ZONASULTRA.COM, KENDARI – Perang dagang antara Amerika Serikat (USA)-Tiongkok (Cina) yang kini tengah terjadi bisa berdampak kepada negara Indonesia, terutama jika kedua negara saling perang tarif/bea masuk aneka barang yang mereka impor. Hal itu diungkapkan salah seorang pengamat ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) Samsul Anam.
“Hal ini bisa berimplikasi pada perekonomian negara-negara mitra kedua negara seperti indonesia,” ungkap Samsul Anam kepada zonasultra melalui sambungan WhatsApp Mesengger, Jumat (13/7/2018).
Kendati demikian, potensi perang tarif bukan hanya menyasar USA dan Tiongkok, namun bisa meluas, mengingat kebijakan dalam negeri Paman Sam, ultra progresif yang berdampak pada kebijak perdagangan luar negerinya.
Pemerintah USA memiliki skema tarif yang dikenal dengan Generalized Systems of Preference (GSP), yang memberikan tarif impor murah bagi ratusan jenis produk dari negara negara berkembang seperti Indonesia.
Tapi saat ini Donald Trump tengah mereview ratusan produk tersebut dan akan mengenakan tarif normal atas semua barang yang masuk. Situasi tersebut bisa menurunkan daya saing ekspor Indonesia dan akhirnya memukul perekonomian nasional.
“Nah di antara produk yg tengah direview tarifnya adalah produk produk perikanan asal indonesia seperti Ikan Segar, Cumi, Udang dan Kepiting,” jelasnya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) itu menyampaikan, semua produk tersebut merupakan jenis produk ekspor asal Sultra, meski tidak semua ekspor Sultra menyasar pasar Amerika namun kebijakan USA, pasti akan berimplikasi terhadap produk ekspor Bumi Anoa.
Solusinya, pemerintah perlu meningkatkan daya saing produk ekspor Sultra, memperluas akses pasar, dan mendiversifikasi produk ekspor. Apalagi saat ini negara tujuan ekspor produk perikanan Sultra adalah Tiongkok, Korea, India dan USA.
Selain itu, pemerintah daerah perlu memikirkan untuk hilirisasi produk lokal agar tidak sekedar dijual dalam bentuk asalan melainkan melaui proses sehingga kemasannya lebih menarik dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Data dari Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kendari menunjukkan bahwa komoditi perikanan konsumsi yang diekspor pada tahun 2017 adalah udang sebanyak 498 ribu ton tujuan Vietnam, Jepang dan China.
Kemudian Gurita beku sebanyak 418 ribu ton tujuan USA dan Jepang, Cakalang sebanyak 393 ribu ton tujuan Thailand dan Jepang, Kerapu hidup tujuan Hongkong sebanyak 74 ribu ekor dan Kepiting hidup tujuan Singapura sebanyak 8,3 ribu ekor.
Sedangkan Non konsumsi berupa Cacing laut sebanyak 3,15 ton dan Biji mutiara sebanyak 18 kg tujuan Jepang.
(Baca Juga : Nilai Ekspor Sultra Mei 2018 Naik 47,97 Persen)
Dilansir dari Detik Finance Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, proteksi di AS dan China menyebabkan komoditas membanjiri pasar global. Tentunya ini akan menekan harga termasuk komoditas ekspor dari Indonesia.
Proteksi menyebabkan kemunduran ekonomi baik di AS maupun China. Di mana kedua negara tersebut merupakan pasar ekspor Indonesia, dengan begitu ekspor kita terganggu.
Gangguan ekspor ini memperburuk neraca perdagangan Indonesia. Kemudian berdampak pada nilai tukar rupiah.
“Implikasi lebih lanjut tentu tekanan pada nilai tukar dolar rupiah,pemerintah segera melakukan antisipasi. Caranya dengan menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik. Lalu, melakukan efisiensi belanja publik,” ungkapnya.