Pilkada Muna ; Skenario Tiga Pasang dan Peluang Head to Head Rusman Vs Rajiun

pilkada muna 2020
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, RAHA – Pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) bergulir. Tiga kandidat yang siap bakal melawan petahana sudah mulai menarik simpati publik.

Rajiun Tumada berpasangan dengan La Pili sudah resmi mengantongi 10 Kursi yakni Gerindra 3 Kursi, Demokrat 4 kursi, NasDem 2 kursi dan PPP 1 Kursi. Sementara
Syarifuddin Udu yang berpasangan dengan Hasid Pedansa baru mengantongi partai Hanura 5 kursi, namun Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini pun dikabarkan sudah siap memboyong partai PAN.

Di lain sisi, mantan Bupati Muna, dr Baharuddin harus terseok-seok mencari koalisi partai. Meski sebelumnya, PAN sudah memberikan surat tugas kepada mantan Bupati yang akrab disapa Dokter itu, namun ia harus memboyong koalisi untuk mengantongi rekomendasi.

Sang petahana sendiri, LM Rusman Emba berpasangan Bahrun Labuta sudah mengamankan empat partai yakni PDIP 4 kursi, Golkar 4 kursi, PKB 4 kursi dan PKS 2 kursi total 14 kursi.

Pengamat politik Sultra, Najib Husein merunut perhelatan Pilkada Muna akan tersaji seru. Ada beberapa kemungkinan yang bakal terjadi. Ia memprediksi kandidat yang bakal bertarung maksimal tiga pasang.

“Rusman dan Rajiun sudah mengantongi kendaraan politik untuk maju bertarung. Sementara Syarifuddin Udu dan dr Baharuddin salah satunya diprediksi bakal tersingkir,” terang Najib Husein, saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Senin (24/8/2020).

Ketua Prodi Ilmu Fisip UHO ini mengurai beberapa skenario yang bakal tersaji di Pilkada Muna pada 9 Desember 2020 mendatang.

Pilkada Muna Dipetakan Tiga Skenario

Skenario pertama Syarifuddin Udu-Hasid Pedansa akan menempati posisi ketiga yang bakal lolos mendapatkan tiket pertarungan.

“Syarifuddin Udu ini hanya membutuhkan satu kursi untuk lolos. Ia kini sudah mendapat restu dari partai pemenang di Muna yakni Hanura sebanyak lima kursi,” tutur Najib.

Skenario kedua, bisa jadi Hanura dan PAN membangun koalisi. Jika ini terjadi, berarti Syarifuddin Udu akan berpasangan dengan dr Baharuddin. Namun peluang ini akan ada hambatan yang dihadapi.

“Masalahnya, mau tidak dr Baharuddin jadi 02 untuk SU. Karena ini persoalan posisi yang tidak menguntungkan untuk dr Baharuddin,” jelasnya.

Namun peluang ini akan beresiko bagi SU karena jalinan komunikasi dengan Hasid Pedansa bisa rusak dan bakal mempengaruhi basis suara dari akar rumput. Kalau melihat modal partai, SU lebih berpeluang dibanding dr Baharuddin. Selain itu kinerja di lapangan SU dinilai lebih berani untuk bergerak memboyong pintu partai dibanding Dokter.

Skenario ketiga, Pilkada Muna bakal tersaji head to head antara Rusman Emba-Bahrun Labuta Vs Rajiun Tumada-La Pili. Jika ini tersaji maka akan terukir sejarah baru perpolitikan di Indonesia, seorang bupati aktif berani mengundurkan diri untuk maju bertarung dan mencalonkan diri sebagai bupati di daerah lain.

Peluang ini jika nantinya SU dan Dokter justru tak cukup menggandeng pintu partai sebagai tiket bertarung.

Najib menilai, jika drama ini terjadi maka merupakan kecelakaan bagi partai Hanura, karena gagal mengusung calon untuk maju bertarung meski sebagai partai pemenang.

Sebenarnya, secara historis ada hubungan baik antara Rusman Emba dengan partai Hanura. Strategi yang harus dilakukan Rusman untuk mendulang mesin partai tambahan yakni dengan memperbanyak calon kada agar peluang dan suara pemilih terpecah.

“Karena ketika terjadi head to head akan membahayakan bagi petahana untuk kembali menang,” urainya.

Tak bisa dipungkiri, riak politik di Pilkada Muna saat ini, antara Rusman dan Rajiun lebih panas diperbincangkan di warung-warung kopi, pangkalan ojek bahkan di kelas penjual sayur dan ikan yang lebih akurat mengurai peta politik di Muna.

Walaupun begitu, posisi Rusman Emba sebagai petahana selalu jadi nilai plus dibanding penantang lainnya.

Rusman Emba-Bahrun Labuta, Rajiun Tumada-La Pili dan Syarifuddin Udu-Hasid Pedansa. Namun besar kemungkinan skenario pertama bakal tersaji SU bersama Hasid Pedansa dengan dukungan partai tambahan.

PDIP Untungkan Petahana

Petahana juga kini diuntungkan dengan dukungan partai penguasa yakni PDIP yang menjadi incaran utama para kandidat. Kemenangan Rusman Emba memboyong PDIP karena dirinya berstatus sebagai kader. Meski pada hasil Pileg lalu tak menempatkan PDIP sebagai pemenang minimal ia bisa menduduki posisi kedua.

Ini adalah nilai plus, bagi PDIP untuk menjatuhkan pilihan kepada Rusman Emba dibanding Rajiun Tumada dan Syarifuddin Udu. ” Ini adalah kesempatan bagi Rusman untuk bisa kembali mempertahankan kursinya sebagai bupati Muna dengan catatan berhati hati dengan para penantang,” ulas Najib.

Tambah Najib, Rusman Emba harus melakukan konsolidasi internal terhadap PDIP karena di akar rumput saat ini basis suara agak terpecah. “Suara PDIP, ada yang ke Hasid Pedansa dan Rajiun Tumada. Ini harus diawasi,” katanya.

Posisi Lukman Abunawas sebagai ketua DPD PDIP Sultra, harus memaksimalkan dengan memberikan peringatan keras kepada semua kader. Kader PDIP ini sebenarnya sangat militan dan loyal terhadap partai. Ini juga pembuktian bagi Lukman Abunawas memimpin PDIP Sultra.

Optimisme Rusman Emba

Sementara itu, Rusman Emba menuturkan sejak PDIP memberikan rekomendasi, ia pun mulai tancap gas membangun konsolidasi partai kepada seluruh kader.
“Konsolidasi mulai kita bangun dengan melihat kondisi dan memetakan peluang dilapangan. Kita mengevaluasi kelemahan untuk dijadikan kekuatan disemua lini akar rumput,” cetusnya.

Prinsip Rusman dalam pesta demokrasi, ia tak bisa menolak lawan. Siapapun lawan kita tetap optimis, akan meladeni tantangan dari sejumlah kandidat.

Selain itu, Rusman menilai ajang pertarungan politik di Muna, sedikit ‘kasar’. Namun masyarakatnya sangat cerdas dalam menentukan pilihan pemimpin mana yang iklas dan yang tak beradab.

Kata Rusman, politik itu bukan persoalan kemenangan saja namun juga soal etika dan moral. Jika kedua ini dikedepankan maka tidak akan ada kegaduhan dalam politik.

Ia bahkan menilai intimidasi dan fitnah sangat merusak marwah politik itu sendiri. “Media sosial kini dijadikan ajang untuk menyerang dan menyebar fitnah bahkan lontaran cacian untuk menjatuhkan figur tertentu. Jika hal ini terus berlaku, maka etika dan moral ini akan sulit diterapkan,” tutup mantan ketua DPRD Sultra. (a)

 


Kontributor: Nasrudin
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini