ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dalam seminggu terakhir ini menjadi pembicaraan hangat masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra), hingga menyita perhatian pemerintah pusat. Ini menyusul kisruh belasan izin usaha pertambangan (IUP) yang beroperasi di daerah itu.
Mahasiswa, LSM, dan masyarakat Pulau Wawonii, Konkep menggelar aksi demo, menuntut Gubernur Sultra Ali Mazi mencabut 15 IUP (13 yang aktif) di Konkep. Mereka menolak keras kehadiran tambang di daerah itu. Aksi ini berakhir ricuh yang menyebabkan beberapa anggota polisi terluka.
(Baca Juga : Aksi Kubur Diri Warnai Protes Hadirnya Tambang di Pulau Wawonii)
Kementerian ATR pun menggelar rapat pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Konkep di Jakarta bersama pihak terkait. Hasilnya diputuskan tak ada ruang untuk tambang di Konkep. Pemerintah provinsi pun memberhentikan sementara 15 IUP tersebut.
Namun, apakah sektor tambang memang memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Konkep?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Konkep dalam angka tahun 2018 mencatat, pada 2017 perekonomian Konkep mengalami perlambatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Konkep tahun 2017 sebesar 7,10 persen, sedangkan tahun 2016 sebesar 7,82 persen.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar 15,78 persen dan pengadaan listrik dan gas sebesar 14,80 persen.
PDRB digunakan untuk mengukur kesehatan ekonomi suatu daerah. PDRB memiliki peran dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi suatu daerah.
Kemudian PDRB juga indikator tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan per kapita, kemakmuran, kenaikan dan penurunan daya beli masyarakat, menggambarkan struktur ekonomi, dan potensi ekonomi daerah.
“Kalau melihat laju perekonomian dari PDRB itu memang bahwa pertambangan mendukung proporsi pertumbuhan ekonomi di Konkep,” kata pengamat ekonomi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Syamsir Nur saat dihubungi Zonasultra, Jumat (15/3/2019).
(Baca Juga : Lingkungan Jadi Taruhan, Begini Dampak Aktivitas Tambang di Kepulauan)
Dalam data BPS juga dijelaskan bahwa pengaruh sektor pertambangan terhadap PDRB Kabupaten Konkep menduduki posisi kedua setelah pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Meskipun data BPS menunjukkan jika pertumbuhan ekonomi di Konkep juga dipengaruhi oleh sektor tambang, namun Syamsir menjelaskan jika kenyataan di lapangan saat ini justru berbanding terbalik dengan melihat kondisi masyarakat yang menolak hadirnya tambang di Pulau Wawonii.
Secara tegas ia mengatakan, hingga saat belum ada sejarah daerah yang mengandalkan sektor tambang memberikan kesejahteraan kepada masyarakat melalui pendapatan atapun lapangan pekerjaan. Sebab, sektor tambang menurutnya adalah pembangunan yang tidak inklusif.
Sebagai contoh, Konkep merupakan daerah otonom yang mekar pada 2014 lalu atau baru sekitar 5 tahun berdiri. Hadirnya tambang yang membutuhkan tenaga kerja ahli jelas tak sebanding dengan sumber daya manusia (SDM) yang ada.
“Kita tahu daerah otonom itu, SDM masih bisa dibilang kurang atau minim, apalagi kita Sultra secara umum pemerataan pendidikan masih cukup rendah. Jadi sangat mustahil dapat menyerap tenaga kerja secara maksimal dengan adanya tambang itu,” kata Syamsir.
Mau tidak mau perusahaan akan mencari tenaga kerja di luar dari Konkep, mau itu tenaga kerja asing (TKA) atau lokal dari Makassar, Surabaya atau Jakarta. Belum lagi adanya permasalahan alih status fungsi lahan yang tadinya merupakan lahan perkebunan atau pertanian, sekarang menjadi kawasan pertambangan.
Sehingga kata Syamsir, wajar saja jika masyarakat banyak yang menolak hadirnya tambang di Konkep karena secara ekonomi tidak berdampak pada masyarakat di lapisan bawah. Tambang malah akan membuat mereka kehilangan mata pencaharian.
Syamsir menyarankan sebaiknya pemerintah daerah setempat meningkatkan produksi di sektor unggulan Konkep, misalnya pertanian, perkebunan, dan perikanan.
Potensi Pertanian dan Perikanan Melimpah
Data BPS Konkep dalam angka tahun 2018 menunjukkan ada lima sektor tanaman pangan yang diusahakan pada tahun 2016, yaitu padi, jagung, kacang kedelai, kacang hijau, dan ubi kayu. Dari kelima jenis tanaman pangan itu, padi ladang mendominasi luas panen tanaman pangan yaitu sebesar 121 hektar atau 33 persen dari total luas panen.
Produksi tanaman hortikultura pun cukup bervariasi. Untuk tanaman sayuran terdapat kacang panjang, cabai rawit, tomat, terung, dan bayam. Produksi yang paling banyak dihasilkan yaitu terung sebanyak 3 ton. Kecamatan Wawonii Tenggara merupakan kecamatan yang paling banyak memproduksi terung sebanyak 2 ton.
Untuk buah-buahan terdapat beberapa macam di antaranya jeruk, mangga, nangka, nanas, pepaya, pisang, rambutan, sukun, dan petai. Mangga merupakan komoditi yang paling besar produksinya yaitu sebesar 158 ton. Kecamatan yang paling banyak menghasilkan mangga adalah Kecamatan Wawonii Utara
Komoditi perkebunan terbesar di Kabupaten Konawe Kepulauan adalah kelapa. Pada tahun 2016 luas tanaman kelapa mencapai 4.563 hektar. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan luas tanaman kopi yaitu sebesar 22
hektar. Kecamatan dengan luas tanaman kelapa terbesar adalah Kecamatan Wawonii Utara yaitu sebesar 1.116 hektar.
“Nah uniknya ini kelapa kopra saat ini harganya sangat anjlok, seharusnya di sini pemerintah hadir untuk menjaga agar kopra tetap memiliki nilai dan harga jual, kasihan kan petani kopra kita,” kata Syamsir.
Di sektor perikanan, luas areal perikanan budidaya di Konkep didominasi jenis budidaya laut sebesar 35 hektar yang berada di Wawonii Tengah, Wawonii Selatan, dan Wawonii Barat.
Bahkan data BPS Konawe tahun 2007, sebelum lepas dari kabupaten induknya, Pulau Wawonii menjadi salah satu penghasil tangkap ikan laut terbesar di antaranya di Kecamatan Wawonii Selatan produksinya 600,9 ton dengan nilai Rp3,6 miliar, Wawonii Barat 545 ton dengan nilai Rp3,3 miliar, Wawonii Tengah 446 ton dengan nilai Rp3,2 miliar, Wawonii Timur 528,3 ton dengan nilai Rp3,2 miliar dan Wawonii Utara 442 ton dengan nilai Rp2,6 miliar.
“Artinya kan, dengan melihat potensi ini kenapa pemerintah tidak lebih baik menjaga dan meningkatkan komoditi tersebut ketimbang tambang. Pemprov pun diharapkan keterlibatannya dengan mendorong 17 kabupaten/kota mendorong komoditas unggulan, satu daerah satu produk,” pungkasnya.
Dari segi infrastruktur, kata Syamsir, Pemkab Konkep harus mampu mempercapat pembanguan jalur distribusi barang agar proses keluar masuknya barang melalui perdagangan antarpulau atau kabupaten dan provinsi dapat berjalan dengan baik. Sebab, itu akan memberikan dampak terhadap penekanan harga barang dan jasa di Pulau Wawonii yang berujung pada akselerasi peningkatan ekonomi daerah.
Reporter : Ilham Surahmin
Editor : Jumriati