Pascabanjir, OJK Sultra Sebut Potensi Kerugian Perbankan Capai Rp39 Miliar

Kepala Bagian Pengawasan Lembaga OJK Provinsi Sultra, Maulana Yusup
Maulana Yusup

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Berdasarkan data yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), potensi kerugian perbankan mencapai Rp39 miliar pascabanjir yang melanda Kabupaten Konawe Utara (Konut) dan Konawe pada Juni 2019 lalu.

Kepala Bagian Pengawasan Lembaga OJK Provinsi Sultra, Maulana Yusup, mengatakan, potensi kerugian ini disebabkan karena 2.490 debitur dengan status kredit berjalan menjadi korban banjir. Sehingga berpotensi menyebabkan kredit macet atau telat bayar. Pasalnya, usaha para debitur yang modalnya dari pinjaman kredit bank ikut menjadi korban banjir.

Maulana menyebutkan, pinjaman modal kerja pertanian dan UMKM merupakan sektor dengan jumlah debitur terbesar, selain sektor properti KPR, kemudian pertambangan. Misalnya saja, BTPN Syariah melaporkan ada sekitar 1.000 debitur UMKM menjadi korban banjir di Konawe.

Baca Juga : Biaya Pemulihan Infrastruktur Akibat Banjir di Sultra Capai Rp109 Miliar

“Data ini sifatnya masih sementara, laporan terus masuk, beberapa bank besar dengan jumlah nasabah cukup banyak sudah melapor seperti BRI, Mandiri, Bank Sultra, BNI, BTPN Syariah. Kalau pun ada data masuk lagi sepertinya tidak bakal berubah signifikan karena perbankan besar sudah memberikan laporannya,” ungkap Maulana saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (11/7/2019).

Terjadinya kredit macet maka akan berpengaruh ke stabilisasi nilai non performing loan (NPL) kredit perbankan di Sultra. Olehnya, OJK pun mengambil langkah agar kualitas kredit perbankan di Sultra tetap dalam kondisi sehat di bawah angka lima persen.

NPL merupakan salah satu indikator kesehatan aset suatu bank. Indikator tersebut dapat berupa rasio keuangan pokok yang mampu memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, kualitas aktiva, rentabilitas, serta likuiditas.

Baca Juga : Kerugian Akibat Banjir Bandang Konut Capai Rp 670 Miliar

Untuk itu, OJK meminta agar lembaga jasa keuangan melakukan penyelamatan kredit dengan cara memberikan keringanan kepada para debitur yang menjadi korban banjir. Misalnya, menurukan suku bunga pinjaman, penambahan jangka waktu kredit, dan bisa saja menambah modal para debitur untuk memulai usahanya kembali.

Namun, perbankan pun diminta tetap berhati-hati menjalankan kebijakan penyelamatan kredit atau restrukturisasi kredit tersebut dengan memperhatikan dua hal, yakni kemauan dan kemampuan debitur.

Pada sisi kemauan, debitur mau menerima kebijakan yang diberikan perbankan. Kemudian kemampuan, debitur tersebut masih mampu menjalan kredit usahanya.

“Tentunya perbankan harus melakukan analisis terlebih dahulu agar kondisi kredit tetap sehat,” ujarnya.

OJK menegaskan, kebijakan ini bukan berarti para debitur korban banjir menjadi terbebas untuk melunasi pinjaman kreditnya. Sebab, masih tetap terhitung utang. (b)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini