ZONASULTRA.COM, KENDARI – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Tenggara (Sultra) merilis sebanyak tujuh kabupaten/kota di Bumi Anoa terdampak bencana banjir. Ketujuh daerah itu yakni Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Utara (Konut), Konawe Selatan (Konsel), Kolaka Timur, Bombana dan Buton Utara (Buton).
Hujan yang mengguyur hampir seluruh wilayah Sultra dengan intensitas tinggi yang dimulai sejak Mei hingga Juni 2019 membuat beberapa daerah sempat terendam banjir. Data dari data Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Gesofisika (BMKG) Sultra merilis prakiraan cuaca Mei hingga Juni terjadi peningkatan curah hujan di seluruh wilayah berpenduduk 2,7 juta ini.
*Konawe Utara*
Dimulai 2 Juni 2019, hujan yang mengguyur hampir seluruh wilayah Sultra dengan intensitas yang cukup tinggi hingga durasi berjam-jam, membuat volume air di beberapa sungai meninggi hingga sungai tak mampu lagi menampung debit air. Alhasil 13 desa dari 5 kecamatan di Konawe Utara (Konut) diterjang banjir setinggi 1,5 hinga 3 meter.
Titik lokasi yang terendam banjir di Bumi Oheo itu yakni Desa Tambakua, Langgiwo, Polora Indah, Sabandete, Mopute, Longeo, Tapuwatu, Walalindu, Alawanggudu, Puuwanggudu, Labungga, Laronanga dan Kelurahan Lino Moio. Desa tersebut berada di Kecamatan Langgikima, Asera, Oheo, Landawe, dan Andowia.
Banjir terparah terjadi di wilayah Desa Polora Indah Kecamatan Langgikima, dan Linomoyo Kecamatan Oheo. Di tempat itu, akses penghubung menuju ibu kota Wanggudu, sekaligus akses menuju Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) lumpuh total. Ratusan rumah warga pun terendam banjir hingga sebagian tinggal menyisakan atap rumah.
(Baca Juga : Banjir Bandang Konut, 855 Rumah Tenggelam, 56 Hanyut, 4.089 Warga Mengungsi)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konut menyimpulkan, selain intesitas hujan yang tinggi, meluapnya beberapa sungai seperti Sungai Walasolo, Lalindu, Lino Moio, Landawe, dan sungai di Langgikima menjadi faktor penyebab banjir bandang melanda wilayah Bumi Oheo itu.
Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan BPBD Konut Djasmiddin dikonfirmasi mengungkapkan, aliran penampungan sungai tak mampu menampung volume air hujan yang besar. Sehingga, air sungai meluap dan langsung merendam jalan, kebun, sawah, dan puluhan rumah warga.
“Ditambah juga kondisi tanah yang surut dan mulai menyempit membuat dasar sungai menjadi dangkal. Kondisi ini menyebabkan banjir lantaran sungai tak bisa lagi menampung volume air,” kata Djasmiddin.
Faktor lain juga selain hujan yang masih terus turun, kondisi jalur sungai yang menikung sehingga menjadi sasaran air leluasa meluap keluar, ditambah arus sungai yang begitu deras tak bisa mengikuti arah jalur sungai.
Ratusan warga di Desa Puuwonua dan Desa Puusuli, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) terisolasi setelah jembatan yang menghubungkan kedua desa tersebut putus diterjang banjir.
(Baca Juga : Korban Banjir Konut Jalani Idul Fitri di Tenda Pengungsian)
Akibatnya, ribuan orang mengungsi ke tempat yang lebih aman. Terdapat 11 rumah warga yang berada di Desa Tapuwatu, Kecamatan Asera hanyut diterjang banjir bandang. 150 hektar sawah di Kecamatan Oheo terendam banjir. Alhasil kondisi padi rusak sehingga dipastikan petani gagal panen. Kerugian materil ditaksir miliaran rupiah.
Banjir tak kunjung surut hingga hari raya idul fitri 1440 hijiriah 5 Juni 2019. Akibatnya warga dari 13 desa dan 5 kecamatan itu, terpaksa harus merayakan hari kemenangan yang dirayakan sekali setahun itu dalam barak tenda pengungsian. 6 Juni 2019 banjir akhirnya surut.
*Kolaka Timur*
Pada awal Juni 2019 itu, banjir tak hanya melanda Kabupaten Kolaka Timur (Koltim). Daerah yang terendam banjir yaitu di areal pasar Desa Gunung Jaya, Kecamatan Dangia. Bahkan air memenuhi pemukiman warga sejak Sabtu (1/6/2019). Kurang lebih 10 rumah terendam banjir.
Selain rumah warga, pasar tradisional Gunung Jaya juga ikut terendam. Banjir yang terjadi setiap tahun itu disebabkan oleh pendangkalan serta sempitnya parit (saluran pembuangan air) di wilayah itu.
(Baca Juga : Dua Kilometer Jalan Poros Talinduka Koltim Dialiri Banjir)
Tak hanya di situ, warga Desa Anambada, Kecamatan Dangia, khususnya yang berdomisili di dusun III dan IV ‘dikepung’ banjir selama lima hari terhitung sejak Rabu (29/5/2019) sampai Minggu (2/6/2019), banjir dari luapan sungai masih menggenangi rumah penduduk serta jalan dusun.
Sekitar 25 unit rumah warga di dua dusun tergenang banjir, seiring dengan intensitas hujan yang juga meningkat. Untungnya, sebagian besar rumah warga yang berdomisili di pesisir sungai Taman Nasional Rawa Aopa (TNRA) tersebut berbentuk rumah panggung, sehingga luapan air sungai hanya sampai sebatas bawah kolong rumah saja.
Sementara di dusun IV, terdapat satu rumah milik warga yang sampai dimasuki luapan air sungai lantaran bukan rumah panggung.
*Kota Kendari*
Kota Kendari juga tak ketinggalan merasakan derasnya curah hujan yang mengakibatkan banjir di beberapa daerah seperti di bantaran sungai Wanggu Kelurahan Lepolepo, Kecamatan Baruga. Hujan yang mengguyur Kota Kendari sejak Sabtu (1/6/2019) membuat sungai Wanggu meluap.
(Baca Juga : Rumah Tergenang Banjir, Warga Kali Wanggu Butuh Bantuan Tenda)
Banjir setinggi kurang lebih satu meter itu membuat 165 jiwa dari 3 RT harus mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Sebab, puluhan rumah warga terendam banjir. Hingga perayaan idul fitri 5 Juni 2019 banjir tetap menggenangi wilayah itu, meski surut namun hanya 15 centimeter saja. Akhirnya ratusan warga juga merayakan lebaran di barak pengungsi.
Tak hanya di Tempat itu, beberapa titik di Kota Kendari seperti Wuawua, Andounohu, Kampung Salo, Sodohoa dan Kemaraya juga sempat terendam Banjir.
Seluruh kabupaten yang terendam banjir akhirnya kembali normal karena genangan air telah surut. Pasalnya curah hujan menurun, Intensitasnya bahkan juga ikutan menurun. Akan tetapi hujan kembali mengguyur wilayah Sultra setelah beberapa hari cuaca cerah.
*Banjir Susulan*
Puncaknya, selama dua hari terhitung sejak 8 Juni sampai 9 Juni 2019 hari ini intensitas hujan mengguyur Bumi Anoa sangat tinggi. Bencana banjir pun kembali melanda beberapa kabupaten di Sultra. Kali ini terbilang cukup parah.
Kepala BPBD Sultra telah menerima laporan dari 17 kabupaten/kota yang ada di Sultra, 7 kabupaten dilaporkan terdampak banjir, namun tiga di antaranya paling parah yaitu Konawe Utara (Konut), Konawe dan Kolaka Timur (Koltim).
*Konawe Utara*
Banjir bandang yang menerjang wilayah Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), sejak Minggu (2/6/2019). Terjangan banjir itu memporak porandakan daerah Bumi Oheo hingga menghancurkan rumah-rumah masyarakat.
Tak hanya itu, akses transportasi di delapan titik wilayah Kecamatan Langgikima, Oheo dan Asera lumpuh total, hingga membuat ribuan masyarakat di 5 kecamatan, Asera, Oheo, Landawe, Langgikima dan Wiwirano terisolasi. Untuk menyelamatkan diri dari serangan banjir, warga mengungusi di area pegunungan. Jalur penghubung antara Provinsi Sultra dan Sulawesi Tenggah (Sulteng) juga putus.
Jembatan yang menghubungkan provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan Sulawesi Tengah (SUlteng) di Kecamatan Asera, Kabupaten Konawe Utara (Konut) amblas setelah diterjang banjir bandang, Minggu (9/6/2019).
Peristiwa amblasnya jembatan itu, membuat ribuan masyarakat di lima kecamatan yakni, Kecamatan Asera, Oheo, Landawe, Langgikima dan Wiwirano terisolasi
Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konut, Djasmiddin mengungkapkan bahwa kondisi air di areal jembatan Asera spontan naik drastis sekira 10 meter, hingga masuk ke badan jembatan.
Intensitas arus sungai yang menghubungkan sungai Lalindu dengan Lalasolo itu pun meningkat, sehingga menghasilkan arus air sungai yang deras dan menjebol bangunan penyangga jembatan sepanjang 5 meter.
(Baca Juga : Jembatan Penghubung Sultra-Sulteng Amblas, Lima Kecamatan di Konut Terisolasi)
“Yang jebol itu dari arah oheo menuju wanggudu. Sudah tidak bisa dilewati. Masyarakat di 5 kecamatan terisolasi,”kata Djasmiddin di lokasi kejadian.
Diungkapkan, saat ini pemerintah setempat masih mencari solusi untuk membantu masyarakat di lima kecamatan tersebut. Pasalnya, arus air yang keras tim BPBD Konut, Basrnas, BPBD Provinsi yang berada di palangan tak bisa mengunakan perahu karet untuk mengevakuasi warga.
“Rubuhnya abudmen (bangunan peyangga) antara jalan dan jembatan terjadi tadi malam. Sangat membahayakan. Untuk melinatas, kami juga kesulitan karena ini beribicara jiwa. Keselamatan tim penanggulangan bencana dan masyarakat,”ujarnya.
Banjir yang menerjang Kabupaten Konut sejak 2 Juni lalu mengakibatkan 1.484 hektar lahan pertanian, perkebunan dan perikanan terendam. Selain itu, banjir juga merendam 4 sekolah dasar, 1 sekolah menengah pertama dan 1 Puskesmas.
Bupati Konawe Utara, Ruksamin, merinci, lahan sawah yang terendam seluas 970,3 hektar, lahan jagung sekitar 83,5 hektar, 11 hektar lahan palawija dan 420 hektar tambak perikanan yang ada Kecamatan Motui, juga terendam
BPBD Sultra mencatat, dampak banjir itu telah membuat 1.055 Kepala Keluarga (KK), 4.089 jiwa mengungsi, dan 87 unit rumah warga di lima kecamatan tersebut hanyut tanpa sisa dihantam banjir. Selain itu, ribuan rumah tenggelam hingga setinggi 4 sampa 6 meter tinggal menyisahkan atapnya. Tiga bangunan mesjid tenggelam, tiga unit jembatan putus diterjang banjir.
*Kabupaten Konawe*
Selain itu, hujan deras yang terus menguyur Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengakibatkam debit air di Bendungan Wawotobi naik melewati ambang batas waspada berdasarkan standar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konawe.
Kepala BPBD Konawe Amiruddin, mengatakan, naiknya volume air di bendungan Wawotobi ini disebabkan tingginya instensitas hujan di seluruh wilayah Konawe, sehingga debit air sungai Konaweeha mengalami peningkatan yang singnifikan.
(Baca Juga : Sungai Konaweeha Meluap, Puluhan Rumah di Konawe Terendam Banjir)
“Saat ini air sudah menyeberang ke jalan raya, tepatnya di depan Taman Pertama Ameroro. Dan merendam rumah warga yang ada disekitar sungai Konaweeha,” urai Amiruddin Minggu (9/6/2019).
1.134 Kepala Keluarga (KK) di Lima kecamatan terpaksa mengungsi akibat banjir yakni Kecamatan Unaaha, Pondidaha, Anggaberi, Lambuya, dan Uepai. 45 KK terpaksa mengungsi di rujab Bupati. Satu jembatan Ameroro amblas, sehingga jalur utama Kolaka-konawe terputus. Penyebabnya debit sungai Konaweeha mencapai badan jembatan.
*Kolaka Timur*
Sebanyak enam desa di Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga kini masih terisolir akibat banjir yang sudah terjadi sejak Sabtu (8/6/2016) sampai hari ini.
Keenam desa tersebut adalah desa Tondowatu, Sanggona, Lalombai, Undolo, Amololu dan Tawanga. Banjir disebabkan meluapnya sungai Konaweha. Ketinggian air mencapai 2,5 meter sampai 3 meter. Sebagian warga terpaksa mengungsi ke pegunungan. Sebagian lagi memilih ke sekitar pinggir jalan yang tidak terjangkau banjir. Warga mengungsi sejak Sabtu (8/6/2019)
Dikatakan, akses masuk ke kecamatan juga hingga kini lumpuh total. Satu pohon beringin besar tumbang sehingga membuat jalur masuk kecamatan tidak bisa dilalui. Ratusan hektar sawah yang juga ikut terendam akhirnya gagal panen, para petani lun menderita kerugian hingga miliaran rupiah.
*Kota Kendari*
Hujan terus mengguyur kota Kendari menyebabkan sungai Wanggu kembali meluap, dan mengakibatkan 4 RT terendam banjir, Minggu (9/6/2019)
Dari data TAGANA pada pukul 12:00 Wita, 8 Juni 2019 beberapa RT yang tergenang banjir, diantaranya RT 03/RW 02 45 KK 163 jiwa. RT 12/RW06 14 KK 56 jiwa, RT 13/RW 06 16 KK 53 jiwa dan RT 14/RW 06 43 KK 163, sehingga total jiwa yang terdampak banjir mencapai 436 dari 118 kepala keluarga.
“Banjir Akibat Tambang dan Perkebunan*
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) sudah memprediksi sejak lama akan terjadi banjir di Kabupaten Konawe Utara (Konut). Banjir bandang di Konut tersebut terjadi sejak Minggu 2 Juni 2019 lalu.
Direktur Walhi Sultra Saharuddin menilai, selain karena intensitas hujan yang sangat tinggi, banjir yang telah menerjang 13 desa tersebut, akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan dan perkebunan kelapa sawit dan yang terbaru saat adanya aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan tebu di kecamatan Oheo.
(Baca Juga : Banjir Bandang di Konut, Walhi Minta Pemprov Sultra Revisi Kebijakan Tambang)
“Pemerintah harus bertanggung jawab, berapa banyak warga yang harus mengungsi dan berlebaran di pengungsian. Kebijakan sektor pertambangan dan perkebunan harus dievaluasi total, karena tidak sebanding daya rusak dengan kontribusi ke daerah,” tegas Saharuddin saat dihubungi awak Zonasultra via whatsapp, Selasa (4/6/2019).
Pasca lebaran, pihaknya berencana bakal mendesak pemerintah provinsi Sultra dan Kabupaten Konut untuk segera melakukan langkah-langkah yang tepat dalam upaya meninjau kembali kebijakan di dua sektor tersebut.
“Segera melakukan upaya pemulihan lingkungan, bila tidak ada upaya yang menuju perbaikan, kami akan mengambil langkah-langkah yang menjadi mandat yang melekat pada Walhi. Salah satunya akan menuntut di pengadilan Hak Asasi Manusia,” tukas Saharuddin.
Senada dengan itu, Kepala BPBD Sultra Boy Ihwansyah mengatakan, secara logika ia melihat berdasarkan visual banjir yang menerjang 3 kabupaten di antaranya, membawa sedimentasi lumpur, pepohonan, akar pohon, ia menyimpulkan banjir disebabkan karena alih fungsi lahan.
“Telah terjadi alih fungsi lahan di daerah resapan air. Ini karena adanya aktivitas pertambangan dan perkebunan,” beber Boy saat diwawancarai di kantornya Jalan Halu Oleo, Kecamatan Poasia, Minggu (9/6/2019)
Kata Boy, meski banjir bandang ini tak menimbulkan korban jiwa, tapi menurutnya ini banjir yang terparah yang terjadi di Sultra. (A)