Kunci Bertahan dari Pukulan Pandemi dan Solusi Jangka Panjang UMKM di Kendari

Kunci Bertahan dari Pukulan Pandemi dan Solusi Jangka Panjang UMKM di Kendari

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Salah satu toko kuliner di Kota Kendari yang tetap stabil pada masa pandemi Covid-19 adalah Aufa yang terletak di Jalan Nipa Raya, Kelurahan Lalolara, Kecamatan Kambu. Lokasinya berada di jajaran rumah warga, sekitar 50 meter dari jalan raya.

Sekilas toko ini adalah rumah hunian biasa, tapi ternyata di dalamnya ada aktivitas usaha produksi kuliner yang ramai dengan 3 divisi produksi yaitu makanan berat (nasi kotak, tumpeng), kue, dan roti. Masing-masing divisi dikontrol oleh seorang manajer.

Bangunannya terdiri dari dua lantai di atas lahan seluas 550 meter persegi. Lantai 1 digunakan untuk produksi dan penjualan sedangkan lantai 2 jadi mes karyawan. Teras depan rumah itu disekat menjadi dua, yang satu untuk parkir, sedangkan satunya lagi dibentuk ruangan untuk kasir sekaligus tempat etalase aneka kue dan roti. Tak ada fasilitas untuk makan di tempat.

Kegiatan usaha di rumah ini setiap hari (Senin-Minggu), mulai pada pukul 07.00 pagi hingga 21.00 malam. Tampak pada Senin (25/10/2021), pukul 09.00 pagi, pekerja sudah lalu lalang di dapur sementara ojek online (ojol) terus berdatangan mengambil pesanan. Sesekali ada pelanggan yang datang sendiri memilih kue dan roti di etalase.

Usaha di bawah bendera PT Aufa Corp Action ini dimiliki dan dikelola langsung oleh La Ode Rakhmad Darmawan (37) alias Wawan bersama istrinya, Ummu Faiz Alfath (37). Mereka mempekerjakan 33 karyawan.

Sebagai gambaran besaran produksi Aufa pada divisi roti selama 2021 (Januari-Oktober), mereka memproduksi 46 ribu pcs dengan harga Rp8 ribu sampai Rp10 ribu per pcs. Belum lagi bila dihitung produksi dari divisi kue dan makanan berat. Total omzetnya puluhan juta per pekan.

Namun begitu, mereka belum tertarik untuk pindah seperti toko kuliner pada umumnya yang berada di jajaran ruko depan jalan raya. Rumah tempat tinggal mereka sendiri dianggap relevan dengan era serba digitalisasi masa kini sehingga lokasi usaha bukan lagi suatu persoalan.

Kunci Bertahan dari Pukulan Pandemi dan Solusi Jangka Panjang UMKM di Kendari
USAHA KULINER – Toko kuliner Aufa yang beralamat di Jalan Nipa Raya, Kelurahan Lalolara, Kota Kendari. Toko ini memproduksi dan menjual makanan berat (nasi kotak, tumpeng), kue, dan roti. (Foto: Muhamad Taslim Dalma/ZONASULTRA.COM).

Usaha mereka turut terdampak pandemi Covid-19 tapi tak mengalami kemunduran. Mereka tetap bertahan bersama karyawannya tanpa ada satupun yang diberhentikan maupun dirumahkan, dan penggajian tetap normal. Caranya adalah dengan memaksimalkan penggunaan platform digital, misalnya dengan memasifkan promosi produk di media sosial dan memanfaatkan jasa kurir ojek online (ojol).

Selama tahun 2021, Wawan sampai mengeluarkan anggaran Rp10 juta per bulan untuk promosi di media sosial. Pengeluarannya itu sebanding dengan timbal balik yang didapatnya. Banyak konsumen yang memesan karena melihat iklan di media sosial.

Roda usahanya juga tetap berputar karena terbantu dengan berkembangnya jasa ojol seperti Gojek yang memiliki layanan Go-Send (pengiriman paket). Wawan dan pelanggannya banyak menggunakan layanan Gojek dan sejenisnya untuk pengantaran paket pesanan, bahkan persentasenya mencapai 85 persen.

Sementara untuk pembayaran, juga banyak dilakukan secara online yakni nontunai melalui dompet digital dan transfer bank. Aplikasi Gojek yang menyediakan layanan dompet digital Gopay dan perbankan yang memiliki aplikasi mobile banking semakin memudahkan Wawan dalam bertransaksi.

Berbeda dengan sebelum terjadi pandemi, yang mana pembayaran serba tunai dan ayah dari dua anak ini biasanya mengantar sendiri pesanan dengan menggunakan motor dan mobil miliknya. Kadang juga pelanggan yang datang langsung mengambil sendiri pesanannya.

Dengan model usaha yang mengandalkan digitalisasi itu, sangat mendukung operasional usaha seperti Aufa yang lokasinya terbilang kurang strategis, dan tidak menyediakan fasilitas untuk makan di tempat. Selain perkembangan teknologi, model usaha seperti ini terdorong oleh adanya pandemi Covid-19 yang mana terjadi kampanye pembatasan interaksi sosial secara fisik.

“Jadi 85 persen loh penjualan dari wara-wirinya ojek online. Makanya saya tidak pusing lagi dengan lokasi yang tidak strategis, yang penting orang tahu Aufa,” ujar Wawan.

Dia mengakui bahwa memang selama pandemi penjualan Aufa terganggu, tapi hanya tiga bulan pertama saja. Setelah itu stabil, bukan stabil naik tapi stabil stagnan. Kini ketika sudah mulai normal dengan turunnya level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), penjualannya mulai positif.

Menurut Wawan, pangsa pasar untuk usaha kuliner di Kota Kendari masih sangat luas sehingga terbuka peluang untuk mereka yang ingin terjun di usaha ini maupun yang sudah melakoninya. Aufa sendiri yang saat ini dalam proses sertifikasi Produk Industri Rumah Tangga (PIRT), akan terus mengembangkan produk yang dibutuhkan masyarakat kota.

Wawan menekankan pentingnya menjaga kualitas produk sehingga ketika dijual dengan harga premium pun tetap akan diminati. Baginya, kualitas yang baik dengan bahan-bahan yang terkontrol dan higienis akan membangkitkan kepercayaan konsumen sehingga usaha bisa berkembang.

Lalu, bagaimana awal mereka terjun di usaha kuliner?

Wawan dan sang istri merintis usaha kuliner di Kendari sejak mereka menikah pada tahun 2005, tapi masih sebagai kerjaan sampingan. Status Wawan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan membuatnya tak bisa serius menjalankan usaha itu.

Mulanya mereka membuat jajanan donat yang dipasarkan ke warung-warung kelontong. Saat subuh, sang istri yang hanya sebagai ibu rumah tangga mulai menggoreng donat, lalu Wawan yang membawanya ke warung-warung saat pagi sebelum berangkat ke kantor.

Saat itu, untung yang mereka dapatkan terbilang lumayan yakni per hari Rp40 ribu sampai Rp50 ribu. Bila jualan 4 hari dalam seminggu, untung yang didapat sekitar Rp200 ribu per minggu. Akumulasi keuntungan mereka dalam sebulan bisa mencapai Rp800 ribu. Jumlah itu terbilang besar untuk hitungan penghasilan tahun 2006, yang mana gaji Wawan sebagai PNS ketika itu Rp580 ribu per bulan.

Usaha itu tak ada perkembangan karena masih fokus sebagai PNS, tapi dia sudah menyadari bahwa potensi usaha kuliner di Kota Kendari sangat besar. Hingga pada 2017 tepat di usia 33 tahun, dia memutuskan mundur dari PNS (tanpa dana pensiun), padahal penghasilannya mencapai Rp13 juta per bulan (gaji dan lain-lain).

Ketika berhenti dari PNS, kondisi keuangan Wawan bukan nol tapi minus. Pada saat itu dia masih punya cicilan rumah (tempat usaha saat ini) Rp13,5 juta per bulan untuk lima tahun. Dengan tabungan yang ada dia memperkirakan masih bisa bertahan untuk enam bulan dan segera mengurus badan usaha dengan mendirikan PT Aufa Corp Action.

