ZONASULTRA.COM,BATAUGA– Bau daun sirih tercium di ruangan seluas 32 meter persegi itu, Desa Lamaninggara, Siompu Barat, Buton Selatan (Busel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Begitulah aroma khas saat menjumpai Wa Musaani, seorang dukun bayi berusia 80 tahun, yang masih aktif bersirih.
Saat itu (Rabu, 10/7/2019), orang-orang berkumpul melingkar mengisi ruangan rumah panggung miliknya itu. Mereka, keluarga Wa Musaani, yang kumpul di ruang tamu sekadar mengucap selamat atas keberangkatannya ke Mekah 25 Juli 2019 nanti. Semua tampak akrab.
Wa Musaani adalah sosok terkenal di kampung itu karena membaktikan dirinya untuk membantu persalinan ibu hamil di desanya selama hampir 40 tahun. Pekerjaannya, melayani ibu hamil muda, hamil tua, hingga ibu melahirkan.
Pada hari itu, pukul 10.00 Wita, awak zonasultra.id, mendatangi rumah dukun bayi tersebut. Pada saat yang sama, dua orang petugas haji dari Kementerian Agama Kabupaten Busel, sedang membawakan koper buat Wa Musaani untuk menyimpan pakaian, kebutuhannya menunaikan ibadah haji.
Tidak menyita waktu lama, dua orang petugas haji itu langsung menjelaskan kegunaan koper, mulai dari yang paling besar, koper kecil hingga tas samping. Wa Musaani menyalami tangan dua petugas haji itu sambil senyum semringah.
Wa Musaani sulit berkata-kata saat awak media mengulik upayanya mengumpulkan uang untuk menunaikan rukun Islam yang ke lima ke tanah Mekah. Hanya matanya terlihat berkaca-kaca. Sontak ia memeluk anaknya yang berada dekat dengannya.
(Baca Juga : Perjuangan Anak-anak dan Lansia Belajar Alquran di Kampung Santri Langkoroni)
Jerih payah Wa Musaani mengumpulkan uang selama hampir 30 tahun memang bukan semudah membalik telapak tangan. Uang dikumpulnya sedikit-sedikit hingga makin banyak, hasil dari ia mengurut ibu hamil serta persalinan, hingga mencapai Rp25 juta.
Uang itu ditabung dalam kotak kayu. Kemudian ketika mencapai jutaan rupiah barulah disimpan ke bank menggunakan rekening Wa Musaani sendiri. Kala itu, pertengahan tahun 2013, dibantu anaknya, duit Rp25 juta itu dimasukan ke Bank Muamalat untuk daftar haji.
“Profesi ibuku adalah dukun beranak kurang lebih 40 tahun. Mendaftar haji sekitar 7 tahun lalu masuk daftar tunggu. Bulan 6 (Juni) ini baru dihubungi kalau bisa naik haji. Saat mendaftar uang yang terkumpul itu Rp25.500.000. Dia daftar haji tahun 2013,” terang La Azama, anak Wa Musaani. Dia jugalah yang membantu ibunya untuk daftar haji.
*Menabung Selama 30 Tahun
Wa Musaani sulit berbahasa Indonesia. Ia hanya paham maksud orang kepadanya. Namun ia tidak bisa melafalkan untuk menjawab pertanyaan awak media. Itulah kenapa anaknya mesti jadi juru bicara.
La Azama tahu persis keseharian ibunya itu. Sebab dia adalah satu dari lima anak Wa Musaani yang selalu setia. Hingga menikah, La Azama tetap tinggal di rumah ibunya itu.
La Azama bercerita, ibunya mengumpulkan setengah dari penghasilannya. Setengahnya lagi untuk beli lauk pauk dan kebutuhan lain. Tidak setiap saat menangani pasien membuat penghasilannya tak menentu. Soal bayaran, ibunya itu diberi upah tergantung keikhlasan.
(Baca Juga : Kisah La Ore, Kakek di Muna yang Bangun Masjid untuk Warga Kampung Lama)
“Kadang Rp10 ribu, kadang Rp20 ribu. Kalau itu orang yang punya uang kadang Rp50 ribu ada juga Rp100 ribu. Kalau dapat Rp10 ribu dia tabung Rp5 ribu. Begitu terus kurang lebih 30 tahun dikumpulkan,” tuturnya.
Wa Musaani bukan menangani orang hamil di desa ia tinggal saja, Desa Lamaninggara. Sebagian pasiennya juga dari desa lain, kalau ada yang memerlukan bantuan akan dilayaninya.
“Kadang orang datang di rumah ini. Kadang juga mamaku (panggilan untuk ibu) diantar ke rumah orang yang minta diobati,” jelasnya.
Wa Musaani merupakan satu dari delapan orang lanjut usia (lansia) yang merupakan jemaah calon haji (JCH) dari Kabupaten Busel. JCH di Busel tahun 2019 sendiri ada 13 orang. Mereka masuk kloter 25 dan akan terbang dari Kota Makassar menuju Arab Saudi 25 Juli 2019 nanti.
(Baca Juga : Nuraeni Bausat, Lansia di Kendari yang Aktif Mengajar Bahasa Inggris)
Pertemuan hari itu, Wa Musaani tetap pergi melayani pasiennya. Ada dua ibu yang ditanganinya di Desa Lamaninggara. Mereka meminta Wa Musaani untuk mengurut bagian perutnya.
Wa Musaani terlihat menggunakan metode pengobatan tradisional. Saat itu, usai mengurut perut pasiennya, Wa Musaani lalu mengambil segelas air untuk dibacakan mantra. Air itu kemudian diminum oleh pasiennya. (*)