebih tinggi dibanding suku bunga FLPP.
Iwan menyebutkan saat ini baru dua kabupaten yang memiliki SLF di Sultra yakni Konawe dan Kolaka Utara (Kolut). Suku bunga BP2BT untuk tahun pertama 10 persen, tahun kedua 11 persen, tahun ketiga 12 persen, selanjutnya mengikuti suku bunga perbankan.
Meskipun demikian, kedua asosiasi pengembang ini tetap optimis jika penjualan rumah di Sultra tetap berjalan dengan baik meski akan mengalami sedikit hambatan, pasalnya saat ini kebutuhan rumah sudah menjadi hal penting bagi masyarakat.(a)
Kontributor : Ilham Surahmin
Editor : Kiki