“Saya bilang ke istri saat itu, bagaimana kalau kita fokus selama enam bulan, masa sih kita nggak bisa. Ternyata yah ada saja begitu. Kemudian ada yang beli tanah saya itu harganya 10 kali lipat dari harga saya beli sehingga saya bisa lunasi utang rumah. Setelah lunas itu baru usaha bisa berkembang pesat,” ujar Wawan.

Kunci Bertahan dari Pukulan Pandemi dan Solusi Jangka Panjang UMKM di Kendari
La Ode Rakhmad Darmawan (37) alias Wawan di ruangan toko kuliner miliknya.

Pada tahun 2017 itu, masih banyak kekurangan yang pelan-pelan terus dibenahi seperti jenis produk yang terbatas, kemasan yang jelek, foto produk yang asal-asalan, postingan di medsos yang tak karuan, dan lain sebagainya. Bagi Wawan, kunci agar usaha berkembang adalah terus belajar dan mau berkreativitas.

Mereka membagi tugas, istrinya mengurus produksi. Bahkan demi mengembangkan berbagai jenis produk makanan, sang istri sampai kursus di Jawa untuk belajar bikin aneka kuliner. Lalu, hasilnya diterapkan begitu sampai di Kendari yang dimodifikasi sesuai dengan kegemaran konsumen. Meski selama kursus memakan biaya sampai Rp40 juta, hal ini kata Wawan lebih hemat daripada coba-coba belajar sendiri yang hasilnya belum tentu bagus.

Sementara Wawan sendiri, selain mengurusi keuangan juga fokus pada bagian pemasaran. Oleh karena itu, Wawan fokus belajar digital marketing yang di kemudian hari sangat bermanfaat mana kala ada tantangan pandemi.

Pada awalnya, Wawan enggan mengeluarkan uang untuk promosi secara digital. Karena masih keterbatasan modal, dia lebih banyak ikut pameran kuliner untuk memperkenalkan Aufa. Namun seiring perkembangan usaha ia menyadari pentingnya promosi secara digital, apalagi selama pandemi tidak ada kegiatan-kagiatan untuk promosi secara langsung.

Dulu dengan beriklan Rp100 ribu-Rp200 ribu Wawan merasa boros karena belum memahami digital marketing dan memang omzet belum berkembang. Namun, sekarang hanya untuk beriklan secara online dia bisa menghabiskan Rp10 juta setiap bulan.

“Jadi mindset (pola pikir) salah orang itu ‘buat apa sih ngiklan banyak’, padahal pola pikirnya tidak seperti itu. Kalau iklan Rp15 juta terus omzet Rp100 juta, kenapa nggak. Sedangkan tidak untung pun, orang itu akan mengingat produkmu yang penting produkmu bagus. Jangan mengiklankan produk jelek,” ujar dia.

Selain memasarkan sendiri, Wawan juga menggunakan jasa dropshipper, salah satunya adalah Syahirah Jahidin (29). Mulanya Syahirah hanya pelanggan biasa, yang kemudian mencoba-coba memasarkan produk-produk Aufa secara online. Caranya dengan menjadi perantara untuk menawarkan produk Aufa tanpa perlu membelinya.

Sudah sekitar empat tahun ini, sehari-hari Syahirah yang merupakan ibu rumah tangga hanya mengandalkan smartphone plus paket data internet untuk menjalankan pekerjaan itu. Sambil mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga, ia biasanya berselancar di media sosial memperkenalkan produk hingga mendapat pelanggan.

Dalam prosesnya, ia bisa tetap dalam rumah tanpa perlu bersentuhan langsung dengan produk yang diorder pelanggan. Tentu selain kreativitas dalam memasarkan secara online, ia juga mengandalkan platform seperti Gojek yang memiliki layanan Go-Send. Dengan layanan ini, ia memproses permintaan lalu memesankannya ke Aufa untuk kemudian diantar ke konsumen.

Baginya layanan yang sudah 3 tahun ada di Kota Kendari ini lebih cepat, paket terjamin aman, dan disukai pelanggan. Berbeda dengan dulu ketika ia memakai jasa ojek konvensional yang suka menumpuk paket antaran sehingga agak telat sampai ke konsumen.

Begitu pula untuk pembayaran, ia memanfaatkan dompet digital Gopay dan sejenisnya, serta kadang juga lewat transfer bank sesuai keinginan pelanggan. Salah satu keunggulan Gopay misalnya memudahkan pelanggan yang risih dengan pembayaran ongkir secara tunai karena biasanya kurir kesulitan dengan uang kembalian.

Lalu, ketika ada pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, justru menguntungkan baginya sebab semakin banyak pelanggan yang enggan belanja langsung tapi lebih memilih memesan makanan secara online. Ia jadi lebih sibuk mengurus orderan pelanggan dari berbagai titik lokasi dalam kota.

Kunci Bertahan dari Pukulan Pandemi dan Solusi Jangka Panjang UMKM di Kendari
Aneka kuliner produk Aufa yang dipasarkan oleh Syahirah secara online.

“Pelanggan dari hampir semua lokasi di Kota Kendari, dari Lepolepo, Kasilampe, sampai di Kota Lama bagian atas sana. Semua dijangkau kurir online. Kalau jauh, pelanggan kadang pikirkan tarif ongkir tapi biasanya kalau butuh mau berapapun ongkirnya tetap order,” ujar Syahirah melalui telepon, Rabu (3/11/2021).

Untuk saat ini, ia hanya memasarkan produk Aufa yang sudah beragam. Keuntungannya sebagai dropshipper berasal dari fee yang diterimanya dari pihak Aufa sesuai hasil penjualan. Menurutnya pekerjaan itu tak kalah dengan penghasilan bulanannya dulu ketika masih sebagai pekerja swasta. Kini, pada masa pandemi, pekerjaannya itu cukup membantu menopang ekonomi rumah tangganya.

Apa yang dilakukan Syahirah merupakan bentuk kreativitas memanfaatkan platform digital. Komunitas Kuliner Kendari (Triple K) mengakui bahwa memang pemanfaatan teknologi dapat dilakukan siapa saja, bukan hanya pelaku usaha seperti Wawan. Triple K memandang platform digital adalah kunci bertahan dari pukulan pandemi dan solusi jangka panjang bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Triple K mencatat pandemi Covid-19 telah memukul berbagai jenis usaha kuliner, salah satunya pada kategori makanan berat. Namun ada juga yang justru berkembang, yakni mereka yang sejak sebelum pandemi sudah mengandalkan platform digital. Oleh karena itu, Triple K mendorong usaha yang mengalami hambatan akibat pembatasan interaksi sosial agar lebih kreatif dan menerapkan strategi baru terhadap perubahan di masyarakat.

Strategi yang dimaksud adalah pengusaha kuliner harus lebih banyak jualan secara online. Khususnya, 147 merek kuliner yang masuk dalam keanggotaan Triple K didorong untuk menggunakan Gojek dan aplikasi serupa lainnya yang telah menyediakan banyak solusi praktis dan efisien bagi UMKM.

Menurut Triple K, dengan berkembangnya aplikasi ojol ini sangat membantu dalam menjalankan usaha kuliner. Perbandingannya 75 persen aktif di layanan aplikasi online ojol sedangkan 25 persennya adalah pelayanan atau model transaksinya secara offline. Maraknya pelayanan secara online itu didorong oleh berubahnya gaya belanja dan transaksi masyarakat yang mana segala aktivitas serba mengandalkan handphone (HP).

“Masyarakat kita inikan mulai bangun tidur sampai tidur lebih banyak pegang HP, nah kesempatan teman-teman pengusaha kuliner untuk perang promosi via online,” ujar Ketua Triple K, Muhammad Yusri saat dihubungi pada Jumat (5/11/2021).

Selain pandemi, tantangan lainnya pengusaha kuliner di Kendari adalah kurang kreatif dalam hal produk usaha. Pelaku UMKM, khususnya anak-anak muda banyak yang menjiplak produk yang sedang tren, misalnya sedang viral ayam geprek maka banyak bermunculan produk serupa. Padahal, bagusnya adalah menghadirkan produk baru yang sebelumnya belum ada.

Meski begitu, Yusri menilai ada semangat dan kemauan pelaku usaha kuliner untuk mengembangkan usaha di tengah ruang promosi yang masih kurang. Ruang seperti pameran kuliner sangat penting bagi mereka sebagai langkah awal memperkenalkan merek maupun produk.

Yusri berharap pemerintah kota dan provinsi perlu membuka ruang-ruang seperti itu dan terus mendorong UMKM untuk berkembang, tidak hanya fokus pada pajak atau retribusi. Kepada pelaku usaha, Yusri berharap agar terus berkreativitas.

Pemerintah Kota sendiri telah mendorong pelaku UMKM dalam hal peningkatan kapasitas. Salah satunya melalui Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (Disperindag) Kendari yang setiap tahun melakukan pembinaan kewirausahaan dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan. Materi-materi yang diberikan biasanya berupa pengenalan aturan-aturan pemerintah dan sumber pembiayaan usaha. Materi tentang platform digital juga ada tapi masih sebatas pengenalan, bukan pelatihan khusus.

Bidang Pemberdayaan UMKM, Disperindag Kendari menemukan bahwa usaha-usaha rumahan dengan modal kecil justru bisa lebih bertahan dan stabil karena sudah mengenal pemasaran online sebelum pandemi. Meski begitu, masih ada juga usaha rumahan yang kaku untuk memanfaatkan internet sehingga turut terpukul dengan adanya pandemi dan PPKM di Kota Kendari.

“Kelemahan UMKM kita yang utama itu dari segi pemasaran. Sepanjang pemasarannya berharap pada konsumen lokal yah pasti stagnan, tapi yang memakai platform digital itu yang berkembang karena pangsa pasarnya luas dan tidak terbatas,” ujar Kepala Bidang Pemberdayaan UMKM Disperindag Kendari Sri Yunimarsi di ruang kerjanya, Kamis (28/10/2021).

Ia mengakui bahwa pemanfaatan platform digital masih menjadi tantangan bagi pelaku UMKM. Tak sedikit juga pelaku usaha yang mulai coba-coba memasarkan secara digital tapi karena tidak laku maka kembali ke cara-cara pemasaran konvensional meskipun ada PPKM.

Sri menyebut selama tahun 2020 sebanyak 16 ribu pelaku UMKM terdampak pandemi sesuai data penerima bantuan. Mereka yang paling terpukul adalah segmen usaha dengan modal besar sampai terjadi pengurangan produksi dan merumahkan pekerjanya.

Sementara berdasarkan hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 85,03 persen perusahaan di Kendari mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi Covid-19. Survei yang dilaksanakan pada 2020 mengenai dampak Covid-19 terhadap pelaku usaha di Provinsi Sultra ini menempatkan Kota Kendari sebagai salah satu dari empat daerah yang pelaku usahanya paling banyak mengalami penurunan pendapatan.

Kendala perusahaan di skala usaha mikro kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB) selama pandemi di Provinsi Sultra yakni mengalami penurunan permintaan karena pelanggan/klien yang juga terdampak Covid-19; kendala akibat rekan bisnis mereka terdampak sangat buruk atau tidak beroperasi secara normal; serta menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.

Lima sektor yang paling terdampak dengan turunnya permintaan akibat pelanggan terkena Covid-19 adalah sektor perdagangan dan reparasi kendaraan 89,34 persen; akomodasi dan penyedia makan minum 80,88 persen; pertambangan dan penggalian 80,70 persen; industri pengolahan 79,07 persen; sementara jasa lainnya 76,92 persen.

Kondisi demikian, membuat para pelaku usaha beradaptasi dengan melakukan diversifikasi usaha; adaptasi kebiasaan baru di lingkungan kerja; serta memanfaatkan internet dan teknologi informasi (TI) untuk pemasaran. Khusus internet dan TI ini menjadi solusi yang menjanjikan karena pembatasan sosial mengakibatkan cara pemasaran secara konvensional menjadi terbatas.

Meski begitu, persentase yang tidak menggunakan internet dan TI untuk pemasaran terbilang masih tinggi yakni mencapai 59,32 persen. Sementara 37,49 persen perusahaan telah menggunakan internet dan TI untuk pemasaran via online sejak sebelum pandemi, dan sekitar 3,19 persen perusahaan baru menggunakan internet dan TI untuk pemasaran pada saat pandemi.

Kunci Bertahan dari Pukulan Pandemi dan Solusi Jangka Panjang UMKM di Kendari
Data hasil analisis survei Badan Pusat Statistik yang menunjukkan persentase perusahaan yang menggunakan internet dan teknologi informasi untuk pemasaran via online pada tahun 2020. (Sumber: BPS)

Masih berdasarkan survei BPS tersebut, perusahaan yang sudah melakukan pemasaran via online sebelum pandemi ini mempunyai pendapatan yang relatif lebih tinggi dibanding yang baru online saat pandemi. Kemudian, persentase pemasaran via online di wilayah kota lebih tinggi daripada perusahaan di wilayah kabupaten.

Pengamat Ekonomi, Syamsir Nur menjelaskan untuk infrastruktur jaringan telekomunikasi di kota seperti Kendari memang relatif lebih baik dibanding daerah lainnya di wilayah Sultra. Meski begitu, persentase UMKM yang tidak memanfaatkannya tetap tinggi karena persoalan masih banyak yang belum melek teknologi dan tidak merespon kemajuan dengan mempelajari literasi digital. Padahal, menurut dia, digitalisasi adalah kunci bagi UMKM untuk beradaptasi terhadap pola kegiatan usaha akibat adanya pembatasan kegiatan masyarakat di masa pandemi.

Syamsir mengamati di Kota Kendari ada tiga jenis UMKM yang menerapkan pola adaptasi hingga mampu berkembang yakni sektor perdagangan besar dan eceran; sektor akomodasi makan minum (kuliner); serta sektor jasa dan tranportasi. Pola kegiatan yang muncul adalah pola pemasaran secara online hingga transaksi nontunai.

Sementara bagi mereka yang tidak memanfaatkan internet dan TI memiliki daya saing yang rendah sehingga begitu terpukul dalam ketika ada tantangan seperti pandemi. Alumnus S3 Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya ini mengatakan banyak pelaku UMKM di Kendari tidak mampu merespon secara cepat pola konsumsi masyarakat yang serba online. Akibatnya para konsumen mengambil jalan membeli produk dari luar Sultra yang banyak terpampang di market place online.

“Di Kota Kendari ini, warganya hampir bisa dikatakan lebih melek dalam memanfaatkan market place online untuk mendapatkan produk yang diinginkan,” ujar Syamsir di ruang kerjanya, Jumat (29/10/2021).

Dengan keterbatasan yang ada, dia menyebut yang patut diapresiasi adalah UMKM mampu berkontribusi di tengah dinamika ekonomi masyarakat. UMKM telah berperan dalam hal penciptaan lapangan kerja dan penyiapan terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang berbasis potensi ekonomi lokal.

Oleh karena itu, akademisi Universitas Halu Oleo ini berharap pemerintah bisa mengambil peran dalam mendorong perkembangan UMKM. Pemerintah bisa hadir dengan meng-upgrade keterampilan para pelaku UMKM terkait digitalisasi dan kualitas produk. Bila sebelum pandemi hanya fokus pada peningkatan kualitas produk dan pemasaran konvensional, maka dengan adanya pandemi perlu ditambah dengan pelatihan digital.

Pemerintah juga perlu menyiapkan kanal promosi terhadap produk UMKM yang berbasis daerah misalnya acara/event rutin untuk memasarkan produk-produk andalan UMKM. Acara seperti pameran yang masuk dalam kalender tahunan dapat menjadi ajang promosi merek atau brand.

Selain itu menurut dia, pelaku UMKM sendiri harus mau dan mampu melakukan adaptasi terhadap pemanfaatan platform digital. Bila perlu platform digital dijadikan basis utama agar sesuai dengan karakteristik konsumen masa kini, apalagi jangkauan pemasarannya sangat luas yang tidak hanya terbatas konsumen dalam kota.

“Sekalipun Covid-19 berhenti, pola konsumsi masyarakat yang memanfaatkan digitalisasi itu kemungkinannya akan bertahan dan dalam jangka waktu panjang akan lebih prospektif bagi pelaku usaha,” ujar Syamsir. (***)


Reporter: Muhamad Taslim Dalma

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini