Mengenal Skala Richter, Si Pengukur Gempa Bumi

Mengenal Skala Richter, Si Pengukur Gempa Bumi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Gempa bumi dengan kekuatan 7,4 Skala Richter (SR) mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) pukul 18.02 Wita. Gempa ini memicu tsunami setinggi 1,5 meter di pantai Kota Palu.

Seketika Palu dan Donggala gelap gulita karena listrik padam. Begitupun akses jaringan telekomunikasi terputus.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) titik gempa berada di 0.20 LS dan 119.89 BT dengan kedalaman 11 km dan magnitude 7,4 SR. Gempa bumi tersebut berpusat di 26 km utara Kabupaten Donggala.

(Baca Juga : BMKG: Gempa di Donggala 7,4 SR)

BMKG menyebutkan penyebab terjadi gempa bumi ini dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktifitas sesar Palu Koro. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar mendatar (Slike-Slip).

Hingga Senin (1/10/2018) pukul 13.00 WIB, total korban tewas sudah mencapai 844 orang terdiri di Kota Palu 821 orang dan Donggala 11 orang serta Parigi Moutong 12 orang.

Sementara korban yang dinyatakan hilang ada 90 orang, terdiri dari Pantolan Induk 29 orang, Donggala 17 orang, dan Kecamatan Tawaeli 44 orang.

Korban luka kini mencapai 632 orang yang dirawat di sejumlah rumah sakit serta 48.025 jiwa mengungsi yang tersebar di 103 titik.

Lantas apa itu Skala Richter? SR adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Semakin kecil skalanya, semakin kecil getaran yang ditimbulkan.

(Baca Juga : Update Korban Tewas Gempa dan Tsunami Palu-Donggala Jadi 844 Orang)

Orang pertama yang menemukan satuan skala ini adalah Charles Francis Richter (1900-1985). Pada usia 35 tahun ilmuwan asal Amerika Serikat ini menemukan cara mengukur gempa yang disebut skala Richter.

Gempa dengan skala di bawah 2 SR getarannya sama sekali tidak terasa. Sedangkan gempa bumi dengan skala 2,0 SR sampai 2,9 SR getarannya tidak terasa namun tercatat. Sementara gempa dengan kekuatan 3 SR – 3,9 SR getarannya terasa namun tak menimbulkan kerusakan.

Gempa dengan getaran 4,0 SR – 4,9 SR menimbulkan goyangan dalam ruangan, suara retak, namun tak ada kerusakan. Lalu gempa dengan skala 5,0 SR – 5,9 SR menimbulkan kerusakan besar pada bangunan dengan konstruksi buruk. Gempa ini pernah melanda Yogyakarta 2006 silam dengan kekuatan 5,9 SR.

Selanjutnya gempa 6,0 SR – 6,9 SR menyebabkan kerusakan pada radius 160 kilometer. Gempa dengan kekuatan di skala ini terjadi di Lombok, NTB Juli 2018 lalu dengan kekuatan 6,4 SR.

Kemudian gempa dengan kekuatan 7,0 SR – 7,9 SR menyebabkan kerusakan lebih serius dengan radius lebih luas. Gempa dengan kekuatan ini pernah terjadi di Padang, Sumatera Barat pada 30 September 2009 lalu dengan kekuatan 7,6 SR.

(Baca Juga : Fakta Sesar Palu Koro Penyebab Gempa di Sulteng)

Lalu gempa dengan kekuatan 8,0 SR – 8,9 SR bisa menyebabkan kerusakan dengan radius ratusan kilometer. Gempa ini pernah melanda Kepulauan Mentawai pada 2 Maret 2016 dengan kekuatan 8,3 SR.

Sedangkan gempa dengan skala 9,0 SR – 9,9 SR bisa menghancurkan bangunan dengan radius ribuan kilometer. Gempa bumi yang mengakibatkan tsunami di Aceh tahun 2004 lalu berkekuatan 9,1 – 9,3 SR.

Selain itu ada juga skala 10 SR ke atas. Namun gempa dengan kekuatan sebesar ini tidak pernah terekam.

Adapun gempa yang berpotensi tsunami memiliki ciri berpusat di tengah laut dan dangkal (0 – 30 km), berkekuatan 6,5 SR, dan memiliki pola sesar naik atau sesar turun. (*)

 


Penulis: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini